Jumat, 30 April 2010

Redefining Marketing to The World: Suroboyo Iso, Rek!


Grow with Character! By Hermawan Kartajaya
Redefining Marketing to The World: Suroboyo Iso, Rek!

SEJAK minggu lalu saya menerima banyak pesan lewat SMS, e-mail, maupun BBM yang khawatir kangen akan artikel serial Grow with Character setelah habis di tulisan keseratus. Beberapa orang juga menanyakan apakah akan ada buku berisi kumpulan tulisan-tulisan itu.

Teman saya, Mas Hariono, misalnya, tiap pagi rebutan dengan istrinya karena harus mengamankan kliping serial ini. Prof Imam Robandi, bos Dikdasmen Muhamadiyah se-Jawa Timur, sering memberikan semangat kepada saya lewat SMS. Sedangkan Lesly Shila Ussily, sekretaris pribadi konsul jenderal Jepang di Surabaya, menyatakan sering terharu kalau tulisan saya kebetulan menyangkut almarhum orang tua saya.

Di Ubud, Bali, saya bahkan dikejutkan oleh seorang penjaga parkir Bebek Bengil. Ketika saya mau masuk ke restoran keluarga yang terkenal itu, mendadak dia nyeletuk, "Grow with character!" Otomatis, saya menoleh dan dia minta berfoto bareng saya. Edan, kan? Itulah tukang parkir intelek dari Bali. Maka, nggak heran kalau Bali punya rasio lulusan tertinggi se-Indonesia untuk ujian nasional!

Masih di Bali, Heru Legowo yang juga kepala Bandara Internasional Ngurah Rai suka pada Ilmu Tiga yang saya tulis. Dia bilang suka akan tulisan-tulisan serial ini karena bisa digunakan untuk diskusi dengan stafnya.

Di Jakarta, walaupun sering dipotong artikelnya ketika diterbitkan Indopos, saya bertemu beberapa orang eks Surabaya yang suka juga dengan serial ini. Katanya, kangen dengan bahasa Suroboyoan saya di sini. Di Bandung, di mana serial ini tidak dikutip Radar Bandung, ternyata tulisan itu dibaca secara fanatik oleh beberapa orang lewat internet.

Beberapa hari lalu, Gubernur Gorontalo Ir Gusnar Ismail MM mampir dan makan malam di Kantor MarkPlus Inc Jakarta. Beliau bilang, banyak stafnya yang menggunting serial ini karena diterbitkan Gorontalo Post. Bahkan dari luar negeri, saya mendapatkan banyak e-mail dari orang Indonesia yang rajin membuka internet.

Setelah melihat itu semua dan ternyata memang terjadi salah hitung karena seri nomor 100 belum jatuh pada 1 Mei 2010, pas MarkPlus Festival, saya segera kirim SMS kepada Mas Leak Kustiya yang Pemred Jawa Pos dan Radar Surabaya.

"Boleh nggak imbuh dua hari?"

"Monggo kirim extravaganza...." Itu jawabannya, pakai gaya bahasa Jawa Pos.

Karena itu, saya nulis ekstra hari ini dan besok, yang benar-benar akan jadi terakhir.

Inilah kali pertama saya menulis di Jawa Pos, seratus hari nonstop (Minggu pun ditabrak), bahkan plus dua extravaganza. Nulisnya dari mana-mana lewat BlackBerry Onyx! Ketika hal tersebut saya beri tahukan kepada orang BlackBerry dari kantor Singapura, dia kaget. Saya akan bertemu dengan bos-bos BlackBerry di Waterloo, satu jam dari Toronto, pada minggu ketiga Juni.

Ketika saya bertemu Mas Leak untuk bicara tentang serial ini, saya katakan ada tiga hal yang ingin saya capai.

Pertama, pembelajaran secara praktis lewat tulisan bergaya story telling tentang perkembangan konsep marketing dari waktu ke waktu. Karena itu, kalau Anda rajin mengikuti serial ini, saya selalu menyelipkan konsep-konsep itu secara gampang. Walaupun begitu, saya diprotes beberapa orang yang merasa terlalu ilmiah. Tetapi, ketika diringankan, beberapa orang malah menganggap serial ini tidak bermutu.

Karena itu, saya bermain ayunan saja. Sehari berat, sehari ringan. Sehari bicara pengalaman pribadi, sehari bicara konsep yang saya tulis. Yang penting, harus ada pembelajaran. Di Harvard Business School, saya diajarin untuk tidak mengajar, tapi membuat orang lain belajar! Jadi kesimpulannya? Lebih sulit simplifying the complex thing daripada complicating the simple thing!

Kedua, serial ini akan memaksa saya untuk nulis terus. Jadwal saya ketat dan saya harus pindah kota setiap saat. Tapi, saya pengin bisa menerbitkan suatu buku tepat pada HUT ke-20 MarkPlus Inc, 1 Mei 2010! Ya, satu-satunya cara harus memaksa diri seperti itu.

Seluruh tulisan tersebut saya buat sendiri, tanpa ghost writer. Karena itu, bahasanya ya begitu. Bonek! Suroboyoan! Menulis di sebuah media massa seperti Jawa Pos membuat saya berutang kepada pembaca saya. They are my ultimate customers yang harus diketahui serta dikenali anxiety dan desire-nya. Badan bisa capek, pikiran bisa suntuk, jadwal bisa padat, tapi dasar orang marketing, selalu ingat pada customers!

Walaupun ditulis dengan cara memaksa diri, saya sudah punya kisi-kisi urutan penulisan sehingga bisa berupa cerita panjang yang asyik. Kalau Anda cermati, cerita saya memang kadang maju-mundur dalam time frame. Nggak jadi soal! Kan Hollywood juga sering pakai flashback untuk menjadikan sebuah film lebih asyik!

Ketiga, ya terus terang untuk menghangatkan MarkPlus Festival pada 1 Mei 2010 di Shangri-La Surabaya. Karena itu, lantas dihitung countdown seratus hari ke depan, yang akhirnya ternyata keliru hitung, kepagian dua hari.

Ternyata, serial ini memang ampuh! Saat ini peserta MarkPlus Festival sudah mencapai 2.000 tiket, melebihi target 1.500 tiket keluar. Panitia sudah tutup loket dan sibuk dengan segala macam persiapan.

Itu juga bukti bahwa Jawa Pos sangat ampuh, khususnya di Surabaya, Jawa Timur, dan Indonesia Timur. Anda akan bertemu dengan banyak peserta dari luar Jawa, khususnya Indonesia Timur, terutama yang koran Radar-nya memuat serial ini.

Dahsyat!

MarkPlus Festival kali ini bakal seru. Mendiknas Mohammad Nuh menelepon saya untuk memberitahukan bahwa beliau akan meresmikan pembukaan acara itu. Begitu juga Pakde Karwo, gubernur Jawa Timur yang bilang pasti datang lewat SMS.

Jajaran Polda Jatim juga akan ikut meramaikannya. Selain datang, Kapolda Irjen Pol Drs Pratiknyo akan menginspeksi konter lantas untuk perpanjangan SIM dan STNK. Karena itu, jangan lupa mampir kalau mau melakukannya sambil berseminar!

Dirlantas Jatim Kombespol Sam Budigusdian, bahkan mantan Dirlantas Jatim yang sekarang Dirlantas Metro Jaya Kombespol Condro Kirono, juga akan hadir!

Kalau Ditlantas Jatim fokus ke youth dan women, Ditlantas Metro Jaya fokus pada netizen. They are really new wave marketers focus on youth, women and netizen.

Ada tiga orang yang akan menerima Life Mentor Appreciation. Sebab, merekalah yang menginspirasi saya untuk berani buka MarkPlus Professional Service di Surabaya pada 1 Mei 1990. Putera Sampoerna, Ciputra, dan Dahlan Iskan!

Khusus Pak Dahlan, akan ada peristiwa yang historical. Apa itu? Akan ada penyerahan buku Grow with Character dari CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo selaku penerbit kepada Jawa Pos sebagai koran yang memuat serial tulisan ini. Saya berani pastikan bahwa itu baru kali pertama.

Itu bisa terjadi karena Dwi Helly Purnomo dari Gramedia Pustaka Utama yang kini nungguin mamanya di rumah sakit di Surabaya tiap pagi juga baca serial ini di Jawa Pos. Dia yang punya ide untuk kerja sama yang unik tersebut.

Saya lantas menghubungi Mas Leak, yang akhirnya mendapatkan lampu hijau dari Mas Azrul Ananda, maka terjadilah proyek kebersamaan oleh dua grup media cetak terbesar di Indonesia itu.

Jadi, pada 1 Mei 2010 akan ada buku Grow with Character, tapi tentu saja jumlahnya nggak sampai 2.000 eksemplar. Yang pasti, 500 kopi pertama akan saya tanda tangani. Mudah-mudahan Andalah yang mendapatkannya.

Buku tersebut tidak hanya berisi serial tulisan saya yang diedit Bayu Asmara, tapi juga memuat model Grow with Character yang diedit Alex Mulya. Mereka berdua adalah konsultan senior MarkPlus Inc, yang juga akan memandu parallel class di festival tersebut.

Kan bakal ada tiga kelas paralel dengan berbagai topik dan pembicara sehingga Anda bisa memilih, bahkan pindah dari satu kelas ke kelas lain. Bahkan waktu makan siang, akan ada tiga kelas paralel yang bisa Anda pilih untuk diikuti.

Pokoknya, new FBIs! You might get new friends, new businesses and new ideas at our festival!

Rektor ITS Prof Priyo Suprobo juga sudah pasti hadir. Sebab, saya akan menyerahkan University of Life Appreciation. Walaupun tidak lulus dari ITS, saya tidak mungkin bisa punya otak modeling sehingga bisa menulis model-model marketing kalau tidak pernah berkuliah di sana selama lima tahun.

ITS memberi saya kekuatan logika yang akhirnya merupakan diferensiasi saya di wahana marketing dunia.

Prof Philip Kotler yang mbahnya marketing dunia mau bekerja sama dengan saya untuk menulis lima buku selama 12 tahun ya karena keunikan saya yang satu itu. Saya bisa melakukan simplifying the complexities dengan menggunakan model.

Sementara itu, hampir semua buku teks marketing cuma bisa menjlentrehkan poin-poin tanpa model yang jelas. Kalau sudah pakai model, malah membingungkan karena merupakan suatu scientific model yang ketat asumsinya dan cepat usang ketika asumsi berubah! Jadi, sama sekali tidak berguna untuk para praktisi.

Sementara itu, model-model yang saya gunakan mudah dimengerti dan bersifat fleksibel sehingga bisa mengikuti perubahan lanskap. Bahkan, saya sering bilang bahwa seorang dropout ITS bisa jadi 50 guru dunia marketing dengan cuma modal kekuatan logika. Sebaliknya, sangat susah bagi seorang profesor marketing bisa jadi 50 guru dunia di bidang engineering!

Saya sangat bersyukur karena rektor ITS juga akan didampingi beberapa profesor rekan-rekan saya dari ITS.

Tentu saja saya mengundang semua rekan-rekan saya, konsul jenderal, dan konsul kehormatan di Surabaya. Kan saya juga konsul kehormatan Republik Ceko di Surabaya. Konsul Jenderal Amerika Caryn R. McClelland dan beberapa konsul lain sudah mengonfirmasi untuk hadir.

Selain acara pembukaan pleno yang pasti seru dan diikuti tiga sesi paralel, jangan lewatkan acara puncak pada sesi akhir, yaitu pukul 16.00-18.00 WIB. Selama dua jam penuh, saya akan memberikan Lecture of the Decade!

Di situ saya bakal menjelaskan perkembangan konsep marketing mulai 1950 sampai 2020. Anda akan melihat bagaimana evolusi konsep marketing sesuai dengan situasi makronya!

Bentuknya operette karena saya akan berada di tengah 2.000 peserta serta Jacky Mussry dan Waizly Darwin di atas panggung. Jacky yang dulu juara disc jockey nomor satu se-Indonesia dan sekarang doktor manajemen strategis dari Universitas Indonesia akan menyanyi dengan keyboard solo. Sedangkan Waizly yang baru pulang dari MIT Boston enam bulan lalu bakal memainkan berbagai iklan di berbagai era lewat iPad-nya!

Pokoknya seru. Sebab, acara akan ditutup dengan kejutan yang mudah-mudahan jadi kenangan seumur hidup untuk Anda!

Saya juga membawa buku kelima saya bersama Philip Kotler yang di-endorse Bapak SBY dan di-launch di Kellogg pada 15 Juni nanti. Tapi, hanya ada 50 kopi.

Hak penerjemahannya sudah dibeli 17 negara! Bukti bahwa MarkPlus Inc di usia ke-20 benar-benar sudah pas dengan slogan yang dipakai. Redefining Marketing to the World!

Jangan minder jadi orang Indonesia! Bahkan, jangan minder jadi arek Suroboyo!

Indonesia bisa!

Suroboyo iso, Rek!

See you tommorow at Shangri-la Hotel!
Read More..

Kamis, 29 April 2010

My Name Is Tan! (and I am Proud to be Indonesian)


Grow with Character! (100/100) Series by Hermawan Kartajaya
My Name Is Tan! (and I am Proud to be Indonesian)

Surabaya, 1 Mei 2010.

Pada hari itu MarkPlus Inc tepat berusia 20 tahun. Selesailah sudah tugas saya untuk menulis seratus artikel di Jawa Pos yang dimuat setiap hari berturut-turut. Kumpulan tulisan tersebut diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dari Kompas Gramedia sebagai suatu buku. Sesuatu yang unik dan barangkali belum pernah terjadi. Hal itu bisa terjadi karena kebesaran hati kedua belah pihak.

Dalam menuliskan cerita bagaimana saya mendirikan, mempertahankan, serta mengembangkan MarkPlus, saya menggunakan bahasa bercerita. Gaya bercerita orang Surabaya yang lugas dan apa adanya.

Sering saya harus mengingat-ingat apa yang terjadi sejak 20 tahun lalu sampai sekarang. Urutan cerita pun sering tidak benar-benar sesuai dengan waktunya. Kadang maju ke depan, kemudian mundur lagi.

Tapi, itulah saya. Jelek sekali dalam mengingat masa lalu! Saya lebih mudah berimajinasi tentang masa depan ketimbang mengenang masa lalu. Kalau Anda membaca kumpulan tulisan tersebut, sering terasa muatan emosional saya. Bahkan, sering kurang rasional.

Karena itu, sering mudah dibaca tulisan saya meledak-ledak. Tapi, di bagian lain, terasa sangat lemah dan memilukan. Terus terang, di beberapa tulisan, saya menulis sambil menangis.

Saya selalu menulis dengan hati!

Ada satu lagi rahasia kecil dari kumpulan tulisan itu. Saya menulis semuanya cukup dari BlackBerry Onyx saya! Terus terang, saya adalah orang yang agak gaptek. Karena itu, senang sekali ketika ada gadget yang bisa push e-mail dan dibawa ke mana-mana. Saya menulis dari mana saja. Bisa sambil menunggu pesawat di airport, tapi yang sering di atas pesawat.

Kalau tidak bisa tidur, persis seperti pada tulisan terakhir kali ini, saya menulis di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Bali, Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, London, Dublin, dan Belfast! Saya bisa mengirimkan tulisan-tulisan itu dari mana saja dan kapan saja. Tanpa disadari, saya kayaknya memang lebih mudah berpikir tentang masa depan seperti the youth walaupun sudah senior.

Saya lebih sering terbawa emosi seperti the women ketimbang men yang cenderung rasional. Juga, berusaha keras untuk memanfaatkan wireless online seperti the netizen ketimbang seorang citizen yang sangat primitif.

Seperti sudah saya tulis, youth, women, dan netizen adalah new wave subcultures. Sedangkan senior, men, dan citizen adalah legacy subcultures. Walaupun sudah berusia 62 tahun menjelang 63 tahun, pria, dan sering bangga sebagai arek Suroboyo, saya berusaha untuk bisa berpikir seperti pemuda 26 tahun, berperilaku seperti metroseksual, dan berkomunikasi sambung rasa lewat gadget.

Andrie Djarot, Abang Jakarta 2005 yang juga host Apa Kabar Indonesia Pagi di TVOne, membuat avatar saya seperti itu! Anda bisa melihatnya di sampul buku kumpulan tulisan tersebut. Terima kasih, Andrie, Anda melihat saya seperti itu!

Nah, bagaimana MarkPlus Inc setelah 20 tahun? What next? Kebetulan, cerita MarkPlus ini sudah ditulis sebagai Business Case oleh Prof Hooi Den Huan untuk Nanyang Business School Case Center. Case A menceritakan bagaimana MarkPlus menjadi pionir dan berkembang di Indonesia. Sedangkan case B bercerita tentang pengembangan MarkPlus berikutnya ke ASEAN.

Dua case itu selalu didiskusikan di kelas-kelas MBA, EMBA, Executive Education Program NBS, baik di Singapura maupun Tiongkok. Bisa masuk kelas marketing, juga kelas entrepreneurship.

Kebetulan, Den Huan berkali-kali dipilih sebagai the best professor oleh mahasiswa NBS. Sekarang dia malah jadi direktur NTC atau Nanyang Technopreneurship Center.

Nah, untuk menyongsong HUT ke-20 MarkPlus Inc, Den Huan dibantu Waizly Darwin akan menulis case C. Tentang apa?

Tentang situasi MarkPlus Inc saat ini dan transformasi berikutnya. Saat ini kami berada di Jakarta, Surabaya, serta Bandung dengan gedung sendiri yang lengkap dengan kelas dan FGD atau focus group discussion.

Selain itu, kami punya kantor cabang di Semarang, Medan, Makassar, Denpasar, dan Palembang. Di Singapura kami punya kantor penghubung. Di Bangkok dan Ho Chi Minh City kami punya kantor perwakilan. Sementara itu, di Kuala Lumpur kami juga punya kantor yang lengkap dengan kelas dan FGD.

Ada tiga divisi, yaitu MarkPlus Consulting untuk jasa konsultasi, MarkPlus Insight untuk riset, dan MarkPlus Institute of Marketing (MIM) untuk pelatihan. Selain itu, ada marketeers yang merupakan platform dari komunitas marketer secara online dan offline.

Marketeers merupakan integrasi dari klub (the club), majalah (the mag), dan internet (the net). Anda juga bisa bergabung ke www.the-marketeers.com. Itulah transformasi pelayanan yang kini dilakukan oleh MarkPlus Inc dari sebuah organisasi legacy menjadi new wave.

Sedangkan organisasi MarkPlus Inc dari waktu ke waktu akan ditransformasikan menuju semakin youth, women, dan netizen. Akan diberikan lebih banyak kesempatan kepada MarkPlusers muda untuk berkreasi.

Saat ini MarkPlus Inc sudah mempunyai lebih banyak kepala cabang perempuan ketimbang pria. Nanti diberikan lebih banyak lagi kesempatan kepada perempuan untuk memimpin.

Selain itu, keseimbangan antara online and offline process harus terus dikonkretkan supaya makin banyak MarkPluser yang punya gaya hidup dan kerja netizen. Sementara itu, MarkPlusers senior, men, dan citizen terus didorong untuk menyesuaikan diri.

Transformasi ketiga adalah pelembagaan MarkPlus yang makin solid. Supaya bisa berkelanjutan, MarkPlus Inc tidak boleh bergantung kepada siapa pun, termasuk saya.

MarkPlus Inc bukan Hermawan Kartajaya atau HK Fan Club. MarkPlus Inc harus jadi sebuah kapal, KRI MarkPlus, yang mampu berlayar menembus badai. Siapa pun dalam kapal harus berkontribusi untuk ikut memperkukuh kapal tersebut. Kapal harus terus berlayar dengan kencang walaupun beberapa anak buahnya, bahkan nakhodanya, berganti.

Karena itu, saat ini Michael Hermawan menyiapkan semua sistem sumber daya manusia dan pemberdayaan alumni. Grow with character berdasar excellent-professionalism-ethical kini disusun menjadi suatu konsep praktis yang solid buat setiap MarkPluser.

Sedangkan Alex Mulya menyiapkan grow with character menjadi suatu paket pelatihan yang siap ditawarkan untuk membantu perusahaan lain! Ringkasannya ditambahkan pada buku kumpulan tulisan tersebut.

Saya mengikuti jejak Jack Welch ketika memimpin GE. Jangan malu untuk belajar dari orang lain dan jangan pelit untuk membagi kepada orang lain. Bukankah hidup ini baru bermakna apabila saling berbagi?

Akhir kata, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Azrul Ananda dan Leak Kustiya dari Jawa Pos yang telah memberikan kolom Grow with Character selama seratus hari berturut-turut.

Juga kepada Priyo Oetomo dan Dwi Helly Purnomo dari Gramedia Pustaka Utama yang setuju untuk menerbitkan tulisan saya menjadi sebuah buku dengan judul yang sama.

Last but not least, saya berikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pembaca setia kolom ini. Besok kolom ini tidak muncul lagi, tapi semoga Anda sudah banyak terinspirasi olehnya. Kirimkan komentar Anda ke www.the-marketeers.com, pasti kami jawab.

Terakhir dari yang paling akhir...

Anda sudah nonton film yang sangat new wave dan membuat saya meneteskan air mata? Yaitu, My Name is Khan (and I am not a terrorist). Kalau belum, silakan cari DVD-nya dan tontonlah supaya Anda benar-benar bisa menangkap makna dari seratus tulisan kali ini.

Apa itu?

My name is Tan! (and I am proud to be Indonesian). Sampai jumpa di MarkPlus Festival pada 1 Mei 2010 di Hotel Shangri-La Surabaya! The marketing day of Surabaya! (*)
Read More..

Rabu, 28 April 2010

Grow with (Excellence, Professionalism, and) Character!


Grow with Character! (99/100) Series by Hermawan Kartajaya
Grow with (Excellence, Professionalism, and) Character!

ADA sebuah buku yang menginspirasi saya. Judulnya? Every Business is a Growth Business! Di dalam buku itu dikemukakan hasil riset si pengarang. Basically, temuannya hanya dua.

Pertama, bisnis yang tidak tumbuh akan mati! Kenapa? Sebab, pesaingnya tumbuh dan akan mempunyai better bargaining position. Pelanggan juga nggak suka pada perusahaan yang stagnan. Tidak berkembang dan tidak punya inovasi. Mereka pasti pindah ke pesaing yang lebih kreatif.

Alasan berikutnya, ada tekanan dari dalam. Karyawan merasa tidak punya masa depan. Yang bagus akan keluar, sedangkan yang "kartu mati" atau deadwood tinggal. Karena itu, kalau mau sustainable, sebuah perusahaan harus grow.

Kedua, pertumbuhan itu harus disertai kualitas. Jangan hanya mengejar top line atau market share. Bottom line atau profit bersifat penting supaya pertumbuhan jadi sehat. Karena itu, mesti ada profitable growth. Pertumbuhan ditopang dengan kekuatan untuk tumbuh terus!

Nah, di MarkPlus kami percaya akan kata grow. MarkPlus harus grow, tapi semua MarkPluser harus grow juga. Tanpa itu semua, MarkPlus tidak bisa bertahan dua puluh tahun! Buat kami, grow dengan kualitas hanya bisa terjadi kalau excellent jadi pegangan semua orang. Kalau grow with excellence, kita bisa mencapai excellent growth.

Michael Hermawan adalah role model di MarkPlus untuk itu. Mulai high school di Upland, California, lulus dengan indeks prestasi 4,0, dan mendapatkan seritifikat penghargaan dari presiden US ketika itu. Dia melanjutkan di UT Austin dan menyelesaikan pendidikan dalam waktu tujuh semester dengan GPA 3,97.

Dia bekerja di Andersen Consulting sebelum melanjutkan ke Kellog School of Management di Northwestern University, Chicago. Sesudah menamatkan program MBA prestisius dalam waktu setahun, dia bekerja di AT Kearney selama tiga tahun, baru kemudian balik ke MarkPlus.

Sekarang dia adalah COO atau chief operating officer di MarkPlus. Dialah yang menuliskan empat elemen excellence setelah mempelajari berbagai literatur.

Pertama adalah commitment atau purpose. It is not about winning itself, but about paradigm to win! We must consciously choose excellence. Itu benar! Banyak orang yang terima hidup tenang dan cukup jadi medioker saja.

Nah, orang seperti itu tidak punya purpose untuk menang. Ya nggak pernah menang dan mana bisa menang? Karena itu, supaya bisa excellent, harus ada redefinisi paradigma dulu. Kedua adalah opening your gift atau ability. Every person in the world has the ability to be excellent in at least one area. See your inner potential.

Elemen kedua itu perlu. Sebab, tidak ada gunanya Anda punya paradigma untuk menang, tapi tidak punya ability. Diingatkan, tiap-tiap orang sebenarnya diberi Tuhan kemampuan paling tidak di satu area. Carilah dan kembangkan! Karena lanskap berubah terus, ability pun harus dikembangkan terus. Kalau tidak, ya semakin tidak kompetitif dan akhirnya mana bisa excellent. Jadi, excellent bersifat dinamis.

Ketiga, being the best you can be atau motivation. It is not about talent. It is about getting the best shape possible given our God given potential. Artinya? Excellent sebenarnya bukan cuma talenta. Tuhan pasti sudah memberikan sesuatu untuk Anda. Maksimalkan yang ada itu supaya tercapai hasil yang optimal.

Keempat, continuous improvement. We must set the bar and continually raise it from time to time. Orang Jepang menyebutnya kaizen. Besok harus lebih bagus daripada hari ini. Jangan berpuas diri. Nah, excellent seperti itulah yang kami inginkan ada di MarkPluser. Kami tidak mungkin merekrut superstar semua. Tapi, orang biasa yang mau seperti itu akan membentuk suatu excellent organization!

Nah, grow with excellence itulah yang harus disambungkan dengan empat passion yang sudah dijelaskan kemarin (27/4). Tanpa passion yang kuat terhadap empat hal, yaitu knowledge, business, service, dan people, sama saja tidak ada profesionalisme dalam mencapai excellent growth tersebut.

Akhirnya, saya mengakhiri grow with excellence with professionalism tersebut dengan menggabungkannya dengan enam pilar karakter Josephson Institute of Ethics. Apa itu? Luar biasa! Saya menemukan enam pilar dari good character tersebut dan langsung jatuh cinta! Pertama, trustworthiness. Sebisanya, pilar itu dipupuk sejak anak berusia 4 sampai 6 tahun supaya tidak bohong dan berdusta. Berani membela kebenaran. Itulah karakter paling dasar.

Kedua adalah responsibility, yang sebaiknya diajarkan sejak umur 6 sampai 9 tahun. Di pilar tersebut ditanamkan sikap disiplin dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil untuk berpikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan konsekuensi.

Ketiga adalah respect. Yakni, dibiasakan memperlakukan orang lain dengan hormat. Mengikuti the golden rule: "Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan." Berlaku sopan dan jangan melukai orang lain. Sifat itu perlu ditanamkan sejak umur 9 sampai 11 tahun.

Keempat adalah fairness. Anak-anak umur 11 sampai 13 tahun perlu mulai menjiwai pillar itu agar belajar mengikuti aturan yang berlaku. Tidak berprasangka dan tidak sembarangan menyalahkan orang lain, juga berbagi dengan sesama.

Kelima adalah caring yang harus diterapkan sejak masa remaja. Inti pilar itu adalah bertindak dengan ramah dan peduli kepada orang lain. Memaafkan orang lain dan membantu mereka yang kesulitan.

Pilar keenam dan terakhir adalah citizenship yang dibangun sejak meninggalkan masa remaja dan mulai menjadi dewasa. Pilar itu berbicara mengenai berperan aktif dalam mengembangkan komunitas sekitar. Juga, bekerja sama dan bertetangga dengan baik, mematuhi hukum dan aturan, serta menghargai otoritas.

Nah, saya pengin supaya MarkPlus bisa mengadopsi enam pilar yang diakui secara internasional itu. Di US, bahkan polisi diajari enam karakter tersebut. Saya melihat, good character itu pasti didukung semua kitab suci agama apa pun. Saat ini dan seterusnya, karakter lebih penting daripada apa pun.

Kenapa Avatar laris manis? Saya membahasnya setelah nonton bareng Philip Kotler beserta keluarga, termasuk cucunya, pada 1 Januari 2010 di Long Boat Key, Florida. Itulah cara saya merayakan tahun baru yang unik. Hasil diskusi saya dengan Kotler balik kepada karakter tersebut. Penduduk Pandora yang kelihatan primitif padahal sangat high tech tersebut punya karakter terpuji.

Sedangkan orang bumi yang pengin ambil mineral di Pandora tapi akhirnya kalah dan balik ke bumi tidak punya karakter yang bagus. Sebuah film yang pas dengan spirit Marketing 3.0, di mana karakter adalah segalanya dalam bisnis.

Di MarkPlus, model untuk karakter adalah Jacky Mussry PhD. Arek Suroboyo tersebut anak orang terkenal zaman dulu, yaitu Charles Mussry, yang rumahnya sekarang jadi Plaza Surabaya di Jalan Pemuda. Pernah sekolah D-3 teknik sipil di ITS, kemudian S-1, S-2, dan S3-nya di Universitas Indonesia.

Bersama MarkPlus sejak 1997, dia memang benar-benar simbol karakter kami. Tidak pernah mau beli DVD bajakan, selalu bayar tilang di pengadilan, dan pakai software asli. Dulu dia adalah juara disc jockey se-Indonesia, mangkal di Elmi Surabaya. Sekarang dia adalah CKO atau chief knowledge officer di MarkPlus, merangkap dean of MarkPlus Institute of Marketing.

Tugasnya adalah mengoordinasikan pengembangan knowledge di MarkPlus di antara tiga divisi, yaitu consulting, research, dan education.

We are always proud of him! Jadi? Lengkaplah sudah!

Menjelang HUT ke-20 MarkPlus di acara MarkPlus Annual Gathering pada 12 Desember lalu, semua MarkPluser diminta menandatangani komitmen baru. Kami menyebutnya sebagai excellence-profesionalism-ethics atau EPE.

We must grow, but grow with excellence. Not only with excellence, but also with character. Jadi, lengkapnya grow with excellence with professionalism with character. Ringkasnya? Grow with character! (*)
Read More..

MarkPlus Mix: Passion for Knowledge, Business, Service, and People


Grow with Character! (98/100) Series by Hermawan Kartajaya
MarkPlus Mix: Passion for Knowledge, Business, Service, and People

KALAU Marketing Mix punya 4P, MarkPlus juga punya 4P. Tapi, isinya berbeda. Bukan product, price, place, dan promotion, tapi empat passion yang harus dipunyai oleh para MarkPlus-ers! Saya tulis sejak lima tahun lalu untuk memberikan guidance bagi setiap insan MarkPlus.

Passion pertama adalah passion for knowledge. Saya tulis ini sebagai yang pertama karena itulah "nyawa" MarkPlus. Mempunyai passion for knowledge artinya, semua orang harus mau mengembangkan diri terus-menerus.

Landscape yang berubah mengharuskan kita mengembangkan diri pula. Tanpa ini, MarkPlus hanya akan menjadi sebuah perusahaan yang "statis". Ini juga sejalan dengan apa yang saya lakukan selama ini. Pengembangan konsep marketing dari waktu ke waktu. Bahkan, bukan "reaktif", tapi "proaktif". Begitu melihat weak signal, kita selalu berani "ambil posisi".

MarkPlus selalu berusaha jadi trend-setter, bukan hanya bisa jadi follow the leader. Mengapa? Ya, karena sejak awal, MarkPlus sudah jadi pionir. Sementara belum ada yang percaya bahwa marketing diperlukan, MarkPlus sudah mulai. Bahkan, langsung meredefinisi pengertian marketing itu sendiri. Dari "fungsi" jadi "jiwa" perusahaan. MarkPlus selalu ahead of time.

Pada 1990-an, MarkPlus sudah membuat "Marketing Plus 2000". Sekarang di awal dekade ketiga milenium ketiga, MarkPlus sudah mengeluarkan New Wave Marketing yang akan benar-benar jadi marketing "baru" pada 2020!

Untuk mengonkretkan passion pertama ini, di kantor Jakarta, MarkPlus punya Philip Kotler Library dengan 3.000 plus buku marketing yang terus updated. Ditanggung merupakan perpustakaan marketing paling lengkap di Indonesia, jangan-jangan di ASEAN. Saya berani mengatakan ini karena saya tahu perpustakaan yang dipunyai Marketing Institute of Singapore dan berbagai kampus di sana.

MarkPlus juga tidak segan-segan memberikan scholarship pada yang "bisa" dan "dedikatif". Kita kirim orang ke Nanyang, MIT, sampai Kellogg sekalipun untuk mendapatkan master. Para researcher juga sudah beberapa kali mengikuti konferensi internasional di berbagai negara. Tapi, pembelajaran terbesar di MarkPlus adalah di "internal" kita sendiri.

Kita memang belajar dari jurnal, buku, majalah, konferensi, sekolah bisnis, tapi di MarkPlus semuanya diolah menjadi "Model" sendiri. Itulah yang membuat MarkPlus jadi unik dan otentik. Punya DNA tersendiri! We don't only read and teach other people's concept, but we also write and practice our own model!

I am a teacher but I am also a thinker! Saya paling gak suka disebut "motivator", karena saya adalah a composer who can sings!

Yang kedua adalah passion for business. Antara yang pertama dan kedua ini ada kaitan sangat erat. Saya merasa "MarkPlus is a Business Knowledge but also a Knowledge Business". Artinya?

Kita membuat model-model marketing yang sangat berguna untuk bisnis. Pada saat yang sama, kita juga bisnis yang bergerak di bidang knowledge, khususnya marketing. Jadi, ini untuk mempertegas bahwa MarkPlus dasarnya adalah perusahaan, bukan LSM. Semuanya harus ada perhitungan bisnisnya. Bahwa akhirnya, bisnis itu "berbaur" dengan LSM, itu sih urusan lain.

Karena itu pula, kita menganjurkan semua orang di MarkPlus supaya punya jiwa entrepreneur. Dengan ini, kita juga sekaligus menegaskan bahwa kita harus mengelola MarkPlus sebagai suatu perusahaan. Punya pesaing, punya pelanggan, juga menghadapi persaingan yang cukup ketat. Dari "atas" yang berupa MNC dan dari "bawah yang orang-orang lokal dan suka membanting harga! Sekaligus dengan passion kedua ini, MarkPlus akan fokus di bidang marketing knowledge business itu sendiri.

Passion for business saya tulis sebagai passion kedua setelah passion for knowledge karena knowledge comes first! Saya percaya, kalau kita "eat, sleep, and dream" with the "business knowledge" so the "knowledge business" akan berjalan dengan sukses. Jangan dibalik!

Ketiga adalah passion for service. Mengapa? Ya, karena MarkPlus adalah a service knowledge business. Kita tidak berada pada industri manufacturing. Karena itu, setiap orang MarkPlus harus bisa "melayani" pelanggan.

Servis di MarkPlus bukanlah after sales service, tapi harus benar-benar menjadi service with care. MarkPlus harus menjadi "garda terdepan" untuk urusan servis. Karena itulah, kita juga sudah punya dan siap mengembangkan Christopher Lovelock Center for Asian Service.

Kita juga bekerja erat dengan Prof Jochen Wirtz di NUS dan Ron Kaufman dari Up Your Service. Kita sedang mengembangkan model care yang sangat berbeda dengan service. Di MarkPlus, siapa pun orangnya, harus mau dan "berani" memberikan servis. Bukan melayani raja, tapi memberikan servis penuh kepedulian layaknya kepada seorang teman yang kita sayangi.

P keempat adalah passion for people. Kita ajari orang-orang MarkPlus untuk tidak look down ke bawah, tapi tidak "minder" ke atas. Selain itu, semuanya diharapkan supaya bisa "inklusif " ke kiri dan ke kanan.

Tidak ada gunanya memperhitungkan bangsa, suku, dan agama yang "vertikal". Semuanya dididik jadi horizontal citizen of the world. Antara passion ketiga dan keempat ini ada hubungan yang sangat erat juga. MarkPlus is a People-oriented Service and A Service-based People Organisation!

Kita adalah perusahaan jasa berbasis orang, bukan teknologi. Tapi, kita juga suatu organisasi yang terdiri atas manusia-manusia berbasis servis.

Nah, kalau keempat passion ini diintegrasikan jadi satu, itulah MarkPlus! Saya menjadi personal model untuk empat P itu di MarkPlus. Walaupun selalu "gagal sekolah", saya terus-menerus memburu dan mengembangkan pengetahuan.

Walaupun saya lahir di kampung sebagai anak pegawai negeri dan tidak punya keluarga wirausaha, saya terus mengembangkan bisnis sendiri. Walaupun sudah kelamaan jadi guru SMP dan SMA dan sampai sekarang pun punya jiwa "menggurui", saya berusaha keras untuk melayani orang sebisa-bisanya.

Walaupun A Senior Citizen Man dari sononya, saya berusaha keras untuk selalu berjiwa youth, sensitif seperti women dan tidak gaptek seperti netizen.

Taufik yang sudah bersama saya mulai 1995 menjadi model saya di MarkPlus. Dia juga berasal dari kampung Salatiga di Jawa Tengah yang dulu pernah sekolah di ITB selama setahun.

Tapi, kemudian dia lulus di FE UI Jurusan Akuntansi. Dia sekarang adalah lulusan Nanyang Fellows, suatu program master yang elite dari Nanyang Business School berkolaborasi dengan MIT.

Passion for Knowledge-nya sejak dari dulu luar biasa. Taufik adalah walking encyclopedia di MarkPlus, tempat orang lain bertanya. Sedangkan passion for business-nya berkembang pesat walaupun bukan dari keluarga pedagang.

Sekarang dia malah jadi chief business officer atau CBO di MarkPlus. Tugasnya mengembangkan bisnis MarkPlus secara keseluruhan. Passion for service-nya luar biasa. Dia selalu mengutamakan external customer ketimbang urusan internal.

Dia bisa dan mau dihubungi kapan saja. Dia selalu "rewel" pada hasil riset yang akan dipresentasikan kepada klien. Sedang passion for people-nya juga hebat. Taufik bisa berbicara dengan siapa saja. Seorang pemimpin yang dekat, tapi disegani anak buah. Taufik juga tidak pernah "minder" bertemu siapa pun. Mau menteri, CEO, atau siapa pun.

Di MarkPlus, Taufik adalah orang yang "paling" mirip dengan saya dalam hal 4P! Dan, 4P itulah yang membedakan MarkPlus dari organisasi lain yang sejenis. Karena 4P itulah, jiwa orang MarkPlus-er. Yang cocok akan stay terus di atas "kapal" MarkPlus. Yang nggak cocok, biasanya ya tidak akan lama bertahan.

Apa boleh buat, memang harus ada "pemurnian" dari waktu ke waktu. (*)
Read More..

Senin, 26 April 2010

Youth, Women, and Netizen are The New Wave Subcultures


Grow with Character! (97/100) Series by Hermawan Kartajaya
Youth, Women, and Netizen are The New Wave Subcultures

Pada 18 November 2009, saya tepat berusia 62 tahun. Tahun ketiga di era HK 3.0 yang dimulai ketika saya masuk ke usia 60 tahun. Tema kali ini adalah A Whole New Wave!

Artinya, saya mengusahakan untuk benar-benar bisa jadi a new wave person. Bukan jadi orang senior yang merasa punya masa lalu yang penuh perjuangan, lantas memaksakan pelajarannya kepada the youth. Harus sebaliknya, saya percaya bahwa pada saat ini, justru seniorlah yang harus belajar dari the youth. Sebab, the youth is the future!

Para marketer yang ingin memenangkan mind share haruslah memegang the youth. Azrul Ananda, putra Dahlan Iskan, adalah salah satu contoh konkret, bagaimana dia membuat dan mengembangkan DeTeksi, termasuk DBL-nya. Azrul adalah masa depan Jawa Pos. Pak Dahlan Iskan adalah orang yang membangun Jawa Pos dari reruntuhan sampai bisa sebesar sekarang. Tapi, tantangan ke depan sangat berbeda. Jawa Pos tetap terasa muda karena Azrul Ananda.

Selain itu, saya harus semakin sensitif seperti the women. Saya juga percaya bahwa women sebenarnya adalah yang akan menentukan arah dunia di masa depan. Bukan cuma ditandai munculnya beberapa perempuan sebagai pemimpin negara dan perusahaan, tapi saya tidak bisa membayangkan sebuah dunia tanpa perempuan.

Anda bisa? Women over men, is the soft power behind.

Inilah yang lebih dahsyat. Bagi orang marketing, kalau Anda mau menguasai market share, kuasailah women karena mereka membeli untuk family and friends. Sedangkan men membeli untuk dirinya sendiri.

Yang terakhir, saya harus berusaha terus menjadi netizen, bukan sekadar citizen! Saya percaya pada 2020 nanti sikap dan perilaku orang akan sangat berbeda dari sekarang. Orang mencari informasi, membeli barang, bermain, dan lain-lain lewat internet. Mereka akan makin suka bertemu dengan orang yang sangat berbeda karena di internet tidak ditanya dari mana, warga negara apa, suku apa, dan agama apa. Sedangkan citizen selalu merasa punya hak lebih hebat karena dia adalah warga negara, putra daerah, atau bahkan pribumi.

Pribumi baru di era new wave nanti adalah para netizen yang memegang paspor Facebook, Twitter, Google, dan Youtube! Atau mungkin yang lain lagi.

CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo adalah contoh nyata yang sudah melihat trend ini. Pak Agung berani berinvestasi besar-besaran di Kompas.com selagi Kompas masih sangat berjaya. Dia menggaungkan kedua media legacy dan new wave itu menjadi suatu kekuatan synergetic yang dahsyat.

Mengapa?

Karena Pak Agung percaya bahwa netizen kelak akan lebih powerful dibanding citizen. Untuk para marketer, kalau Anda ingin memenangkan heart share, menangkanlah hati para netizen. Sebab, mereka lebih berkomunikasi menggunakan hati di internet. Lihat bagaimana akhir dari kasus Bibit-Chandra dan Prita yang diselesaikan secara off-court.

Saya juga berkampanye di mana-mana bahwa youth, women and netizen are the three new wave subcultures yang harus dipegang kalau Anda mau melakukan new wave marketing.

Saya juga sangat percaya bahwa ketiga super communities tersebut akan menjadi fondasi bagi marketing pada 2010 dan selanjutnya. Itulah yang saya katakan di MarkPlus Conference pada 10 Desember 2009 di Pacific Place Jakarta.

Saya sendiri berharap bisa jadi a whole new wave person seperti itu, walaupun belum tentu bisa. Sejak memasuki Era HK 1.0 di usia 60 tahun, saya memang lebih banyak merenung untuk mencari terus makna hidup. Ternyata, saya memang manusia yang sangat lemah dan melakukan banyak kesalahan dalam perjalanan hidup ini.

Baik sebagai pribadi kepada teman-teman, di mana saya merasa sangat kurang banyak berbuat sesuatu. Juga sebagai seorang kepala keluarga, saya jauh dari sempurna. Sebagai pendiri MarkPlus, saya juga sering mengambil keputusan yang salah. Ya, tapi itulah saya, yang penuh kelemahan. Kata Confucius, setelah berusia 60 tahun, orang tidak boleh bersalah lagi dalam tindakan dan perilakunya. Tapi, saya tetap tidak bisa seperti itu.

Mudah-mudahan dengan menjadi a whole new wave person, saya akan bisa jadi lebih baik. Semangat saya untuk memberikan kontribusi kepada Indonesia lewat marketing pun semakin besar. Saya lahir, besar, hidup, dan akan mati di Indonesia. Negeri inilah yang memberi saya kesempatan untuk mendirikan MarkPlus yang akan ber-HUT ke-20 pada 1 Mei 2010 di Surabaya nanti.

Indonesia yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan konsep marketing, dari Marketing Plus 2000 versi 1 sampai 3 dan dilanjutkan sampai ke New Wave Marketing. Belum tentu itu akan terjadi kalau saya lahir, besar, dan hidup di negara lain.

Indonesia itu kaya, indah, dan ramah, serta memberikan kesempatan pada semua orang untuk berkembang. Karena itu pula, saat ini saya banyak membantu berbagai instansi. Sudah lima tahun saya menjadi penasihat ahli Kapolri dan mengajar di Sespati Polri. Saya juga satu-satunya orang nonmuslim yang ditunjuk Bank Indonesia untuk duduk di Komite Perbankan Syariah. Saya adalah Special Ambassador for Indonesia Tourism dari Depbudpar. Saya juga sering mengajar di Lembaga Administrasi Negara dan Departemen Luar Negeri.

Saya juga duduk di Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia, Dewan Sekolah SBM-ITB, ketua Tim Persiapan SBM-ITS dan Dewan Penyantun Universitas Katolik Soegiyapranata. Selain itu, saya beberapa kali membantu NU, Muhammadiyah, dan Pesantren Langitan.

Saya bersyukur kepada Prof Imam Robandi dari ITS, selaku Dikdasmen Muhammadiyah se-Jawa Timur yang pernah membawa saya menjadi keynote speaker di hadapan 7.500 guru di Universitas Muhammadiyah Malang. Dan, di situlah, Pak Din Syamsudin menobatkan saya sebagai "Ayatullah Marketing Indonesia".

Itu semua saya lakukan sebagai bagian dari giving back to the country kecil-kecilan, karena saya tidak mampu melakukan yang besar-besaran untuk Indonesia tercinta. Tapi, saya percaya, banyak orang seperti saya yang bisa berbuat lebih besar untuk Indonesia. (*)
Read More..

Minggu, 25 April 2010

Bali Mengungguli Kinabalu dengan New Wave Marketing


Grow with Character! (96/100) Series by Hermawan Kartajaya
Bali Mengungguli Kinabalu dengan New Wave Marketing

PROFESOR Sang Lee adalah seorang Korean American yang luar biasa. Dua saudaranya yang tinggal di Korea adalah pejabat tinggi negara, pernah jadi menteri segala. Sedangkan Sang Lee memilih tinggal di Amerika dan menjadi profesor bidang operational research yang disegani.

Kali pertama saya diperkenalkan oleh Prof Hooi Den Huan pada 2008, Sang Lee sudah menyelenggarakan Pan Pacific Management Conference 25 kali berturut-turut tiap tahun! Berpindah-pindah tempat, dari satu kota ke kota lain. Tiap tahun, ada sekitar 300-500 peserta -kebanyakan profesor- menyempatkan datang untuk berkumpul.

Membicarakan topik di bidang manajemen yang lagi in, baik di sesi pleno maupun sesi-sesi paralel. Setiap tahun ada ratusan riset akademis yang dipresentasikan oleh para profesor muda dan kandidat doktor.

Den Huan mengatakan kepada saya bahwa dirinya sudah ikut "keliling" Sang Lee lebih dari sepuluh tahun. "Very very good for networking, Hermawan."

"I am thinking to propose to him to organize it in Indonesia!" Wah, mendengar hal tersebut, saya terpanggil untuk menjadikan Indonesia tuan rumah. Why not?

Kita kan perlu mengekspos lebih banyak akademisi dan peneliti Indonesia ke panggung internasional. Sambil menjual MICE atau meeting, incentive, conference, and exhibition. Sudah beberapa tahun, para pengajar Sekolah Bisnis dan Manajemen atau SBM ITB ikut aktif di Asia Pacific Management Conference.

Sejak didirikan dulu, saya memang diajak aktif oleh Pak Kuntoro Mangkusubroto, yang sekarang menjadi ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Prof Ir Surna Tjahja Djajadiningrat MSc PhD.

Saya memperkenalkan Den Huan untuk juga ikut duduk sebagai international advisor di SBM ITB. Den Huan juga yang memperkenalkan Sang Lee ke SBM ITB. Bahkan, Sang Lee pernah datang ke Bandung sebagai tamu SBM ITB.

Jadi, dia pernah melihat Indonesia on the spot, tapi belum berpikir menyelenggarakan konferensi tahunannya di Indonesia. Terlalu banyak yang menawari Sang Lee untuk jadi host tiap tahun.

Waktu itu kota penyelenggara untuk konferensi ke-27 pada 2010 belum ditentukan. Tapi, Sang Lee sudah "biasa" memilih Malaysia. Sebagai alternatif, saya menawarkan Bali kepada Sang Lee lewat Den Huan. Maklum, saya belum pernah bertemu muka dengan Sang Lee pada 2007.

Kami baru berkomunikasi lewat e-mail. Mendengar kata Bali, dia langsung tertarik untuk mempertimbangkannya. Dia bilang akan meninjau dan membandingkan Kota Kinabalu atau KK dengan Bali. Wah, itu tantangan buat saya! Saya langsung menghubungi Menbudpar Jero Wacik untuk minta dukungan. Pak Jero Wacik sangat mendukung dan langsung menghubungkan saya dengan Dirjen Pemasaran Dr Sapta Nirwandar.

Pak Sapta meminta Direktur MICE Nia Niscaya untuk mendalami masalah itu. Ibu Nia kebetulan adalah arek Suroboyo yang juga Bonek. Kami berdua lantas mengatur strategi untuk memenangkan persaingan dengan KK.

Sebelum meninjau Bali, Sang Lee dijamu habis-habisan di KK. Saya mendapatkan info dari Den Huan bahwa di situ Sang Lee diajak makan malam oleh keluarga sultan. Sang Lee sebenarnya sudah sangat tertarik untuk memilih KK sebelum terbang ke Bali.

Saya tidak mau menyerah, tentunya! Saya, Den Huan, dan Nia menunggu Sang Lee di Bandara Ngurah Rai malam hari. Kami langsung bawa dia untuk makan malam di Warisan, Seminyak.

Saya sengaja mengundang Rachel Lovelock, adik Prof Christopher Lovelock, yang sudah lama tinggal di Bali. Maksudnya? Dia bisa menceritakan betapa amannya Bali walaupun pernah dibom dua kali!

Ibu Nia juga bercerita bahwa Warisan adalah kepunyaan orang bule yang menikah dengan orang Indonesia. Yang makan malam waktu itu hampir semuanya bule!

Itulah moment of truth pertama untuk menetralkan negative feeling Sang Lee sebagai customer. Malam itu, secara terus terang dia bilang lebih safe menyelenggarakan even tersebut di Malaysia karena dua alasan. Pertama, iklan Truly Asia sangat gencar. Maka, para peserta tahunannya lebih tahu Malaysia ketimbang Indonesia.

Kedua, orang tahu nama Bali, tapi takut karena ada dua kali bom, terutama orang Amerika! Itulah yang dalam marketing disebut sebagai anxiety and desire, yang belum tentu mau diucapkan, demi sopan santun.Anda pernah nonton The Invention of Lying? Orang jadi sering melakukan white lie demi sopan santun dan kelihatan gentleman. Tapi, bagi orang marketing, justru itulah yang harus dicari!

Saya juga dengar dari Den Huan bahwa Sang Lee gila golf. Di KK, Sang Lee sudah diajak melihat beberapa lapangan golf. Karena itu, besoknya, dari tempat menginapnya di Grand Hyatt Nusa Dua, saya ajak dia melihat golf course yang pas berada di sebelahnya.

Di Nusa Dua, dia juga meninjau dua tempat konferensi, yaitu Grand Hyatt dan Sheraton. Saya lihat wajah Sang Lee mulai berubah. Mungkin dia tidak pernah menyangka bahwa Bali bukan hanya tempat main-main, tapi juga bisa digunakan untuk koferensi.

Setelah peninjauan, kami mengajak dia ke Ubud. Perkenalan de­ngan keluarga Puri Ubud sangat mengesankan! Terus terang, itu bertujuan mengimbangi pertemuannya dengan keluarga sultan di KK. Saya berani memastikan bahwa Ubud punya kesakralanyang lebih berkelas dunia. Yang lebih mengesankan buat Sang Lee, dia kami minta berbicara di depan pejabat Pemda Gianyar, anak buah Dr Tjokorda Oka Sukawati yang juga bupati di sana.

Wah, dia lantas merasa menjadi orang penting, kan? Malamnya, kami ajak dia dinner di Restoran Mozaic. Tempat itu juga dipunyai bule yang beristri wanita Indonesia. Mozaic memang masuk dalam daftar restoran kelas dunia.

Malam kedua, dia kami atur untuk tidur di Royal House atau vila VVIP di Royal Pita Maha, hotel milik keluarga Ubud. Paginya, saya ajak dia beryoga di tepi Sungai Ayung yang memang mengalir di dalam hotel. Dia juga kami ajak makan pagi di tepi Sungai Ayung sambil melihat orang-orang rafting, yang memang melewati Royal Pita Maha.

"Wow, it is amazing. I never had an experience like this!" ucap dia. Saya melihat, "angin" mulai berbalik. Ibu Nia waktu itu langsung menyambar kesempatan tersebut dengan menawarkan diri untuk mensponsori Indonesia Cultural Nite di farewell party konferensi ke-27 di Sen Zhen!

The timing is very right!

Kalau ditawarkan pada hari pertama, percuma karena feeling Sang Lee masih di KK. Yang lebih meyakinkan Sang Lee, dirinya melihat saya makan babi guling Ibu Oka berdampingan dengan Ibu Nia yang makan nasi ayam kadewatan!

Di situ saya punya kesempatan untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara berdasar agama, melainkan Pancasila. Itulah keunikan Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia. Kayaknya, penjelasan itulah yang ditunggu-tunggu Sang Lee. Tapi, dia tidak berani bertanya karena sensitivitas.

Sekali lagi, orang marketing harus bisa membaca pikiran pelanggan. Sebab, sering orang menolak membeli bukan dengan alasan sesungguhnya. Melainkan, dia belum melihat jawaban atas pertanyaan yang disimpannya dalam hati.

Dalam perjalanan ke Bandara Ngurah Rai, saya mengajak Sang Lee mampir ke Ritz-Carlton Jimbaran yang juga the best Ritz in the world. Di situ Sang Lee enjoy dengan fasilitas hidroterapi yang terbesar di dunia! Ibu Nia pun ikut terjun ke kolam! Sebuah pengorbanan dari direktur MICE yang mau turun ke lapangan sampai segitunya. Apalagi, kan hal itu sangat langka untuk seorang wanita muslim. Tapi, itulah yang membuat Sang Lee sangat bahagia sekaligus terharu.

Melihat betapa ngototnya kami mempromosikan Bali. Dia sudah tidak mempersoalkan bom lagi ketika mengatakan yes sebelum meninggalkan Bali. Itulah the real country marketing story yang saya lakukan demi merebut 500 profesor datang ke Bali pada 30 Mei sampai 3 Juni 2010!

It is a low budget, high impact marketing.

Sepulang dari Bali, mereka semua adalah profesor yang akan jadi promotor untuk semua mahasiswa yang berjumlah ribuan!

And very new wave too. Tidak pakai iklan, melainkan pendekatan komunitas. Bahkan, pasti lebih ampuh daripada iklan! Susah dan capai karena harus kreatif, tapi menyenangkan.

Saya sekarang punya banyak teman di bidang kebudayaan dan pariwisata karena Pak Sapta selaku Dirjen Pemasaran suka melakukan new wave marketing!

Pada 27 Mei 2009, tepat HUT ke-78 Philip Kotler, saya dan Kotler dilantik sebagai special ambassador for Indonesia Tourism oleh Menbudpar Jero Wacik di Galeri Nasional Jakarta. Kami adalah duta kedua dan ketiga sesudah Bill Gates! (*)
Read More..

Sabtu, 24 April 2010

Dari Mayo Clinic ke University of Nebraska: New Life, New Wave!


Grow with Character! (95/100) Series by Hermawan Kartajaya
Dari Mayo Clinic ke University of Nebraska: New Life, New Wave!

AWAL 2008, saya diajak Stephanie, anak perempuan saya, untuk check-up di Mayo Clinic. Memasuki usia ke-60 pada 18 November 2007, dengan tema In Search of Meaning, kesehatan menjadi penting. Tanpa kondisi fisik yang memadai, pencarian makna hidup dengan terus-menerus mencari akan terhenti. Karena itu, saya selalu menambahkan PQ atau kecerdasan memelihara kondisi fisik sebelum IQ, EQ, dan SQ.

Sejak kena diabetes pada usia 37 tahun lalu, sebetulnya saya jadi makin sadar kesehatan. Dulu tidak pernah berolahraga dan kerjanya cuma makan ngawur. Tapi, setelah kena, malah hati-hati dalam memilih makanan. Tapi, karena saya sangat addicted untuk joging, jadi sekarang lutut saya agak terganggu. Sudah tidak joging, hanya jalan cepat sekali-sekali.

Hampir setiap hari saya tes darah puasa. Kalau ketinggian jadi mengurangi intake, kalau kerendahan menambah intake. Dari pengalaman saya, kalau saya stick pada bento White Lotus untuk lunch dan dinner, selalu aman. Semua sudah terukur untuk kondisi saya.

Di Rochester, tempat Mayo Clinic, saya dinyatakan sehat setelah diperiksa tiga hari dari rencana lima hari! Dari situ, saya terbang ke Lincoln, ke kampus University of Nebraska. Saya jadi guest-scholar dan diminta menjadi pembicara di forum Global Leadership Institute yang didirikan Profesor Sang Lee.

Sang Lee juga merupakan chair of management department di sana selama lebih dari 25 tahun! Dia merupakan profesor yang sangat disegani karena sudah menulis banyak jurnal dan buku di bidang Operational Research.

Dalam forum yang berjumlah sekitar 30 profesor dan mahasiswa doktoral itulah, saya diminta ''mempertahankan'' konsep New Wave Marketing saya! Jadi, selain sudah di-''tes'' di Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Tokyo, New Wave Marketing juga dibicarakan di kalangan akademik di Amerika. Hebatnya, mereka tidak mau mendebat di metodologi risetnya, tapi langsung pada esensi ''horizontalisasi''-nya.

Dean of Business School yang merupakan bos Prof Sang Lee juga hadir. Di antara semua profesor yang hadir, ada satu yang sangat senior. Prof Fred Luthans! Dia spesialis di human resources, khususnya di organizational behaviour. Buku teksnya dipakai sekolah bisnis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Waktu forum akan dimulai, Sang Lee mengasih tahu saya bahwa ada Fred di situ. Tapi, dia sengaja gak mau kasih tahu yang mana. Dia khawatir saya akan terpengaruh akan senioritas Fred Luthans.

Dasar arek Suroboyo kan ''bonek''. Saya tetap aja presentasi dengan semangat seperti biasa. Semua lancar karena topik yang dibicarakan ya konsep hasil riset saya sendiri. Ya pasti saya yang paling menguasai. Ketika acara masuk ke tanya jawab, para profesor marketing malah diam. Mungkin mereka pilih safe karena tahu saya sudah menulis empat menjelang lima buku dengan Philip Kotler.

Yang banyak mendebat justru para kandidat doktor atau mahasiswa S-3 dari Tiongkok! Di mana-mana, mereka memang agresif, seringkali lebih agresif dari mahasiswa India. Mereka sekarang sangat pede di mana-mana karena Tiongkok lagi jadi the new superpower dan negara yang paling ''ditakuti'' AS saat ini. Tidak susah untuk meladeni mereka. Sebab, bagaimanapun, mereka akan respect pada orang yang lebih senior. Ajaran Confucius kan?

Sebelum acara ditutup Prof Sang Lee, ada seorang profesor senior yang sebelumnya diam saja angkat bicara. Dia menyatakan yakin bahwa konsep New Wave Marketing ini akan jadi konsep masa depan! Begitu dia selesai bicara, semua bertepuk tangan dan pertemuan ditutup!

Setelah itu, saya baru tahu bahwa itulah Profesor Fred Luthans! Profesor management yang paling disegani di University of Nebraska selain Prof Sang Lee. Dia mendekati saya dan membawa saya ke kamar kerjanya. Di situ, dia menceritakan hasil karyanya tentang Psychological Capital atau ''HERO'' yang masih sangat akademik. ''I want you to work with me to write a book about my model for Marketing. But in a practical way!''

Jadi, dia sadar bahwa jurnal-jurnal yang hanya dibaca di kalangan akademik tidak bisa membawa konsep HERO-nya yang bagus itu ke dunia praktis! Saya bilang pasti saya akan suka bekerja sama dengan dia, tapi masih ''antre''. Kan, masih harus menerbitkan New Wave Marketing bersama Philip Kotler sebagai buku keenam!

Konsep HERO berarti hope, efficacy, resiliency, dan optimism yang sudah ada alat pengukurnya. Dia sudah membuktikan secara ilmiah bahwa siapa pun yang HERO-nya lebih tinggi akan lebih hebat juga produktivitas, kreativitas, bahkan kesehatannya.

Saya melihat bahwa HERO cocok untuk self motivational tool bagi para marketer di era horizontal yang semakin sulit ini. Jangan tunggu dimotivasi orang lain, tapi ukurlah derajat HERO Anda dan tingkatkan sendiri! Itulah idenya.

Beberapa bulan setelah acara di Nebraska itu, saya diundang Prof Sang Lee untuk menghadiri Pan Pacific Management Conference di Sen Zhen. Di situ, ternyata saya diberi Distinguished Global Leadership Award dari Pan Pacific Business Association, University of Nebraska. Penghargaan tertinggi mereka yang biasanya hanya diberikan pada para profesor! Karena itu, saya semakin yakin bahwa New Wave Marketing adalah konsep yang solid untuk masa depan.

Pada 18 November 2008, saya merayakan HUT ke-62. Temanya jadi New Life, New Wave! Saya sudah menemukan makna hidup yang dicari setahun lalu. Apa itu? Tidak boleh menempatkan diri di atas orang lain, tapi juga tidak perlu di bawah orang lain. Tahun depan, saya akan ke Mayo Clinic lagi! (*)
Read More..

Jumat, 23 April 2010

Plant breeding breakthrough: Offspring with genes from only one parent

Plant Breeding Breakthrough: Offspring With Genes from Only One Parent

ScienceDaily (Mar. 25, 2010) — A reliable method for producing plants that carry genetic material from only one of their parents has been discovered by plant biologists at UC Davis. The technique, to be published March 25 in the journal Nature, could dramatically speed up the breeding of crop plants for desirable traits.

The discovery came out of a chance observation in the lab that could easily have been written off as an error.

"We were doing completely 'blue skies' research, and we discovered something that is immediately useful," said Simon Chan, assistant professor of plant biology at UC Davis and co-author on the paper.

Like most organisms that reproduce through sex, plants have paired chromosomes, with each parent contributing one chromosome to each pair. Plants and animals with paired chromosomes are called diploid. Their eggs and sperm are haploid, containing only one chromosome from each pair.

Plant breeders want to produce plants that are homozygous -- that carry the same trait on both chromosomes. When such plants are bred, they will pass the trait, such as pest resistance, fruit flavor or drought tolerance, to all of their offspring. But to achieve this, plants usually have to be inbred for several generations to make a plant that will "breed true."

The idea of making a haploid plant with chromosomes from only one parent has been around for decades, Chan said. Haploid plants are immediately homozygous, because they contain only one version of every gene. This produces true-breeding lines instantly, cutting out generations of inbreeding.

Existing techniques to make haploid plants are complicated, require expensive tissue culture and finicky growing conditions for different varieties, and only work with some crop species or varieties. The new method discovered by Chan and postdoctoral scholar Ravi Maruthachalam should work in any plant and does not require tissue culture.

Ravi and Chan were studying a protein called CENH3 in the laboratory plant Arabidopsis thaliana. CENH3 belongs to a group of proteins called histones, which package DNA into chromosomes. Among the histones, CENH3 is found only in the centromere, the part of the chromosome that controls how it is passed to the next generation.

When cells divide, microscopic fibers spread from each end of the cell and attach at the centromeres, then pull the chromosomes apart into new cells. That makes CENH3 essential for life.

Ravi had prepared a modified version of CENH3 tagged with a fluorescent protein, and was trying to breed the genetically modified plants with regular Arabidopsis. According to theory, the cross should have produced offspring containing one mutant gene (from the mother) and one normal gene (from the father). Instead, he got only plants with the normal gene.

"At first we threw them away," Chan said. Then it happened again.

Ravi, who has a master's degree in plant breeding, looked at the plants again and realized that the offspring had only five chromosomes instead of 10, and all from the same parent.

The plants appear to have gone through a process called genome elimination, Chan said. When plants from two different but related species are bred, chromosomes from one of the parents are sometimes eliminated.

Genome elimination is already used to make haploid plants in a few species such as maize and barley. But the new method should be much more widely applicable, Ravi said, because unlike the process for maize and barley, its molecular basis is firmly understood.

"We should be able to create haploid-inducing lines in any crop plant," Ravi said. Once the haploid-inducing lines are created, the technique is easy to use and requires no tissue culture -- breeders could start with seeds. The method would also be useful for scientists trying to study genes in plants, by making it faster to breed genetically pure lines.

After eliminating half the chromosomes, Chan and Ravi had to stimulate the plants to double their remaining chromosomes so that they would have the correct diploid number. Plants with the haploid number of chromosomes are sterile.

The research also casts some interesting light on how species form in plants. CENH3 plays the same crucial role in cell division in all plants and animals. Usually, such important genes are highly conserved -- their DNA is very similar from yeast to whales. But instead, CENH3 is among the fastest-evolving sequences in the genome.

"It may be that centromere differences create barriers to breeding between species," Chan said. Ravi and Chan plan to test this idea by crossing closely-related species.

The work was supported by a grant from the Hellman Family Foundation.


Read More..

Made in Indonesia, Tested in Asia, Published in US!


Grow with Character! (94/100) Series by Hermawan Kartajaya
Made in Indonesia, Tested in Asia, Published in US!

SUDAH menjadi kebiasaan saya untuk memulai suatu konsep marketing di Indonesia, mengujinya di Asia, dan menerbitkannya menjadi buku di Amerika bersama Philip Kotler. Setelah di-launch pada 2008, konsep New Wave Marketing mendapat banyak tanggapan.

Masalahnya saya mulai menggunakan istilah 12-C untuk mentransformasi 9-E (elemen) yang vertikal. Keyakinan saya sangat kuat bahwa pada 2020 nanti key words yang berasal dari legacy marketing akan terdengar "menjijikkan".

Pada saat ini saja, sudah banyak yang menjalankan Community Based Marketing walaupun hanya "berganti nama". Masa mensponsori suatu even sudah dinamai menjalankan marketing berdasarkan komunitas? Kalau hanya begitu, ya namanya baru below the line (BTL).

Di era Legacy yang vertikal, ada istilah Above The Line (ATL) untuk komunikasi via media massa dan Below The Line (BTL) untuk yang bisa menghasilkan penjualan "lebih langsung" atau sponsorship.

Di New Wave Marketing yang horizontal, membentuk atau memilih komunitas bukan ATL atau BTL. It is totally different! Sebuah komunitas mempunyai Purpose, Identity dan Value (PIV) tersendiri. Anda mesti mengerti, menerima dan meng-adopt supaya bisa di-confirm jadi anggota, kalau tidak Anda tetap dianggap alien!

Kalau Anda membentuk komunitas sendiri, Anda bisa menetapkan PIV-nya. Dan, menyeleksi siapa yang mau di-confirm! Step Community-Confirmation yang merupakan 2C pertama "pengganti" Segmentation-Targeting ini merupakan "pintu masuk" untuk aktivitas selanjutnya.

Bagaimana dengan PDB yang merupakan anchor-nya sembilan elemen? Di New Wave Marketing, PDB jadi "Triple C" yaitu Clarification-Cofication-Character! Nah, kalau Anda sudah ada "di dalam" suatu komunitas, Anda bisa berinteraksi dengan semua anggota komunitas. Lakukan kegiatan branding ada di sini, tapi dengan tidak "menembak secara vertikal". Di zaman New Wave, tidak ada yang mau jadi "sasaran tembak".

Gone are the Days that Marketers are Snipers! Marketers are "Story Tellers","Script Writers" even "Directors" now!

Saya membayangkan di Disney, ada karakter Mickey Mouse, Mini Mouse, Donald Duck, dan lain-lain. Masing masing authentic diferensiasinya! Dan, dari sikap dan perilakunya, orang sudah clear akan DNA masing-masing.

Jadi, Triple C-nya Mickey Mouse memang berbeda dengan Triple C-nya Donald Duck. Ini saatnya para marketer belajar dari para novelis untuk meng-"hidup"-kan berbagai karakter dalam satu cerita. Wow! Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kan?

Sedangkan marketing mix yang biasanya disebut 4P sekarang disebut 4C: Co-creation, Currency, Communal Activation, dan Conversation! Sekali Anda ada "di dalam" komunitas, Anda bisa mengembangkan produk bareng-bareng dengan komunitas. Dengan demikian, kemungkinan gagal waktu di-launch lebih kecil.

Harga akan berbeda-beda menurut dimensi time and space, bahkan individual. Bagaikan Currency yang nilainya floating bergantung pada berbagai aspek. Supply, Ddemand, intervensi, politik ,dan sebagainya. Karena itu, currency bisa menghasilkan harga yang no-price alias free sampai price-less atau tak ternilai! Bukan sekadar menaikkan harga atau memberikan diskon seperti di era legacy marketing.

Place harus dipakai untuk A place, virtual or real one, should activate the community. Makin sering tempat Anda mengadakan aktivitas, semakin bagus. Sedang promotion jelas akan ditolak pada 2020 dan harus diganti dengan A fair conversation! Selling harus juga berubah jadi A fair commercialisation yang win-win untuk kedua belah pihak.

Selanjutnya service jadi care sering disalahartikan. Banyak orang yang mengubah kata customer cervice menjadi customer care, padahal kelakuannya sama saja. Peduli berarti menempatkan customer bukan "di atas" marketer, tapi menempatkan customer sebagai seorang kawan, bahkan soulmate kalau bisa. Bukan memberikan yang "terhebat", tapi yang "terbaik" untuk pelanggan. Bukan memberikan "variasi", tapi membantu pelanggan untuk "memilih" yang terbaik.

Terakhir, process berubah menjadi collaboration yang bisa dilakukan bukan dengan pelanggan saja, tapi "wajib" dilakukan dengan pihak lain, termasuk dengan pesaing bila perlu.

Nah, jumlahnya 12 C kan yang berbeda sama sekali dari 9 elemen, bukan sekadar "istilah baru". Akhir tahun lalu pada 10 Desember 2009, juga di MarkPlus Conference di Pacific Place Jakarta, saya menyempurnakan lagi 12 C itu dengan CONNECT!

Connect ini juga merupakan nama buku yang saya tulis bersama dengan Waizly Darwin dan para pembaca Kompas. Di situ saya mengatakan bahwa Connect merupakan prasyarat awal sebelum menjalankan 12 C! Letaknya ada di tengah model Landscape 4C (Change, Competitor, Customer, Company ).

Artinya? Sebelum berpikir komunitas, Anda harus punya sebuah Always On Paradigm! Ada tiga tingkat Connect! Pertama saya sebut mobile-connect. Ini syarat awal, artinya ke mana pun Anda pergi harus siap connect dengan tiga C lainnya yaitu: Customer, Change Agent, bahkan Competitor! Kalau enggak? Anda pasti akan outdated! Anda juga harus well-connected dan siap 24/7!

Kedua, yang saya sebut sebagai experiential connect atau deep connection. Anda wajib pernah punya experience bersama, baik online, kalau bisa offline dengan beberapa orang yang Anda anggap penting untuk "masuk lebih dalam".

Dan, yang terakhir saya sebut sebagai social connect atau strong connectivity! Untuk beberapa orang pilihan, Anda perlu "masuk" ke komunitas mereka.

Nah, di sinilah "sambungan" untuk masuk 12 C lewat C pertama, yaitu Community! Pada New Wave Marketing, sudah tidak ada ATL dan BTL lagi. Yang ada ON-LINE dan OFF-LINE ! Online untuk meng-create excitement, sedangkan offline untuk intimacy.

Jadi, New Wave Marketing sama sekali bukan hanya ONLINE, tapi juga OFFLINE. Bukan juga digital marketing, tapi sebuah pemikiran baru untuk memosisikan pelanggan sejajar dengan marketer. Tidak "di bawah", tapi juga tidak perlu "di atas"! Semua ini dijelaskan secara detail di buku New Wave Marketing dan Connect terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Inilah yang saya sebut sebagai "diracik" di Indonesia. Tapi juga sudah "dites" untuk dapat feedback di berbagai kota Asia di berbagai kesempatan. Hasilnya sangat positif. Langkah terakhir? Diterbitkan di Amerika bersama Philip Kotler lagi sebagai buku saya keenam! (*)

Read More..

Kamis, 22 April 2010

Dakwah vs Menakut-nakuti


Dakwah vs Menakut-nakuti
Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri

Seorang kawan budayawan dari satu daerah di Jawa Tengah yang biasanya hanya SMS-an dengan saya, tiba-tiba siang itu menelpon. Dengan nada khawatir, dia melaporkan kondisi kemasyarakatan dan keagamaan di kampungnya.

Keluhnya antara lain,“Kalau ada kekerasan di Jakarta oleh kelompok warga yang mengaku muslim terhadap saudara-saudaranya sebangsa yang mereka anggap kurang menghargai Islam, mungkin itu politis masalahnya. Tapi ini di kampung, Gus, sudah ada kelompok yang sikapnya seperti paling Islam sendiri. Mereka dengan semangat jihad, memaksakan pahamnya ke masyarakat. Sasarannya jamaah-jamaah di masjid dan surau. Rakyat pada takut. Bahkan, na’udzu billah, Gus, saking takutnya ada yang sampai keluar dari Islam. Ini bagaimana? Harus ada yang mengawani masyarakat, Gus. NU dan Muhammadiyah kok diam saja ya?”

Kondisi yang dilaporkan kawan saya itu bukanlah satu-satunya laporan yang saya terima. Ya, akhir-akhir ini sikap perilaku keberagamaan yang keras model zaman Jahiliyah semakin merebak. Hujjah-nya, tidak tanggung-tanggung seperti membela Islam, menegakkan syariat, amar makruf nahi munkar, memurnikan agama, dsb. Cirinya yang menonjol : sikap merasa benar sendiri dan karenanya bila bicara suka menghina dan melecehkan mereka yang tidak sepaham. Suka memaksa dan bertindak keras dan kasar kepada golongan lain yang mereka anggap sesat. Seandainya kita tidak melihat mereka berpakaian Arab dan sering meneriakkan “Allahu Akbar!”, kita sulit mengatakan mereka itu orang-orang Islam. Apalagi bila kita sudah mengenal pemimpin tertinggi dan panutan kaum muslimin, Nabi Muhmmad SAW.

Seperti kita ketahui, Nabi kita yang diutus Allah menyampaikan firman-Nya kepada hamba-hamba-Nya, adalah contoh manusia paling manusia. Manusia yang mengerti manusia dan memanusiakan manusia. Rasulullah SAW seperti bisa dengan mudah kita kenal melalui sirah dan sejarah kehidupannya, adalah pribadi yang sangat lembut, ramah dan menarik. Diam dan bicaranya menyejukkan dan menyenangkan. Beliau tidak pernah bertindak atau berbicara kasar.

روى البخاري عن أنس رضي الله عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم سبابا ولا لماما ولا فاحشا
Sahabat Anas r.a yang lama melayani Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan imam Bukhari, menuturkan bahwa Rasulullah SAW bukanlah pencaci, bukan orang yang suka mencela, dan bukan orang yang kasar.

وروى الترمذي عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاحشا ولا متفاحشا ولا صخابا في الأسواق
Sementara menurut riwayat Imam Turmudzi, dari sahabat Abu Hurairah r.a: Rasulullah SAW pribadinya tidak kasar, tidak keji, dan tidak suka berteriak-teriak di pasar.

Ini sesuai dengan firman Allah sendiri kepada Rasulullah SAW di Q. 3: 159, “Fabima rahmatin minallaahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhalqalbi lanfadhdhuu min haulika …” , Maka disebabkan rahmat dari Alllah, kamu lemah lembut kepada mereka. Seandainya kamu berperangai keras berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…”

Jadi, kita tidak bisa mengerti bila ada umat Nabi Muhammad SAW, berlaku kasar, keras dan kejam. Ataukah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka yang begitu berbudi, lemah- lembut dan menyenangkan; atau mereka mempunyai panutan lain dengan doktrin lain.

Atau mungkin sikap mereka yang demikian itu merupakan reaksi belaka dari kezaliman Amerika dan Yahudi/Israel. Kalau memang ya, bukankah kitab suci kita al-Quran sudah mewanti-wanti, berpesan dengan sangat agar kita tidak terseret oleh kebencian kita kepada suatu kaum untuk berlaku tidak adil. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak-penegak kebenaran karena Allah (bukan karena yang lain-lain!), menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Baca Q. 5: 9).

Hampir semua orang Islam mengetahui bahwa Rasulullah SAW diutus utamanya untuk menyempurnakan budi pekerti. Karena itu, Rasulullah SAW sendiri budi pekertinya sangat luhur (Q. 68: 4). Mencontohkan dan mengajarkan keluhuran budi. Sehingga semua orang tertarik . Ini sekaligus merupakan pelaksanaan perintah Allah untuk berdakwah. Berdakwah adalah menarik orang bukan membuat orang lari. (Baca lagi Q. 3: 159!). Bagaimana orang tertarik dengan agama yang dai-dainya sangar dan bertindak kasar tidak berbudi?

Melihat perilaku mereka yang bicara kasar dan tengik, bertindak brutal sewenang-wenang sambil membawa-bawa simbol-simbol Islam, saya kadang-kadang curiga, jangan-jangan mereka ini antek-antek Yahudi yang ditugasi mencemarkan agama Islam dengan berkedok Islam. Kalau tidak, bagaimana ada orang Islam, apalagi sudah dipanggil ustadz, begitu bodoh: tidak bisa membedakan antara dakwah yang mengajak orang dengan menakut-nakuti yang membuat orang lari. Bagaimana mengajak orang mengikuti Rasulullah SAW dengan sikap dan kelakuan yang berlawanan dengan sikap dan perilaku Rasulullah SAW?
Read More..

Hanya Ada New Wave Marketing Mulai 1 Januari 2020


Grow with Character! (93/100) Series by Hermawan Kartajaya
Hanya Ada New Wave Marketing Mulai 1 Januari 2020

BUKU The World is Flat tulisan Thomas Friedman layaknya The New New Testament. Semacam perjanjian paling baru bagi setiap orang di bumi bahwa situasi sudah berubah total. Friedman bukan profesor dari sekolah bisnis top dunia, melainkan hanya seorang wartawan yang berkeliling dunia. Di mana-mana dia mengamati dan menemukan bahwa globalisasi sudah mencapai era 3.0.

Era 1.0 adalah masa negara-negara adikuasa dari Eropa menguasai seluruh dunia. Indonesia termasuk jadi korbannya, jadi koloni Belanda selama 350 tahun! Era 2.0 adalah masa perusahaan adikuasa melanda dunia. Mereka mengkavling dunia menurut region-region sesuai dengan yang mereka mau. Pemerintah dipaksa memenuhi keringanan pajak yang diminta dengan dalih investasi. Para multinational company (MNC) malah diundang masuk ke suatu negara dengan ditawari macam-macam insentif.

Globalisasi 3.0 sudah dimulai. Setiap individu yang terhubung ke internet akan berkuasa. Perusahaan MNC dan negara takut terhadap power mereka.

Waktu Friedman menulis buku itu, Facebook, Google, Youtube, dan Twitter belum sekuat sekarang. Tapi, yang dia tulis tersebut benar dan semakin terbukti. Melampaui prediksi Alvin Toffler dalam bukunya, The Third Wave.

Itu sesuai dengan buku Marketing 3.0 yang berdasar transparansi. Dalam dunia datar yang dibayangkan oleh Friedman, negara dan perusahaan -yang biasanya menempatkan diri di atas individu- akan tidak berdaya. Kenapa? Sebab, individu yang terkoneksi satu sama lain oleh internet akan jadi kekuatan social networking yang dahsyat! Harus ada spirit transparansi.

Di dunia datar tersebut, orang sudah tidak membicarakan hal-hal yang vertikal, seperti bangsa, negara, suku, agama, usia, pekerjaan, bahkan status! Mereka terkoneksi sebagai citizen of the world. Mereka merupakan manusia dengan spirit yang sama. Yaitu, ingin bekerja sama, bermain bersama, dan berinteraksi bersama. Mereka saling tukar ide untuk suatu kehidupan dunia yang lebih baik.

Saya jadi ingat pada lirik Imagine dari John Lennon yang sejak dulu merindukan hal semacam itu. Luar biasa, kan? Nah, saya pun berpikir mengembangkan Marketing 3.0 pada tataran model pelaksanaan! Saya merasa sudah saatnya mentransformasikan model Marketing Plus 2000 yang jadi sustainable market-ing enterprise atau SME, yang merupakan versi 3.0 itu. Tapi, kali ini bukan jadi versi 4.0, melainkan berubah total.

Dari vertikal ke horizontal! Ketika intensif melakukan riset tentang cara menghorizontalkan sembilan elemen, saya ngobrol dengan Pak I Nyoman G. Wiryanata, director of consumer PT Telkom Indonesia. Dia bercerita, lanskap Telkom telah berubah dari legacy ke new wave.

Itu adalah istilah teknologi yang lazim digunakan di industri telekomunikasi. Mendadak saja, terjadi "Aha" di otak saya saat diskusi berlangsung. Lalu, saya bilang kepada Pak Nyoman bahwa saya sudah ketemu nama yang pas bagi suatu horizontal marketing!

New Wave Marketing! Wow! Saya suka nama itu! Pulang dari diskusi, saya googling kata new wave yang mengakibatkan saya semakin yakin bahwa itu adalah kata yang benar! Maka, saat itulah saya mulai menggarap dengan serius penghorizontalan sembilan elemen. Saya yakin bahwa sembilan elemen tersebut habis pada 2020! Kenapa? Sebab, sembilan elemen itu sudah semakin mahal dan tidak efektif lagi!

Bayangkan STP atau segmentation-targeting-positioning. Individu yang terkoneksi satu sama lain tersebut tidak mau di-STP-kan lagi! Mereka sudah berkomunitas, di mana marketer harus mampu diterima di situ untuk mengklarifikasikan siapa dirinya!

Sebab, STP jadi communitization, confirmation, dan clarification! Carilah komunitas-komunitas yang cocok atau bentuklah komunitas Anda sendiri. Kemudian, please confirmed that you are in the community. Komunitas tidak bisa ditarget. Sebab, para anggotanya solid, tidak seperti segmen yang loose.

Definisi positioning dari Al Ries dan Jack Trout akan gugur sendiri. Sebab, otak individu di komunitas tidak bisa dikerjai dengan iklan lagi. Yang bisa dilakukan, Anda harus masuk ke dalam komunitas untuk mengklarifikasi positioning yang Anda inginkan.

Bagaimana DMS di taktik? Diferensiasi jadi lebih susah pada era horizontal. Harus authentic supaya susah ditiru. Karena itu, saya menyebutnya sebagai codification of a DNA!

Produk sebaiknya diciptakan bersama pelanggan. Sebab, itu jadi co-creation. Price jadi currency karena floating kayak mata uang sesuai dengan intrinsic dan extrinsic value-nya. Place jadi communal activation. Sebab, hanya di tempat pengaktifan komunitas itulah terjadi channel informasi maupun penjualan.Promotion jadi conversation karena pelanggan sudah tidak mau diberi promosi lagi. Mereka lebih percaya dengan percakapan dalam komunitas sendiri. Selling jadi commercialization karena individu hanya mau melakukan a fair transaction. Mereka tidak suka jika dijadikan sasaran para salesman!

Pada BSP atau marketing value, juga terjadi transformasi. Sebuah brand akan jadi karakter! Sebuah brand yang dipaksakan masuk ke benak konsumen bakal susah diingat. Tapi, sebuah karakter yang khas akan diingat orang!

Service jadi care karena pelayanan sudah jadi generik. Orang sekarang menuntut kepedulian! Sedangkan process jadi collaboration. Kenapa? Sebab, sesuatu yang dilakukan sendiri akan jadi mahal. Mulai hulu sampai hilir, kolaborasi harus diupayakan dengan berbagai pihak.

Buku berbahasa Indonesia untuk new wave marketing yang sering saya sebut sebagai low budget high impact marketing tersebut sudah jadi best seller di Indonesia. Buku itu diluncurkan di MarkPlus Conference yang dihadiri 4.000 orang pada Desember 2008 di Pacific Place dan sekarang sudah dicetak ulang beberapa kali. Ketika saya menjelaskan kepada Philip Kotler, dia suka sekali. Bahkan, John Wiley minta ide tersebut digabung dengan konsep marketing 3.0!

Saya menolaknya dengan halus. Tapi, itulah rencana buku keenam saya bersama Kotler! Banyak yang belum percaya akan efektivitas new wave marketing saat ini walaupun trennya sudah jelas. Saya hanya bilang, "Saat Anda bangun pada 1 Januari 2020, sudah tidak ada lagi legacy marketing. Yang ada hanya new wave marketing!" (*)

Read More..

Rabu, 21 April 2010

Ulama-ulama Indonesia Di Haromain: Embrio NU di Indonesia


Banyak diantara kita yang kepaten obor, kehilangan sejarah, terutama generasi-generasi muda. Hal itupun tidak bisa disalahkan, sebab orang tua-orang tua kita, -sebagian jarang memberi tahu apa dan bagaimana sebenarnya Nahdlitul Ulama itu.

Karena pengertian-pengertian mulai dari sejarah bagaimana berdirinya NU, bagaimana perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan NU, bagaimana asal usul atau awal mulanya Mbah Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan NU dan mengapa Ahlus sunah wal jamaah harus diberi wadah di Indonesia ini.

Dibentuknya NU sebagai wadah Ahlu Sunah bukan semata-mata KH Hasyim Asy’ari ingin ber-inovasi, tapi memang kondisi pada waktu itu sudah sampai pada kondisi dloruri, wajib mendirikan sebuah wadah. Kesimpulan bahwa membentuk sebuah wadah Ahlus Sunah di Indonesia menjadi satu keharusan, merupakan buah dari pengalaman ulama-ulama Ahlu Sunah, terutama pada rentang waktu pada tahun 1200 H sampai 1350 H.

Pada kurun itu ulama Indonesia sangat mewarnai, dan perannya dalam menyemarakan kegiatan ilmiyah di Masjidil Haram tidak kecil. Misal diantaranya ada seorang ulama yang sangat terkenal, tidak satupun muridnya yang tidak menjadi ulama terkenal, ulama-ulama yang sangat tabahur fi ilmi Syari’ah, fi thoriqoh wa fi ilmi tasawuf, ilmunya sangat melaut luas dalam syari’ah, thoriqoh dan ilmu tasawuf. Dintaranya dari Sambas, Ahmad bin Abdu Somad Sambas. Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama-ulama besar seperti Kyai Tholhah Gunung jati Cirebon.

Kiai Tholhah ini adalah kakek dari Kiai Syarif Wonopringgo, Pekalongan. Muridnya yang lain, Kiai Syarifudin bin Kiai Zaenal Abidin Bin Kiai Muhammad Tholhah. Beliau diberi umur panjang, usianya seratus tahun lebih. Adik seperguruan beliau diantaranya Kiai Ahmad Kholil Bangkalan. Kiai kholil lahir pada tahun 1227 H. Dan diantaranya murid-murid Syeh Ahmad sambas yaitu Syekh Abdul Qodir Al Bantan, yang menurunkan anak murid, yaitu Syekh Abdul Aziz Cibeber Kiai Asnawi Banten. Ulama lain yang sangat terkenal sebagai ulama ternama di Masjidil Harom adalah Kiai Nawawi al Bantani.

Beliau lahir pada tahun 1230 H dan meninggal pada tahun 1310 H, bertepatan dengan meninggalnya mufti besar Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Ulama Indonesia yang lainnya yang berkiprah di Masjidil Harom adalah Sayid Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi, beliau diberi umur panjang, beliau meninggal pada usia 125. Tidak satupun pengarang kitab di Haromain; Mekah-Madinah, terutama ulama-ulama yang berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya sebelum ada pengesahan dari Sayidi Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi.

Syekh Abdul Qadir Al Bantani murid lain Syekh Ahmad bin Abdu Somad Sambas, yang mempunyai murid Kiai Abdul Latif Cibeber dan Kiai Asnawi Banten. Adapun ulama-alama yang lain yang ilmunya luar biasa adalah Sayidi Syekh Ubaidillah Surabaya, beliau melahirkan ulama yang luar biasa yaitu Kiai Ubaidah Giren Tegal, terkenal sebagai Imam Asy’ari-nya Indonesia.

Dan melahirkan seorang ulama, auliya besar, Sayidi Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja. Guru dari guru saya Sayidi Syekh Muhamad Abdul Malik. Yang mengajak Syekh Muhammad Ilyas muqim di Haromain yang mengajak adalah Kiai Ubaidah tersebut, di Jabal Abil Gubai, di Syekh Sulaiman Zuhdi. Diantaranya murid muridnya lagi di Mekah Sayidi Syekh Abdullah Tegal. Lalu Sayidi Syekh Abdullah Wahab Rohan Medan, Sayid Syekh Abdullah Batangpau, Sayyidi syekh Muhmmad Ilyas Sukaraja, Sayyidi Syekh Abdul Aziz bin Abdu Somad al Bimawi, dan Sayidi Syekh Abdullah dan Sayidi Syekh Abdul Manan, tokoh pendiri Termas sebelum Kiai Mahfudz dan sebelum Kiai Dimyati.


Dijaman Sayidi Syekh Ahmad Khatib Sambas ataupun Sayidi Syekh Sulaiman Zuhdi, murid yang terakhir adalah Sayidi Syekh Ahmad Abdul Hadi Giri Kusumo daerah Mranggen. Inilah ulama-ulama indonesia diantara tahun 1200 H sampai tahun 1350. Termasuk Syekh Baqir Zaenal Abidin jogja, Kyai Idris Jamsaren, dan banyak tokoh-tokoh pada waktu itu yang di Haromain. Seharusnya kita bangga dari warga keturunan banagsa kita cukup mewarnai di Haromain, beliau-beliau memegang peranan yang luar biasa. Salah satunya guru saya sendiri Sayyidi Syekh Abdul Malik yang pernah tinggal di Haromain dan mengajar di Masjidil Haram khusus ilmu tafsir dan hadits selama 35 tahun.

Beliau adalah muridnya Syekh Mahfudz Al Turmidzi. Mengapa saya ceritakan yang demikian, kita harus mengenal ulama-ulama kita dahulu yang menjadi mata rantai berdirinya NU, kalau dalam hadits itu betul-betul tahu sanadnya, bukan hanya katanya-katanya saja, jadi kita harus tahu darimana saja ajaran Ahli Sunah Wal Jamaah yang diambil oleh Syekh Hasyim Asy’ari.

Bukan sembarang orang tapi yang benar-benar orang-orang tabahur ilmunya, dan mempunyai maqomah, kedudukan yang luar biasa. Namun sayang peran penting ulama-ulama Ahlu Sunah di Haromain pada masa itu (pada saat Syarif Husen berkuasa di Hijaz), khsusunya ulama yang dari Indonesia tidak mempunyai wadah. Kemudian hal itu di pikirkan oleh kiai Hasyim Asy’ari disamping mempunyai latar belakang dan alasan lain yang sangat kuat sekali.


Menjelang berdirinya NU beberapa ulama besar kumpul di Masjidil Harom, -ini sudah tidak tertulis dan harus dicari lagi nara sumber-sumbernya, beliau-beliau menyimpulkan sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahlu Sunah Wal Jamaah. Akhirnya di istiharohi oleh para ulama-ulama Haromain, lalu mengutus Kiai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemui dua orang di Indonesia, kalau dua orang ini mengiakan jalan terus kalau tidak, jangan diteruskan. Dua orang tersebut yang pertama Habib Hasyim bin Umar Bin Toha Bin Yahya Pekalongan, yang satunya lagi Mbah kholil Bangkalan.

Oleh sebab itu tidak heran jika Mukatamar NU yang ke 5 dilaksanakan di Pekalongan tahun 1930 M. Untuk menghormati Habib Hasyim yang wafat pada itu. Itu suatu penghormatan yang luar biasa. Tidak heran kalau di Pekalongan sampai dua kali menjadi tuan rumah Muktamar Thoriqoh. Tidak heran karena sudah dari sananya, kok tahu ini semua sumbernya dari mana? Dari seorang yang soleh, Kiai Irfan. Suatu ketika saya duduk-duduk dengan Kiai Irfan, Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi. Kiai Irfan bertanya pada saya “kamu ini siapanya Habib Hasyim?”. Yang menjawab pertanyaan itu Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi; “ini cucunya Habib Hasyim Yai”.

Akhirnya saya di beri wasiat, katanya; ‘mumpung saya masih hidup tolong catat sejarah ini. Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ketempatnya Mbah Kiai Yasin, Kiai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Disitu diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan, lalu bersama Kiai Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, ‘Kyai Hasyim Asy’ari, silahkan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlu Sunah Wal Jamaah. Saya rela tapi tolong saya jangan ditulis’.

Itu wasiat Habib Hasyim, terus Kyai Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas. Kemudin Kiai Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan, kemudian Mbah Kyai kholi bilang sama Kyai Hasyim Asyari laksanakan apa niatmu saya ridlo seperti ridlonya Habib Hasyim tapi saya juga minta tolong, nama saya jangan ditulis.’ Kata Kiai Hasyim Asy’ari ini bagaimana kyai, kok tidak mau ditulis semua. Terus mbah Kiai Kholil menjawab kalau mau tulis silahkan tapi sedikit saja. Itu tawadluknya Mbah Kyai Ahmad Kholil Bangkalan. Dan ternyata sejarah tersebut juga dicatat oleh Gus Dur.

Inilah sedikit perjalanan Nahdlotul Ulama. Inilah perjuangan pendiri Nahdlotul ulama. Para pendirinya merupakan tokoh-tokoh ulama yang luar biasa. Makanya hal-hal yang demikian itu tolong ditulis, biar anak-anak kita itu tidak terpengaruh oleh yang tidak-tidak, sebab mereka tidak mengetahui sejarah. Anak-anak kita saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU itu? Apa sih Ahlu Sunah itu? La ini permasalahan kita. Upaya pengenalan itu yang paling mudah dilakukan dengan memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya foto Hadrotu Syekh Kiai Hasyim Asy’ari. (Disampaikan pada Harlah NU di Kota Pekalongan. Hly.net/ Nzr/Tsi/update-inkanzus)
Read More..

Marketing 3.0: Dari Buku Wiley and Sons di Amerika Sampai ke Museum Puri Lukisan di Ubud


Grow with Character! (92/100) Series by Hermawan Kartajaya
Marketing 3.0: Dari Buku Wiley and Sons di Amerika Sampai ke Museum Puri Lukisan di Ubud

PROSES berpikir untuk mengembangkan konsep marketing yang sejalan dengan zaman bagi saya tidak pernah berhenti. Hal itu tidak bisa terlepas dari perkembangan MarkPlus.

Marketing 3.0 buat saya punya arti tersendiri. Terutama, ketika saya memasuki usia 60 tahun pada 18 November 2007. Mulai saat itu, saya sadar bahwa saya sudah memasuki suatu life stage berikutnya. Bisa-bisa the last life stage. Karena itu, saya mulai menetapkan tema untuk diri sendiri tiap tahun. Khusus tahun ke-60 tersebut, saya menetapkan tema In Search of Meaning. Artinya, Mencari Makna Hidup. Kira-kira seperti itu.

Saya melihat hidup saya pada 30 tahun pertama sebagai HK 1.0 yang berjuang secara rasional. Melakukan segala macam hal untuk bisa survive. Sebab, waktu kecil di kampung, saya sangat miskin. Karena itu, saya hanya memikirkan cara agar dapat hidup layak dan berani bekerja keras supaya bisa menerobos ke atas.

Orang tua saya selalu bilang bahwa saya harus pintar karena keluarga kami miskin. "Jangan ambil risiko karena kita bukan pengusaha." Papa saya selalu mengarahkan saya untuk jadi seorang profesional yang dibutuhkan oleh orang banyak supaya hidup saya safe. Nilai-nilai rasional seperti yang saya warisi dari orang tua itulah yang mewarnai era 1.0 saya.

Pada 30 tahun kedua, saya melihat hidup saya sebagai HK 2.0, yang mulai membentuk kepribadian saya. Terus terang, saya banyak terpengaruh buku Daniel Coleman yang mengupas pentingnya emotional intelligence atau kecerdasan emosional.

"Sukses tidaknya seseorang lebih ditentukan oleh EQ ketimbang IQ." Hal itu dibuktikan oleh Coleman lewat berbagai penelitian. MarkPlus lahir pada 1 Mei 1990, ketika saya hampir berusia 43 tahun. Artinya, saya kira-kira berada di tengah era HK 2.0. Di era itu saya pengin menjadi diri sendiri, di samping selalu sering merasa bersalah kepada kedua orang tua saya.

Mengapa saya kurang hormat dan kurang menunjukkan kasih sayang ketika mereka masih hidup? Kenapa saya tidak pernah lulus dari ITS? Padahal, papa saya akan sangat bangga kalau saya bisa jadi insinyur. Kenapa saya tidak pernah mengajak mama saya jalan-jalan ke luar negeri selama beliau masih ada? Padahal, dia bekerja keras untuk menutup kekurangan pendapatan dari gaji papa saya sebagai pegawai negeri yang "tidak pintar" mencari penghasilan tambahan.

Di era 2.0, saya semakin sadar bahwa mengelola persahabatan, perusahaan, bahkan keluarga tidak bisa hanya menggunakan IQ. Justru harus memanfaatkan EQ! Ketika saya sampai pada titik usia 60 tahun dan flashback, saya merasa bahwa era 2.0 itulah yang penuh dengan pembelajaran.

Terus terang, pada era HK 1.0, EQ saya tidak terlatih sama sekali. Karena itu, cost cukup tinggi ketika saya terus mengembangkan kehidupan pribadi, keluarga, dan MarkPlus. Akhirnya, saya menyadari, tidak ada gunanya suatu pencapaian kalau saya harus kehilangan jati diri.

Mendirikan dan membesarkan MarkPlus akan gagal kalau hanya menggunakan IQ karena kita perlu dukungan banyak orang, sebagaimana yang saya tulis berkali-kali. Strategi berdasar pemikiran rasional saja tidak akan berjalan tanpa kepiawaian mengelola emosi diri dan orang lain.

Begitu juga ketika membangun pribadi dan keluarga. Saya tidak tahu, tiga puluh tahun ketiga saya yang dimulai pada 2007 sebagai era HK 3.0 akan berlangsung berapa lama.

Salah seorang yang sangat memengaruhi saya adalah Danah Zohar, penulis buku Spiritual Capital. Saya tidak tahu apa agamanya. Tapi, ketika saya seharian menjadi moderatornya, saya kagum kepada perempuan tersebut. Zohar juga pernah mampir ke MarkPlus Jakarta untuk rekaman radio bersama saya. Kata-kata Dahlan Iskan sesudah operasi cangkok liver di Tiongkok pun sangat mengesankan saya. "Hidup ini tidak ada artinya kalau kita tidak berguna untuk orang lain."

Setelah itu, saya baru sadar bahwa IQ dan EQ saja ternyata memang tidak cukup. Spiritual capital-lah yang menentukan kematangan manusia. Tidak peduli agamanya apa, kalau tidak punya kematangan, orang tidak akan berarti. Bisa-bisa sosok itu menjadi fanatik buta yang berbahaya.

Karena itu pula, ketika buku Marketing in Venus yang berdasar EQ sukses di Indonesia dan diterjemahkan ke bahasa Vietnam, bahkan di-localized di Tiongkok, saya malah jadi khawatir. Jangan-jangan, saya ngajarin orang untuk menjalankan playboy marketing! Bukankah IQ, apalagi EQ, seorang playboy biasanya sangat tinggi? Tapi, bagimana moralitas dan etikanya?

Jawabannya ya marketing 3.0, yang pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa sustainability sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan oleh inovasi produk (1.0), bahkan kepuasan pelanggan (2.0), tapi juga spirit untuk berbuat kemanusiaan (3.0) dari perusahaan itu sendiri. Tanpa yang satu itu, sehebat-hebatnya inovasi produk dan kepuasan pelanggantidak akan bisa membuat sebuah perusahaan berkelanjutan.

Untuk pribadi saya, era HK 3.0 juga harus begitu. Bukan hanya inovasi konsep pemasaran dalam rangka memuaskan orang lain, semuanya juga harus dilakukan dengan spirit kemanusiaan yang tinggi. In Search of Meaning itu sejalan dengan The Meaning of Marketing dan Marketing of The Meaning yang saya tulis di Marketing 3.0.

Nah, itulah yang akhirnya membawa saya melakukan pendalaman di Ubud, Bali, tentang kenapa Ubud bisa begitu mahal? Selama beberapa tahun ini, bergaul dan mendengarkan ceramah tiga Tjokorda dari Puri Ubud membuat saya sadar bahwa Ubud adalah sebuah kasus marketing 3.0 yang sangat menarik! Bayangkan, bapak tiga Tjokorda sekarang, yang merupakan the last king of Ubud zaman dulu, dengan penuh ketulusan mengundang banyak orang asing untuk tinggal di Ubud. Akhirnya, orang-orang asing itulah yang jadi marketer dari Ubud. Antonio Blanco bahkan berkeluarga di Ubud dan museumnya dikunjungi semua presiden RI dan berbagai tamu asing kelas atas.

Ubud yang humble itu akhirnya malah jadi The Best City in Asia pilihan pembaca Conde Naste Traveller pada 2009. Karena itu pula, dibantu Bembi Dwi Indrio M., saya menerbitkan buku Ubud: The Spirit of Bali. Buku tersebut merupakan live case book dari Marketing 3.0 dan akan saya bawa ke mana-mana untuk dipromosikan. Sehubungan dengan itu juga, sekalian dipersiapkan Museum Marketing 3.0, yang tanah dan gedungnya disponsori Keluarga Puri Ubud di kompleks Museum Puri Lukisan.

Peresmiannya dilakukan pada 27 Mei 2011 oleh Philip Kotler, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-80-nya! Saya pengin menggabungkan konsep kelas dunia dengan kearifan lokal Indonesia! (*)
Read More..