Minggu, 31 Januari 2010

Dahlan Iskan: Mati Listrik 10 Jam? Di Surabaya?

Dahlan Iskan: Mati Listrik 10 Jam? Di Surabaya?
RASANYA tidak masuk akal. Apalagi, itu terjadi pada akhir bulan Januari 2010 di saat semestinya tidak mungkin terjadi listrik mati begitu lamanya. Tapi, itulah kenyataannya. Tanggal 30 Januari 2010 kemarin, ada satu kawasan kecil di Surabaya (tepatnya di sebuah RT di Tenggilis Mejoyo, Surabaya) listrik mati sejak pukul 15.00 dan baru hidup pukul 24.00.

Itu saya ketahui dari SMS yang masuk ke HP saya. Saat itu masih pukul 17.00, berarti mati lampunya sudah dua jam. Saat itu saya lagi di ruang rapat kantor PLN pusat. Saya lagi membaca sebuah konsep perubahan pelayanan pelanggan PLN yang tenunya juga membahas soal mati lampu yang menjadi keluhan utama pelanggan.

Menurut konsep tersebut, penyebab utama kejadian mati lampu yang bersifat lokal seperti di Tenggilis itu umumnya akibat kerusakan trafo 200 kva (trafo untuk melayani sekitar 200 sampai 500 rumah).

Ketika saya tiba di Surabaya Jumat tengah malam, saya bertekad keesokannya saya harus ke lokasi yang mati lampu itu. Saya harus tahu secara detail apa yang terjadi di Tenggilis Mejoyo tersebut. Ini penting karena semua kasus mati lampu di mana pun kira-kira penyebabnya sama. Kalau saya bisa menghayati apa yang terjadi di Tenggilis tersebut, tentu saya bisa memperoleh gambaran begitulah yang terjadi di seluruh Indonesia.

Sebenarnya, saya sendiri bertekad tidak akan mendalami dulu masalah-masalah distribusi dan pelayanan pelanggan seperti ini. Saya berencana baru akan mendalaminya mulai April mendatang.

Yakni, harus menyelesaikan dulu masalah-masalah yang terjadi di hulu dan yang lebih mendasar. Misalnya, soal kekurangan gas 1 juta mmbtu setiap hari. Atau, bagaimana mengatasi kekurangan daya (strum) di luar Jawa. Atau, bagaimana memperbaiki sistem pengadaan barang/jasa yang harus lebih hemat.

Tahun ini, PLN harus membeli barang/jasa lebih dari Rp 70 triliun. Alangkah besarnya. Saya ingin agar pembelian tersebut jangan sembarangan. Perlu langkah penghematan yang nyata dalam membelanjakan uang sebanyak itu.

Kalau masalah-masalah mendasar tersebut sudah tertata, barulah saya bertekad mendalami persoalan yang menyangkut peningkatan pelayanan pelanggan.

Tapi, kejadian mati lampu di sebuah RT di kota besar seperti Surabaya selama 10 jam yang tidak masuk akal itu membuat saya harus mengetahui detail persoalannya. Mungkin saya belum akan melakukan perbaikan, tapi setidaknya sudah mengetahui akar masalahnya.

Apalagi, beberapa masalah mendasar memang sudah berhasil ditata. Perjuangan untuk pengadaan gas yang bisa menghemat dana Rp 15 triliun per tahun itu sudah menunjukkan hasil. Pemerintah sudah memutuskan bahwa mulai September tahun depan PLN bisa mendapatkan kekurangan seluruh gas yang diinginkan.

Gambaran bagaimana mengatasi krisis listrik luar Jawa juga sudah selesai dipetakan dan dibuatkan road map-nya. Bahkan, sistem baru pengadaan barang/jasa juga mulai berjalan.

Hasilnya luar biasa: pengadaan barang strategis pertama yang kami lakukan minggu lalu (satu jenis barang saja) sudah bisa menghemat lebih dari Rp 50 miliar. Barang yang dulu harus kita beli dengan harga Rp 120 miliar/buah, dengan sistem baru itu, bisa kita beli dengan harga Rp 65 miliar/buah. Hemat Rp 55 miliar untuk satu barang.

Maka, ketika ada berita mati lampu selama 10 jam di sebuah RT di kota besar seperti Surabaya, saya menyelipkan agenda ini di sela-sela kesibukan saya yang sangat padat selama sebulan menjabat Dirut PLN ini. Tidak masuk akal ada peristiwa mati lampu 10 jam! Tapi, itulah kenyataannya. Saya khawatir kejadian ini tidak hanya terjadi di Tengglis Mejoyo. Saya khawatir kejadian serupa juga terjadi di Bekasi, Bantul, atau daerah lainnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Sabtu pagi kemarin, pukul 06.30 WIB, saya minta salah seorang manajer PLN menemani saya ke Tenggilis Mejoyo. Saya hanya mau ditemani manajer yang paling bawah yang tahu persis keadaan lapangan. Tidak perlu ditemani para pimpinan PLN tingkat atas. Toh, saya tidak bermaksud melakukan inspeksi atau sidak.

Saya benar-benar hanya ingin belajar memahami apa yang terjadi, mengapa terjadi, dan apakah bisa dicarikan jalan keluar yang sifatnya lebih mendasar dan lebih berlaku umum. Yakni, jalan keluar yang bisa diterapkan untuk mengatasi persoalan yang sama di seluruh Indonesia.

Mula-mula saya minta diantar ke sebuah rumah pelanggan di Tenggilis Mejoyo yang lampunya mati 10 jam itu. Saya ingin menelusuri persoalan dari yang paling bawah sampai yang paling pokok. Di rumah pelanggan tersebut, saya minta ditunjukkan sistem kabelnya. Lalu, ke mana alirannya. Terus, ke mana lagi dan ke mana lagi. Sampai akhirnya ke gardu induk.

Kabel listrik di sebuah rumah selalu berasal dari satu tiang yang ada di depan rumah tersebut. Itulah yang disebut tiang TR (tegangan rendah). Saya menyebutnya tiang pembagi. Satu tiang seperti itu melayani 6 atau 8 rumah.

Di ujung atas tiang TR tersebut ada 8 buah konektor. Masing-masing untuk satu rumah. Kalau misalnya ada kejadian hanya satu rumah yang mati lampu, persoalannya ada di konektor itu. Biasanya konektor ke rumah tersebut terbakar.

Penyebab terbakarnya konektor adalah karena ''gigitan'' konektornya merenggang. Karena renggang itulah, konektornya panas sekali, lalu terbakar. Mengapa ''gigitan'' konektor tersebut merenggang? Ini umumnya disebabkan saat pemasangannya dulu kurang teliti dan kurang sempurna. Dalam satu kawasan setingkat kira-kira satu kecamatan, terjadi kebakaran konektor rata-rata 10 kali sehari.

Karena pemasangan konektor itu dilakukan kontraktor, persoalan pokoknya adalah: bagaimana PLN harus mengontrol para kontraktor.

Dari tiang-tiang TR tersebut, saya terus menelusuri dari mana kabelnya berasal. Maka, penelusuran sampailah ke trafo 200 kva. Yakni, trafo berbentuk kotak besi yang biasanya dipasang di pinggir jalan, di sela-sela dua tiang yang berjarak sekitar 1,5 meter. Trafonya sendiri ada di bagian atas, sedangkan kotak besinya itu instalasinya.

Satu trafo tersebut melayani sekitar 30 sampai 50 tiang TR. Dalam hal kejadian mati lampu 10 jam di Tenggilis Mejoyo tersebut, penyebabnya adalah rusaknya trafo 200 kva itu. Yakni, sebuah trafo di pinggir jalan di dekat sebuah sekolahan.

Mengapa trafo itu rusak? Lama saya berada di trafo tersebut. Tapi, tidak berhasil mendapat jawaban. Trafo yang rusak itu sudah dilepas dan sudah dibawa ke gudang di Sukolilo. Saya hanya bisa melihat trafo yang baru yang sudah terpasang. Apakah trafo yang dipasang itu sama dengan trafo yang rusak?

Dari segi spesifikasinya sama. Tapi, mereknya berbeda. Oh, saya tahu bahwa ada merek-merek tertentu yang kualitasnya lebih rendah daripada merek-merek lainnya. Ini persoalan mendasar yang harus dipecahkan kelak: bagaimana memilih trafo yang baik.

Tapi, mengapa mengganti trafo seperti itu memerlukan waktu mati lampu sampai 10 jam? Bukankah cukup 3 jam? Ternyata, ada persoalan lain: PLN baru tahu kawasan itu mati lampu setelah pukul 19.00! Padahal, matinya sudah sejak pukul 15.00. Berarti, ketika mati lampu sudah berlangsung 4 jam, belum ada yang tahu. Seperti orang stroke yang mati di dalam kamar mandi saja.

PLN baru tahu bahwa ada kematian mendadak itu setelah seorang warga Tenggilis mengadu ke kantor PLN pukul 19.00. Alangkah mengecewakannya. Sudah mati selama 4 jam, PLN belum tahu. Warga tentu mengira PLN sudah tahu. Sedangkan PLN mengira sepanjang tidak ada warga yang mengadu, berarti tidak ada yang mati. Oh, saya tahu ada masalah berat di sini: masalah komunikasi dan sistem komunikasinya.

Maka, saya bertanya ke petugas PLN yang mendampingi saya. Yakni, Ir Mukhtar yang lulusan Fakultas Elektro Unhas: Mungkinkah di dalam kotak trafo tersebut dipasangi komputer, sehingga kalau trafonya rusak PLN otomatis tahu? Sehingga tidak perlu menunggu ada warga yang mengadu?

Ir Mukhtar memang bukan orang yang harus bertanggung jawab di kawasan tersebut. Wilayah tugasnya di Sidoarjo. Tapi, hari itu dialah yang bisa mendampingi saya. Jawab Mukhtar ternyata mengejutkan saya. Petugas PLN tersebut punya solusi yang lebih sederhana. Sebuah solusi yang dia sudah tahu, tapi tidak berdaya untuk melakukannya.

Dia mengusulkan agar di luar kotak trafo 200 kva tersebut dipasangi meteran digital. Tujuannya banyak: bisa memberi sinyal kepada bagian pengaduan PLN, bisa melaporkan kondisi trafo setiap saat, dan bisa pula mengontrol beban di wilayah itu, sehingga bisa langsung tahu kalau terjadi kasus kelebihan beban. Oh, saya tahu: Ada teknologi yang bisa mengatasi kematian yang diketahui orang seperti itu.

Mengapa sebuah trafo hanya melayani 50-an tiang konektor? Tidak bisakah beberapa trafo 200 kva itu digabung ke sebuah trafo yang lebih besar? Agar jumlah trafo tidak terlalu banyak, sehingga mengontrolnya lebih mudah? Ini menarik untuk diperdebatkan. Tapi, saya memaklumi mengapa trafo kecil banyak dipakai.

Trafo kecil itu mula-mula diperlukan karena dulunya perumahan di situ masih sedikit. Kian lama rumahnya kian banyak. Trafo kecil tersebut tidak cukup lagi. Lalu, dibangun trafo kecil lainnya tidak jauh dari situ. Tapi, jumlah rumah masih terus bertambah lagi. Maka, trafo pun ditambah lagi, ditambah lagi. Begitulah seterusnya, sehingga terlalu banyak trafo kecil di mana-mana.

Terlalu banyaknya trafo kecil 200 kva tersebut membuat kontrol dan pemeliharaannya kian sulit. Rupanya, karena itu kontrol dan pemeliharaan trafo tersebut diserahkan ke pihak swasta. Outsourcing, istilahnya. Apakah pemeliharaan trafo itu cukup? Petugas PLN yang mendampingi saya mengatakan sudah cukup. Swasta yang melakukan pekerjaan itu selalu melaporkan datanya.

Hanya, saya agak kaget ketika diberi tahu bahwa kontrol yang disebutkan cukup itu ternyata ini: enam bulan sekali. Itulah kontrak yang dilakukan antara PLN dengan swasta yang melakukan tugas kontrol tersebut. Oh, saya tahu: Saya harus belajar banyak lagi apakah kontrol trafo setahun dua kali itu cukup? Apakah laporan hasil kontrol itu juga dikontrol dengan baik?

Saya lalu minta diantar ke gudang yang dipakai menyimpan trafo rusak tersebut. Letaknya cukup jauh, tapi penelusuran ini harus sampai pada ujungnya. Di gudang itulah saya melihat bahwa trafo yang rusak tersebut masih teronggok di luar gudang. Masih belum dianalisis apa penyebab kerusakannya. Mungkin juga tidak pernah dianalisis.

Trafo itu dari jenis/merek yang kurang disukai oleh para operator PLN karena tidak sebagus trafo yang lain. Tapi, dia tidak berdaya untuk tidak memakainya karena urusan memilih trafo bukan kewenangannya.

Dari penelusuran kabel-kabel mulai rumah pelanggan sampai gardu induk tersebut, saya benar-benar belajar sistem distribusi listrik yang sangat mendasar. Terlalu banyak ide untuk mengubahnya. Tapi, saya mengambil kesimpulan tetap lebih baik kalau saya memprioritaskan pembenahan hulu-hulunya dulu. Maafkan saya. Pembenahan di hilir tidak akan ada artinya (bahkan membuat frustrasi saja) kalau hulunya belum dibenahi dulu. Begitulah urutan berpikir dan bertindaknya. (*)
Read More..

Memasarkan Diri secara Entrepreneurial

Grow with Character (12/100) Series by Hermawan Kartajaya
Memasarkan Diri secara Entrepreneurial

MENYAMBUNG cerita kemarin, seminar Teori Z bersama Pak Ciputra di Surabaya akhirnya sukses. Di dalam se­minar tersebut, Pak Ci menjelaskan bah­wa Teori Z pada dasarnya pas de­ngan situasi Indonesia yang "kekeluar­gaan". Karena itu, Jaya Group, PT Pem­bangunan Jaya khususnya, menerap­kannya dengan maksimal. Tentunya ada modifikasi di sana-sini sesuai de­ngan keadaan.

Memperhatikan gaya bicara Pak Ci, sa­ya belajar bahwa tugas seorang lea­der, antara lain, bisa "menjual" ide-ide­nya. Kalau tidak bisa melakukan itu, dia akan bekerja sendirian. Tidak ada yang mau ngikut. Nah, kalau sudah be­gitu, ya namanya bukan leader. Seorang leader mutlak harus punya follower.

Untuk membuat orang lain "ngikut", ya dia mesti bisa meyakinkan follower-nya bahwa cara yang ditempuhnya benar untuk mencapai tujuan. Apalagi, seorang leader punya kesempatan untuk melihat situasi "dari atas". Karena itu, diharapkan bisa memberikan arahan yang benar.

Pak Ci, dengan gayanya yang khas wak­tu itu, bahkan mengatakan bahwa Teori Z akan membuat sebuah perusaha­an "profesional" bisa bekerja seperti per­usahaan "family". Sebab, diharapkan karyawan lebih punya sense of ownership pada perusahaan. Bukan hanya loyal pada profesi atau fungsinya.

Di situlah saya juga mendengar bagaimana Pak Ci bicara tentang intrapreneurship. Kalau Anda bekerja seba­gai seorang profesional tapi punya ra­sa memiliki yang tinggi, Anda adalah intrapreneur. Selanjutnya, kita sama-sama tahu kan bahwa Pak Ci adalah orang yang terus mendorong semangat entrepreneurship di Indonesia. Be­liau selalu mendorong orang lain punya se­mangat seperti itu.

Terus terang, itulah seminar publik yang membuat saya punya kesempatan bi­cara sepanggung dengan "orang besar" seperti Pak Ci. Tapi, tidak terlalu "de­mam panggung" karena dilakukan di "kandang sendiri", yaitu Surabaya.

Waktu itu, buat saya, Jakarta masih "me­ngerikan". Maklum, orang kampung dari kota keenam di Indonesia sesudah Jakarta Pusat, Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Seminar itu sendiri kemudian menjadi platform saya untuk "memasarkan diri" kepada Pak Ciputra. Selesai seminar, dia bilang terkesan dengan presentasi saya. Dan, Pak Ci selanjutnya minta saya menghubungi beliau di Jakarta.

Nah, semuanya mulai lancar kan? Setelah saya ingat-ingat lagi, ternyata, seminar pertama bersama Pak Ci itu memang bukan waktu saya di Sampoerna, tapi ketika saya masih jadi general manager (GM) marketing PT Panggung Electronic Industries. Dengan demikian, kejadiannya jelas bukan 21 tahun lalu, tapi malah 24 tahun lalu!

Pertemuan kedua saya dengan Pak Ci terjadi sebulan sesudah seminar di kantornya di Jakarta. Akhirnya, saya bertemu muka dengan sekretaris Pak Ciputra yang dulu "membantu" saya via telepon.

Pak Ci mengatakan kepada saya bahwa saya mempunyai bakat entrepreneurship. Sambil makan siang di top floor Jaya Building Jakarta di Jalan Sudirman, saya lantas diceritain macam-macam tentang bisnisnya. Di antaranya, tentang perusahaan-perusahaan hasil kongsi dengan Pak Anthony Salim. Pak Ci bahkan sempat mengatur pertemuan saya de­ngan Pak Anthon (Anthony Salim, Red).

Beberapa kali pertemuan berlangsung dengan Pak Ci untuk mendiskusikan kemungkinan saya menjadi direktur sebuah perusahaan hasil joint venture-nya dengan Pak Anthon. Pada saat yang sama, saya juga menjajaki untuk masuk Sampoerna. Akhirnya, ketika saya lapor kepada beliau bahwa saya pindah ke Sampoerna, Pak Ci sempat ''menyayangkan''. Takut entrepreneurship saya kurang berkembang.

Tapi, akhirnya, ketika saya memutuskan untuk membuka MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990, Pak Ci mengatakan: ''Nah, inilah baru Hermawan Kartajaya yang sebenarnya...Anda pasti sukses!''

Kenapa cerita ini saya review? Sebab, saya belajar dari Ciputra tentang bagaimana ''memasarkan diri" secara entrepreneurial. (el)
Read More..

Sabtu, 30 Januari 2010

Sepuluh Langkah Undang Ciputra

Grow with Character! (11/100) Series by Hermawan Kartajaya
Sepuluh Langkah Undang Ciputra

KEMARIN saya sudah berce­rita bahwa saya tertarik untuk me­ngontak Pak Ci karena Teori Z. Tapi, waktu itu saya berpikir bah­wa sangat susah mengontak orang "besar" seperti dia. Karena itu, saya cari akal.

Pertama, saya cari tahu dulu no­mor telepon kantor PT Pembangunan Jaya di Jakarta. Kedua, saya telepon kantor Pak Ci dan mengatakan kepada operator bahwa saya mau bicara pada sekretaris Pak Ci. Dengan mengatakan begitu, saya ingin menghindari "filter" operator. Kalau saya bilang mau bicara pada Pak Ci pun, toh saya akan dihubungkan ke sekretaris Pak Ci. Daripada begitu, ya lebih baik bicara sama sekretarisnya saja sekalian.

Ketiga, begitu tersambung dengan si sekretaris, saya langsung ditanya detail maksud saya untuk bicara dengan Pak Ci.

Waktu itu saya bilang bahwa saya belum mau bicara dengan Pak Ci karena beliau belum kenal saya. Tapi, saya katakan bahwa yang akan saya katakan akan sangat menarik buat Pak Ci. Saya pikir, waktu itu, tidak ada sekretaris yang tidak akan menyampaikan good news kepada bosnya. Benar juga dugaan saya! Si mbak menanyakan apa yang akan saya sampaikan.


Keempat, saya ceritakan bahwa saya mengagumi Pak Ci karena pe­mikirannya. Terutama tentang Teori Z. Saya bilang bahwa saya ingin mengundang beliau untuk ber­bicara tentang hal tersebut di Surabaya!

Saya juga menjelaskan bahwa kebetulan saya adalah seorang Rotarian. Dan, saya yakin bahwa saya bisa meyakinkan teman2 saya di Rotary Club untuk jadi organisernya. Dengan demikian, saya ingin meyakinkan bahwa seminar itu bukan untuk "komersial", tapi untuk "sosial".

Kelima, ini yang juga penting. Saya mengatakan bahwa kayaknya Pak Ci perlu tampil di Surabaya. Sebab, saya dengar beliau sedang mulai proyek properti di Surabaya. Bahkan, saya mengatakan bahwa kalau hal ini diceritakan dengan "baik dan benar", Pak Ci pasti akan senang.

Keenam, saya minta tolong si Mbak untuk menyampaikan good news tersebut kepada bosnya pada saat yang tepat. Pikir saya, kan sekretaris yang paling tahu saat paling tepat untuk menyampaikan suatu hal. Dengan minta tolong begitu, saya juga ingin membuat sang sekretaris jadi merasa penting. Biasanya, seorang sekretaris merasa cuma dijadikan assistant, tapi kali ini mendadak jadi messenger. Kayaknya strategi saya berhasil. Si Mbak berjanji membantu saya, bahkan meminta saya untuk call dua jam kemudian.

Ketujuh, ketika dua jam kemudian saya telepon kembali, si Mbak mengatakan bahwa Pak Ci kayaknya suka pada ide saya. Dan, Pak Ci sudah siap bicara dengan saya tentang hal itu. Wow..

Kedelapan, benar juga! Ketika saya kemudian bicara dengan Pak Ci secara langsung, semuanya jadi lancar... Saya tinggal memperkuat beberapa hal untuk penajaman usul. Waktu itu saya memperkenalkan diri bahwa saya adalah direktur PT HM Sampoerna yang pingin "belajar" dari Ciputra yang sudah sangat senior.

Saya juga bercerita bahwa saya pernah bertemu langsung dengan Profesor William Ouchi, penulis Teori Z. Karena itulah, saya lantas berani menawarkan diri untuk bicara dulu tentang Teori Z-nya. Setelah itu, baru Pak Ci bisa bicara tentang pelaksanaan praktiknya di Jaya Group. Dengan demikian, peserta seminar yang profitnya akan diberikan untuk kas Rotary Club itu akan belajar Teori Z secara lengkap.

Kesembilan, ketika Pak Ci me­ngatakan tertarik, saya langsung me­nyodorkan beberapa tanggal pen­yelenggaraan.

Don't lose the momentum! Langsung saja, saya masih ingat, Pak Ci menanyakan pada sekretarisnya tentang availability dia untuk ke Surabaya. Tentu saja, tanggal-tanggal itu memang "kosong" karena sudah saya rundingkan dengan si Mbak. Terjadilah kesepakatan dalam satu kali pembicaraan telepon! Padahal, Pak Ci belum pernah bertemu muka dengan saya sama sekali..

Kesepuluh, ketika akhirnya beliau datang ke Surabaya, saya menemui Pak Ci di Lapangan Udara Juanda. "Anda Hermawan Kartajaya dari Rotary Club?" "Ya, benar Pak Ci.. kok tahu" tanya saya kembali pada dia. "Saya masih ingat benar dengan suara Anda di telepon.."Your voice is a magic voicem. Saya tidak habis mengerti, bagaimana saya bisa mau datang ke Surabaya diundang oleh orang yang nggak pernah saya temui," ujarnya.

Saya hanya menjawab singkat, "Terima kasih banyak, Pak Ci. Saya benar-benar mau belajar dari Bapak... Selamat datang di Surabaya!"

Itulah sepuluh langkah yang saya lakukan untuk bisa bertemu dan mulai belajar dari Ir Ciputra. Sederhana, tapi menarik untuk diceritakan kembali setelah dua puluh satu tahun kemudian...

Siapa tahu ada pelajaran yang bisa diambil.. (*)
Read More..

Jumat, 29 Januari 2010

Kenalan dengan Ciputra lewat Teori Z

Grow with Character! (10/100) Series by Hermawan Kartajaya
Kenalan dengan Ciputra lewat Teori Z

GURU saya ketiga sebelum mendirikan MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di Surabaya adalah Ir Ciputra. Anda pasti tahu Pak Ci kan? Pak Dahlan Iskan pernah mengatakan kepada saya bahwa beliau juga kagum kepada Pak Ci.

Dulu, saya mengenal Pak Ciputra dari media. Saya tertarik pada pemikiran Pak Ci yang berbeda dengan berbagai eksekutif lain. Ketika itu Pak Ci masih menjadi presiden direktur Jaya Group, sebuah perusahaan kepunyaan Pemda DKI Jakarta. Tapi, BUMD yang satu ini memang sudah berbeda dari BUMD lain di Indonesia.

Konon ceritanya, Pak Ci-lah yang sesudah lulus dari ITB lantas "menantang" Pemda DKI untuk "menyulap" Ancol. Rawa-rawa yang dulu disebut tempat membuang jin diimpikan untuk menjadi tempat hiburan terbesar di Asia Tenggara seperti yang sekarang ada.

Rawa-rawa yang dulu boleh dikatakan no price diimpikan jadi high price seperti sekarang. Karena tantangan Pak Ci dianggap menarik, didirikanlah sebuah BUMD khusus untuk melakukan itu.

Akhirnya, proyek Ancol sukses dan berlanjut dengan berbagai proyek properti lain. Karena itu, ketika saya bertemu Pak Ci untuk kali pertama, beliau memang sudah jadi eksekutif besar dari sebuah BUMD besar. Tapi, Ciputra bukan eksekutif biasa, tapi seorang eksekutif yang entrepreneurial.

Inilah yang disebut intrapreneur. Karena itulah, Pak Ci selalu mengajak karyawan Jaya Group punya culture yang tinggi sense of ownership-nya. Nah, suatu ketika saya membaca di media bahwa Pak Ci baru saja bicara tentang Teori Z di suatu seminar di Jakarta. Padahal, saya baru aja bertemu dengan William Ouchi, penulis buku Teori Z, di kampus UCLA.

Dr Ouchi adalah orang Jepang yang menjadi profesor di UCLA dan salah satu mahasiswa S-2nya adalah Nugroho Setyadharma yang sekarang CEO Ranch Market. Sedangkan Nugroho dulu adalah siswa SMAK St Louis Surabaya, tempat saya mengajarkan matematika dan fisika selama 15 tahun. Maka, ketika berkunjung ke California, saya sempat diperkenalkan ke profesornya, ya si William Ouchi ini.

Nah, saya yang bekas bekerja di PT Panggung Electronic Industries dan berhubungan dengan banyak perusahaan Jepang menjadi suka pada Teori Z. Kenapa? Ya, karena teori ini mengonsepkan apa yang disebut manajemen Jepang yang waktu itu sangat terkenal. Teori Z bukan Teori X, juga bukan Teori Y.

Kalau Teori X, dasarnya manusia itu harus diawasi dengan ketat supaya kinerjanya bagus. Kalau tidak diawasi seperti itu, ada anggapan manusia cenderung akan "menyeleweng" dari kewajiban. Sedangkan Teori Y punya asumsi bahwa manusia itu dasarnya baik adanya. Harus dipercaya, supaya performance-nya bagus. Tidak perlu diawasi terlalu ketat dan harus diberi kebebasan supaya bisa berkembang.

Teori Z? Oleh William Ouchi disebut begitu, karena berdasarkan risetnya, perusahaan Jepang bisa berhasil karena tidak menganut keduanya. Manusia tidak perlu dikontrol habis-habisan seperti pada Teori X, tapi juga jangan dibiarkan habis-habisan seperti pada Teori Y.

Di perusahaan Jepang, waktu itu, karyawan yang sudah diterima di suatu perusahaan dianggap anggota keluarga. CEO adalah kepala keluarga yang dihormati semua orang dan biasanya sangat senior. Sedangkan yang junior akan belajar dari para senior supaya bisa menerapkan ilmu yang didapat dari sekolah.

Waktu itu, perusahaan Jepang menerapkan life time employment, di mana karyawan tidak pernah berpikir "keluar" dari perusahaan. Mereka akan bekerja sampai pensiun. Bahkan, beberapa perusahaan menyediakan kuburan bagi karyawannya.

Karyawan dirotasikan terus fungsinya supaya mengenal semua aspek perusahaan, jadi tidak fanatik pada satu fungsi. Seorang karyawan bagian penjualan sering harus masuk di bagian pembelian dulu.

Maksudnya? Supaya tahu "rasa"-nya jadi pembeli yang sering di-"service" penjual. Orang marketing juga harus pernah menjadi orang finance, supaya bisa punya perhitungan sebelum membuang uang. Orang produksi biasanya cinta pada produknya, karena dia yang membuat.

Karena itu, banyak orang di perusahaan Jepang digembleng di pabrik dulu baru ke tempat lain. Orang R & D harus turun pasar supaya tahu apa yang diinginkan pelanggan. Sebelum menjadi pimpinan puncak, biasanya seseorang harus pernah menjadi kepala HRD, supaya bisa memimpin orang.

Teori Z tidak persis seperti itu, tapi lebih luas dari itu. Antara lain menceritakan hubungan "kekeluargaan" antara sebuah perusahaan dengan suppliers dan distributornya.

Nah, karena saya pernah berhubungan dengan perusahaan Jepang secara intensif, saya jadi tertarik pada Teori Z.

Karena itulah, begitu saya baca di suatu media bahwa Ciputra suka pada teori ini, saya pun

Jadi Teori Z lah yang membuat pertama kali saya tertarik menghubungi pak Ciputra. Besok saya akan bercerita bagaimana saya menghubungi beliau. (*)
Read More..

Kamis, 28 Januari 2010

Helicopter View dan Down to Earth

Grow with Character! (9/100) Series by Hermawan Kartajaya
Helicopter View dan Down to Earth

ANDA pernah coba helikopter? Kelihatan enak di film, tapi kenyataannya bisa sangat beda.Ruangnya kecil biasanya kurang nyaman, tidak seperti di pesawat komersial yang nyaman.

Suaranya bising, tidak tenang seperti pesawat komersial.Untuk bicara harus pakai alat pendengar di telinga.Pasti gak ada cabin crew karena itu gak ada yang melayani.

Selain itu, waktu penerbangan lebih lama karena memang gak bisa terbang cepat.Dan, yang lebih gak enak adalah ''menakutkan'' karena bisa melihat bumi dari atas.Maklum, terbangnya gak terlalu tinggi seperti pesawat komersial. Masih ada lagi!

Getarannya keras karena kecil dan karena itu pula gampang tertiup angin ke kiri dan ke kanan.

Kata orang yang ''ngerti aviasi'', helikopter itu ''lebih bahaya'' daripada pesawat biasa.Paling tidak, itulah semua yang saya rasakan ketika saya naik helikopter. Ketika Putera Sampoerna beli helikopter, kita diajak mencoba satu per satu, waktu itu. Dia khusus bilang kepada saya, ''If you see your market from the sky, it will look differently!'' Karena itu pula, saya jadi lantas sering ''melihat'' pasar dari atas.

Kata Pak Putera seperti melihat Peta. Tapi, yang ini lebih realistis. Ini penting. Apalagi, ketika itu, saya harus menata kembali jalur distribusi. Pembagian wilayah Indonesia harus didasarkan pada regionalisasi. Kepadatan penduduk harus dipertimbangkan untuk memperhitungkan efisiensi logistik. Selain itu, tingkat purchasing power penduduk rata-rata di suatu wilayah juga harus menjadi pertimbangan untuk keperluan efektivitas.

Jumlah pengecer yang ada juga menjadi kunci karena inilah titik-titik availability daripada produk yang tidak boleh terlewatkan. Setelah itu, perlu diperhatikan jalur perdagangan yang ada dengan melihat ketersediaan jalan, kereta api, sungai, dan bahkan kapal terbang.

Nah, kalau Anda berada di helikopter yang sedang melayang di udara, Anda memang tidak bisa melihat semua itu dengan teliti.

Tapi, Anda akan punya kesempatan untuk ''membayangkan'' data yang Anda punyai.

Putera Sampoerna bahkan mengatakan bahwa imagination itu adalah segalanya! Artinya? Itulah dari tujuan yang ingin Anda capai. Dengan melihat suatu are dari atas, akan timbul semangat untuk ''menguasai'' area tersebut. Saya sering menggunakan bendera-bendera kecil GG, Djarum, Bentoel, dan Sampoerna yang ditancapkan di atas peta untuk menggambarkan penguasaan pasar oleh masing-masing brand. Persis seorang jenderal yang mau bikin strategi perang. Dan, peta itu menjadi lebih konkret lagi ketika dibawa naik helikopter yang sedang menyusuri area yang relevan.

Di Sampoerna semua direksi memang harus bisa berpikir seperti itu. Harus punya ''helicopter view'' yang bersifat wide, imaginative dan abstract Wide karena dari atas Anda akan bisa punya bigger picture dari bisnis Anda ketimbang kalau Anda di bawah. Imaginative karena di situlah Anda mendapatkan kesempatan untuk mimpi tentang bisnis Anda.

Abstrak karena suatu strategi yang dibayangkan untuk mencapai suatu tujuan belum menjadi konkret sebelum dilaksanakan. Tapi, apakah itu cukup?

Pasti tidak! Pak Putera paling tidak suka kalau orang Sampoerna tidak ''membumi''. Karena itu, saya jadi suka sidak ke lapangan. Direksi yang hanya bisa bikin strategi, tapi gak tau lapangan gak ada gunanya. Karena itu juga harus bisa down to earth yang sifatnya detail, realistic dan concrete.

Detail artinya tidak boleh cuma global. Semua data global mesti diurai sampai detail. Realistis artinya bukan sekadar imajinasi yang gak ada juntrungannya.

Dan, konkrie maksudnya harus ada rencana yang nyata. Ingat bahwa semua kelihatan indah dari atas dan gampang dicapai, tapi menjadi tidak mudah ketika menghadapi kenyataan. The devil is always on the detail! Karena itu, sampai ada buku Execution yang cukup laris karena penulisnya menemukan bahwa banyak kegagalan bukan disebabkan oleh salah strategi. Tapi, gagal dalam pelaksanaan.

Kesimpulan akhir?

Harus seimbang! Harus ada balance di antara keduanya. Inilah serangkaian pelajaran dari ''magang'' saya di Universitas Sampoerna. Besok saya akan bercerita tentang guru saya yang ketiga sesudah Dahlan Iskan dan Putera Sampoerna, sebelum mendirikan MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di Suarabaya.(*)

Read More..

Dari Qustion Mark Jadi Cash Cow

Grow with Character! (8/100) Series by Hermawan Kartajaya
Dari Qustion Mark Jadi Cash Cow

SAMBIL menata distribusi dan membangun corporate brand, ketika itu Putera Sampoerna menyiapkan produk baru. Benar-benar baru! Karena dia percaya, tanpa produk baru yang bisa mendampingi Dji Sam Soe, Sampoerna tidak akan bisa naik peringkat. Bukankah di BCG Matrix, juga digambarkan bahwa ada empat macam produk dalam portofolio suatu perusahaan. Dji Sam Soe jelas cash cow, bahkan solid cash cow.

Dengan margin yang begitu tinggi berkat loyalitas pelanggan, bahkan sampai sekarang, sudah seharusnya profit dipakai untuk mengembangkan produk baru. Takutnya, sejalan dengan model product life cycle, pada suatu ketika Dji Sam Soe pun akan jadi "dog". Masih menghasilkan margin tapi sudah semakin menurun.

Pada saat ini, Anda melihat usaha mati-matian untuk mempertahankan Dji Sam Soe sebagai the real kretek dengan membungkus batangnya satu-satu supaya kualitas produk "tetap fresh". Dji Sam Soe Premium adalah suatu upaya mengembalikan produk ini jadi "star" kembali di segmen loyal customernya. Seperti Mercy yang membuat model S Class. Sedangkan Dji Sam Soe filter kayaknya dipakai menahan supaya brand legendaris ini tidak cepat jadi "dog".

Berharap ada segmen baru yang tercipta. Yaitu, loyalis Dji Sam Soe "asli" yang mulai "khawatir" akan tar dan nikotin yang ketinggian. Atau perokok brand lain yang mau "naik kelas", tapi belum berani langsung ke Dji Sam Soe.

Lihat saja, Mercy juga meluncurkan berbagai variasi produk sporty untuk memperluas segmen, sehingga bisa menampung segmen baru. Yaitu, orang yang sudah punya banyak Mercy Klasik, tapi mau punya produk lain untuk special occasion. Atau bisa beli untuk anaknya yang masih lebih muda usia yang mau kelihatan tua. Atau bahkan untuk orang yang mau "naik kelas" pula.

Tapi masalah tidak akan selesai, kalau Anda hanya "berkutat" di Cash Cow, Dog dan Star! Situasi persaingan yang berubah karena adanya teknologi baru dan perubahan perilaku konsumen akan "membunuh" sebuah perusahaan kalau tidak ada produk question mark! Namanya saja sudah begitu, artinya tidak ada jaminan produk baru itu akan jadi "star" untuk selanjutnya jadi cash cow.

Definisi produk baru itu sendiri memang ranging dari product repackaging di tingkat yang paling gampang sampai new to the world yang paling berisiko. Semuanya tentu saja question mark karena tidak ada jaminan akan sukses. Dalam hal ini, Putera Sampoerna memutuskan untuk mengambil risiko yang paling besar. New to the World!

Itulah dasar pemikiran dari pengembangan produk baru A-Mild! Teknologi yang ketika itu sangat baru bagi Indonesia dipakai. Harus tetap kretek, tapi dengan low tar low nicotine. Harus kretek karena tidak boleh mengubah karakter Sampoerna yang asli Indonesia. Tapi, harus breakthrough dengan teknologi tinggi. Bukan cuma sekadar harus jadi rokok yang "paling tidak berbahaya untuk kesehatan", tapi juga harus jadi "life style" baru.

Ketika itu, pada akhir dekade delapan puluhan, para perokok seolah terpolarisasi menjadi dua. Di ujung kiri yang "ekstrem perokok" adalah para penggemar Dji Sam Soe yang bahkan sangat "percaya" pada tulisan yang ada di bungkusnya. Apa itu? Kalau Anda batuk dan isep ini rokok, maka batuk Anda akan sembuh... Begitu kira-kira bunyinya... Bahkan, ada yang bilang Dji Sam Soe itu "rokok herbal" jadi memang menyembuhkan... Hebat ya...

Namun, di ujung kanan yang juga "ekstrem" yaitu smokers who don't know how to smoke. Hanya untuk "bergaya" atau ikut "arus". Waktu itu disebut sebagai "lifestyle segment". Di dalamnya termasuk wanita urban dan modern yang kepingin looks chic.

Mereka suka rokok yang ringan, tidak bikin batuk, lebih kecil tapi lebih panjang, aromanya enak dan bungkusnya tidak "kampungan". Di segmen ini, semuanya pakai filter dan rajanya ketika itu Marlboro.Walaupun tidak pernah bisa besar di Indonesia, brand dunia ini banyak memberi "inspirasi" pada anak muda, eksekutif dan wanita ketika itu.

Di tengah-tengah kedua ekstrem itu adalah pasar yang paling besar, yaitu rokok kretek filter. Jagonya tentu saja, waktu itu GG Surya dan International serta Djarum Super. Sampoerna memutuskan tidak "masuk" pasar tengah yang besar tapi kompetitif, tapi justru masuk pasar "niche" di kanan! Kan Dji Sam Soe sudah di kiri.

Nekat memang, tapi itulah visi seorang entreperenur sejati Pak Putera. Rokoknya inovatif, nasionalis karena tetap kretek. Targetnya waktu itu bisa menggeser Marlboro yang rokok putih berfilter. Sedangkan "A" adalah salah satu family brand yang sudah dipunyai Sampoerna waktu itu. Ada produk yang disebut Sampoerna A yang tidak sesukses Dji Sam Soe.

Putera Sampoerna ketika itu minta supaya ada upaya keras supaya para eksekutif dan anak muda tidak malu menunjukkan A Mild. Harus bangga!

Waktu diluncurkan pertama kali, A Mild dianggap "rokok banci". Kretek yang tidak terasa kreteknya. Kampanye pertama juga gak terlalu berhasil, karena pesan yang ingin disampaikan tidak jelas. Rokok masa depan yang merupakan konsep pertama memang kurang dimengerti orang. Tapi, begitu iklan "Low Tar Low Nicotine" mulai keluar, orang jadi mulai mengerti.

Anak muda dan eksekutif modern yang lebih "sadar kesehatan" langsung menerima produk baru itu. Dan ketika Djarum mulai masuk pasar, setelah beberapa tahun, Sampoerna menantang dengan kampanye "How Low Can You Go?"

Produk selanjutnya dikembangkan dengan A Mild Menthol yang ada nuansa hijau, khusus untuk wanita. Karena segmen ini mengalami growth yang besar, terutama sebagai lifestyle smoker. Itu semua juga masih tetap konsisten dengan Corporate Branding Sampoerna: Rokok Tembakau,bukan Rokok Saus!

Ketika saya mulai mendirikan MarkPlus Professional Service di Surabaya 1 Mei 1990, A Mild masih sedang berjuang menemukan jati dirinya. Tapi, saya memang percaya penuh bahwa Question Mark Product ini akan jadi star dan akhirnya cash cow kedua mendampingi Dji Sam Soe. (*)
Read More..

Selasa, 26 Januari 2010

Masih Ingat Marching Band Sampoerna?

Grow with Character! (7/100) Series by Hermawan Kartajaya
Masih Ingat Marching Band Sampoerna?

KHUSUS tentang yang satu ini, saya punya catatan tersendiri. Ketika itu, lebih dari dua puluh tahun lalu, semua orang di Sampoerna dibikin bingung dengan ide tersebut. Hah...? Perusahaan rokok kretek nomor empat bikin Marching Band? Ini ide kelewat "edan" kan? Tidak terpikirkan dan terbayangkan oleh semua orang ketika Pak Putera mem-brief tentang hal itu. Jumlah pemain harus 234 orang! Dji Sam Soe kan?

Semuanya harus karyawan pelinting rokok! Padahal waktu itu yang paling terkenal adalah Drum Band AAL di Surabaya. Akademi Angkatan Laut, yang pemainnya para kadet. Gagah, muda dan cekatan. Kalau di Jakarta, yang terkenal, waktu itu Drum Band Tarakanita. Yang main cewek ayu-ayu dan masih muda juga.

Jadi, ketika itu kami semua bingung dan nggak bisa membayangkan bagaimana para pelinting rokok yang tradisional itu bisa di-"transformasi" menjadi pemain Marching Band. Tapi kenyataannya bisa!

Para pelatih dari Amerika didampingi asisten mereka yang orang Indonesia ternyata bisa mendisiplinkan mereka. Latihannya harus sesudah jam kerja, tentunya dengan uang lembur.

Karyawan sebuah pabrik rokok yang biasanya dibayar berdasarkan kuantitas batang rokok yang dilinting, malah dibayar lembur untuk sekadar latihan baris-berbaris dan main musik! Sudah keluar dari "pakem", kata orang! Selain itu, juga diundanglah para penata tari kelas satu dari Indonesia untuk mempersiapkan "float" Indonesia

Di Pasadena, sebuah kota kecil di California, setiap tahun memang ada Rose Bowl pada 1 Januari. Pada hari tahun baru itu, ada "grand final" football Amerika di antara dua tim yang selalu ditunggu-tunggu orang. Karena itu, wali kotanya juga sekalian membuat yang namanya Rose Parade. Sebuah parade tahunan yang diikuti banyak tim Marching Band beserta Float-nya!

Float itu, mobil berjalan yang berada di belakang Marching Band, biasanya menampilkan berbagai atraksi. Sebagian besar peserta Rose Parade adalah tim lokal. Waktu itu, Sampoerna keluar dengan Float dan Marching Band Indonesia bersama beberapa peserta internasional lain. Karena itulah, beberapa orang penata tari direkrut untuk mengajari beberapa pelinting untuk jadi penari!

Untuk mendapatkan "tiket" Rose Parade, tentu Sampoerna mesti kerja keras. Melobi penyelenggara, melobi Deplu juga. Supaya bisa "mewakili" Indonesia. Sebuah pekerjaan yang amat rumit, melelahkan, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan promosi rokok!

Sementara GG, Djarum, dan Bentoel sibuk bersaing dalam periklanan konvensional, Sampoerna justru keluar Satu Juta Dolar Amerika untuk membentuk Marching Band pelinting rokok! Kemudian, masih diperlukan satu juta USD lagi untuk "memberangkatkan" rombongan tersebut ke Amerika.

Selain main di Rose Bowl, Marching Band ini juga masuk Disneyland di Annaheim dan beberapa tempat lain di California. Karena itu, ada tim tersendiri untuk mengatasi "cultural shock" para pelinting rokok itu.

Di Rose Parade, tim Sampoerna Indonesia mendapatkan salah satu Award. Bisa memang bagus, bisa juga karena diplomatis. Tapi yang jelas, saya terkagum-kagum melihat para pelinting rokok Sampoerna pakai rok mini, stocking, pakai topi, dan main drum band.

Wali Kota Los Angeles Tom Bradley sangat berterima kasih atas keikutsertaan Indonesia untuk kali pertama, karena itu sempat men-declare tanggal 30 Desember 1989 sebagai Indonesia Day.

Saya ikut acara itu di City Hall, termasuk pengibaran bendera merah putih. Setelah pulang dari Amerika, Marching Band dimainkan di beberapa kota Indonesia. Bukan cuma Surabaya, tapi juga Jakarta, Bandung, dan lain-lain.Uniknya, Marching Band ini juga main di kota kompetitor seperti Kediri, Kudus, dan Malang!

Lantas apa maksud semua ini? Bagaimana perhitungan Return of Investment-nya? Pemberitaan besar-besaran oleh media di Indonesia luar biasa! Saya pun ikut menulis "pandangan mata" tiap hari dari California ke Jawa Pos saban hari selama dua minggu.

Rakyat Indonesia pun ikut bangga dan merasa bersyukur pada Sampoerna. Sebuah Corporate Brand yang tadinya jauh kalah populer dari Product Brand Dji Sam Soe menjadi langsung mencuat awareness-nya.

Bukan cuma itu. Corporate Brand "association" pun langsung terbentuk secara positif sebagai sebuah perusahaan yang nasionalis. Apalagi, kebetulan kretek kan memang "lambang" Indonesia. Itu karena cengkih adanya paling banyak ya di Indonesia. Kan orang Marketing mesti pintar main "ilmu gathuk"?

Belakangan, kami semua yang di Sampoerna baru "ngeh" bahwa inilah cara efektif untuk membangun sebuah Corporate Brand. Tapi, kenapa itu perlu? Ya, karena Sampoerna punya rencana go public!

Waktu Gudang Garam sebagai market leader go public sebelum Sampoerna, sahamnya laku keras. Itu disebabkan, investor percaya akan keperkasaan Gudang Garam sebagai pemimpin pasar dalam menciptakan profit jangka panjang.

Apalagi, kebetulan nama corporate dan produc- nya sama. Waktu itu Pak Putera mengatakan pada saya, "Sampoerna is a good name. It means 'perfect'. It is the best compared to our competitors. Unfortunately, nobody knew it!" Sedangkan Dji Sam Soe yang sudah sangat terkenal nggak bisa di "jual" sebagai Corporate Brand. Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali membuat Sampoerna yang kebetulan juga terdiri atas sembilan ( 2+3+4=9 ) huruf dibikin terkenal!

Namun, orang tidak otomatis akan membeli saham Sampoerna, seperti Gudang Garam, karena jumlah produk yang dijual baru peringkat keempat. Karena situasinya beda dan sangat "disadvantage" untuk Sampoerna, harus ada cara yang superkreatif!

Waktu itu penjualan produk-produk Sampoerna juga naik, walaupun tidak signifikan, ketika berita Marching Band ke mana-mana. Jadi, Marching Band ini bisa kena kepada tiga stakeholder utama Sampoerna, yaitu: people (pelinting), customer (pelanggan), dan investor (pembeli saham IPO ).

Super Kreatif, Super Smart dan Super Efektif.

Kenapa?

Sebab, belum tentu dengan keluar biaya yang sama, dua juta USD, Sampoerna bisa mencapai hasil seperti itu dengan cara komunikasi yang konvensional. Ini semua saya ingat-ingat ketika saya akan mulai MarkPlus Professional Service di Surabaya pada 1 Mei 1990. (*)
Read More..

Senin, 25 Januari 2010

Belajar dari Dahlan Iskan

Grow with Character! (2/100) Series by Hermawan Kartajaya
Belajar dari Dahlan Iskan

SETELAH hampir dua puluh tahun saya jadi entrepreneur, kayaknya sudah waktunya melakukan confession. Paling tidak, ada tiga orang yang menginspirasi saya, sampai "berani" keluar dari Sampoerna dan membuka MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990.

Pak Dahlan Iskan adalah salah satunya. Tentu saja bukan dari seorang Dahlan Iskan yang sudah terbukti bisa membesarkan Jawa Pos seperti sekarang dan bahkan diangkat pemerintah untuk memimpin PLN seperti sekarang.

Saya justru "belajar" dari Pak Dahlan yang masih sedang struggling mati-matian... Namun, saya sudah "sensing" waktu itu bahwa pada suatu ketika orang ini akan jadi somebody yang hebat. Untuk itu, saya perlu flashback ke belakang sedikit.

Ketika Pak Dahlan mulai dipercaya untuk menjalankan Jawa Pos di Surabaya, saya masih bekerja sebagai general manager marketing PT Panggung Electronic Industries.Tugas saya adalah memasarkan produk produk JVC, TEAC, MAXELL, JBL dan bekangan CASIOTONE. Di situlah saya untuk kali pertama belajar secara "praktik" bagaimana produk-produk elektronik didistribusikan. Di situ pula saya sadar bahwa sebagus apa pun produk dan sekuat apa pun brand yang dijual, akan susah dipasarkan kalau jalur distribusi tidak bagus.

Di PT Panggung yang kompleksnya ada di Waru, saya juga belajar bagaimana orang Jepang mengembangkan manajemen khasnya. Karena itu, saya jadi sering punya kesempatan untuk ke Jepang bolak-balik bersama Pak Kindarto Kohar dan Pak Ali Soebroto, "kulakan" dari berbagai pabrik elektronik tadi.

Nah, ketika itulah, Pak Dahlan sedang gencar-gencarnya membangun kembali Jawa Pos yang waktu itu oplagnya tinggal 6.000 eksemplar. Orang yang tidak punya pendidikan bisnis apa pun, tapi langsung praktik bisnis. Amazing... apalagi posisi sebelumnya, kepala biro majalah Tempo di Surabaya. Jadi murni redaksional!

Dalam membangun Jawa Pos, Pak Dahlan tidak mau ikut "aturan main" koran, yang di Surabaya "diset" oleh Surabaya Post yang koran sore. Pikirannya sederhana saja. Masa Jawa Pos sebagai koran pagi kalah dari koran sore... Tapi, masalahnya, para agen koran di Surabaya sudah tidak ada yang mau bangun subuh karena Jawa Pos tidak laku.

Satu hal fenomenal yang dilakukan Pak Dahlan, sambil membuat koran Jawa Pos menjadi different, tapi juga membuat semua karyawan jadi agen koran. Distribusi! Persis seperti yang saya lakukan di PT Panggung, yaitu menata distribusi kembali. Dari sistem distributorship menjadi branch management.

Dalam membuat Jawa Pos jadi unik, saya masih ingat Pak Dahlan yang masih ngantor di Kembang Jepun itu pernah mengatakan, "Kita jangan niru koran-koran lain yang halaman pertamanya cuma masang gambar Pak Harto tiap hari..." Jadi, waktu Indonesia masih "sangat vertikal", justru Jawa Pos sudah "horizontal". Di antaranya mendatangkan orang gede dari Kalimantan.

Berita tentang orang gede ini pasti "eksklusif" karena Jawa Pos yang "punya" orang itu. Pikiran dan perilaku Pak Dahlan yang dianggap aneh itulah justru yang akhirnya "membesarkan" Jawa Pos.

Pak Dahlan juga tidak segan-segan "minta tolong" kepada saya untuk dapat akses ke PT Panggung supaya bisa melihat World Cup secara langsung dari antena parabola, yang saat itu belum ada yang punya. Dengan demikian, Jawa Pos jadi koran satu-satunya yang bisa menceritakan gol-gol indah World Cup lengkap dengan ilustrasi pada keesokan harinya.

Saya juga masih ingat bagaimana PT Panggung "dirayu" Pak Dahlan untuk memasang multiscreen di Balai Pemuda untuk pameran yang di-organise Jawa Pos. Saking kagumnya saya, walaupun Jawa Pos masih kecil, saya sempat mengundang beliau masuk kelas "Marketing Management" yang saya pegang di Ubaya. Saya bahkan bikin kompetisi antarmahasiswa untuk bikin paper tentang kasus Jawa Pos.

Saya bahkan membawa case ini dalam talk saya ke mana-mana dengan konsekuensi "dimarahin" orang karena belum tentu terbukti nantinya. Tapi, itulah yang saya lakukan..

Kenapa?

Karena sambil mendiskusikan kasus itu, saya akan memperkuat "konsep marketing" yang saya baca di buku-buku dengan kenyataan praktiknya. Itulah saya "belajar" dari seorang Dahlan Iskan!

Selain itu, tentu saja, tulisan Reboan saya yang berjalan sejak saya masih bekerja di PT Panggung dan berlanjut ketika di Sampoerna. Dengan "terpaksa" menulis tiap Rabu, saya jadi harus banyak mencari kasus current affair untuk dibahas dalam kerangka konsep marketing. Saya selalu mengusahakan tulisan saya tidak keluar dari koridor marketing, walaupun kasus yang dibahas bisa segala macam.

Misalnya, saya masih ingat artikel pertama saya di Jawa Pos adalah tentang Konser Pepsi Cola di Jakarta yang menampilkan Tina Turner. Saya menulis bahwa Tina Turner dengan voice power-nya yang saya lihat sendiri, pas untuk memperkuat positioning Pepsi sebagai brand yang mau different dari Coke yang klasik.

Tapi saya juga menulis tentang kekaguman saya terhadap Lady Di yang berhasil memosisikan diri sebagai people's princess mumpung tidak disukai oleh keluarga kerajaan! Dua kasus berbeda tapi konsep analisisnya sama. Dengan melakukan itu, saya berusaha supaya tulisan Reboan saya harus "hot", tapi tetap "marketing"

Jadi, selain saya "mengaku" bahwa selain belajar "marketing" dari Pak Dahlan, saya memang sudah berusaha "memosisikan" diri sebagai "professional marketing analyst" sebelum 1 Mei 1990, waktu dilahirkannya MarkPlus Professional Service di Surabaya.

Besok saya akan membuka "rahasia" yang lain. (*)
Read More..

Hari Pertama Saya di MarkPlus

Grow with Character! (1/100) Series by Hermawan Kartajaya
Hari Pertama Saya di MarkPlus

SATU Mei 1990 adalah tanggal bersejarah buat saya. Itulah hari pertama saya tidak menjabat direktur distribusi PT HM Sampoerna. Dan itulah hari pertama saya juga memulai MarkPlus. Tanggal itu juga merupakan hari pertama saya menjadi seorang entrepreneur.

Sehari sebelumnya, saya masih memegang kartu nama keren PT HM Sampoerna. Direktur Distribusi PT HM Sampoerna. Sehari sebelumnya saya masih berkantor di pabrik Sampoerna di Kompleks Surabaya Industrial Estate Rungkut atau sering disebut SIER. Sehari sebelumnya saya masih punya "anak buah" sekitar 1.600 orang di seluruh Indonesia yang terbagi di 54 area. Satu area bisa meliputi dua atau tiga kabupaten. Maklum, jualan rokok kan mesti merata, apalagi Dji Sam Soe yang sudah merakyat.


Pada hari itu, pas satu Mei 1990, saya resmi menggunakan kartu nama MarkPlus Professional Service. Begitu saya menyebutnya, karena waktu itu saya berpikir pokoknya siap melakukan "professional service" apa pun! Karena kantor belum ada, ya berkantor di rumah aja, Taman Prapen Indah C-8 Surabaya.

Saya hanya berpikir, waktu itu, bahwa alamat itu memang "kurang profesional" karena tidak di perkantoran, tapi tidak terlalu "kebanting". Waktu itu juga belum ada kompleks perumahan yang keren seperti sekarang: Galaxy, Ciputra, Pakuwon, dan sebagainya. Jadi, Kompleks Prapen yang "indah" sudah cukup lumayan, karena tempatnya bersih dan dihuni banyak eksekutif.

Jadi, paling tidak, biar ada persepsi memang MarkPlus ini perusahaan one man show, tapi didirikan oleh seorang ex top executive dari sebuah perusahaan besar di Surabaya. Karyawannya belum ada. Kenapa?

Pertama, saya memang belum berani menggaji orang. Kalau nggak laku bagaimana? Kedua, ya memang nggak ada yang mau bekerja untuk saya.

Sebenarnya, terus terang, sebulan sebelum "resign" dari Sampoerna, saya memang minta tolong kepada anak buah saya yang pintar desain untuk mendesain logo MarkPlus. Maksudnya, supaya begitu keluar dari Sampoerna, saya sudah memegang kartu nama sendiri dengan logo yang lumayan.

Kartu nama adalah yang saya pikir lebih dulu, karena takut nggak punya identitas begitu tidak di Sampoerna lagi. Nah, anak buah saya inilah yang saya ajak berdiskusi tentang logo tersebut di luar jam kerja

Saya, bahkan, bercerita hanya pada dia secara "confidential" tentang rencana saya tentang MarkPlus yang mulai 1 Mei. Ketika itu, dia kelihatan sangat antusias membantu saya untuk mempersiapkan logo, termasuk aplikasinya di kop surat dan amplop. Tapi, akhirnya, saya kecewa berat ketika dia tidak mau jadi karyawan pertama MarkPlus Professional Service!

"Maaf Pak, saya nggak berani ambil risiko..." katanya sambil menundukkan muka.

Dengan terus terang dia mengaku tidak "sure" sampai kapan MarkPlus bisa bertahan. Padahal, di Sampoerna dia sudah lumayan "mapan" walaupun termasuk karyawan "kelas bawah". Begitulah situasi hari pertama MarkPlus waktu itu.

Ketika saya bangun pagi, terasa agak aneh. Biasanya saya mandi pagi-pagi, takut telat ke kantor karena harus memberi contoh kepada anak buah. Pakai baju seragam Batik Sampoerna sesuai dengan warna yang diwajibkan untuk hari itu.

Di Sampoerna, waktu itu, kami semua diberi tiga macam batik seragam dengan tiga warna. Senin-Kamis, Selasa-Jumat dan Rabu-Sabtu masing-masing satu warna.

Pada 1 Mei itu saya bangun memang agak siangan, tapi agak bingung apa yang akan dilakukan hari itu. Sebab, mendadak sudah tidak perlu pakai batik lagi setelah bertahun-tahun. Kayak ada yang "hilang".

Sehari sebelumnya saya juga sudah mengembalikan mobil dinas Toyota Crown Royal Saloon. Hari itu saya mulai menyetir mobil saya sendiri.Toyota Corolla baru, tapi cicilan...! Semuanya mendadak terasa hilang! Ya, kantor bagus, mobil bagus, anak buah, seragam, bahkan kartu nama keren.

Saya masih ingat, saya hanya punya tabungan lima puluh juta rupiah waktu itu. Dua puluh juta rupiah saya pakai untuk downpayment Toyota Corolla, sisanya yang tiga puluh juta untuk cadangan.

Karena belum ada klien yang mau pakai jasa profesional saya pada hari pertama, mau tahu apa yang saya lakukan? Percaya atau tidak, saya menulis artikel Reboan untuk Jawa Pos sebanyak mungkin! Waktu itu saya memang sudah diajak Pak Dahlan Iskan yang baru membangun Jawa Pos beberapa tahun untuk menulis rutin di Jawa Pos bersama lima orang Surabaya lain. Kebetulan saya memilih Rabu. Penulis lain ada yang memilih hari lain.

Itulah cara Pak Dahlan "mengangkat" citra orang Surabaya yang tidak mungkin dapat kolom di media ibu kota. Saya suka Rabu, karena ada di pertengahan pekan.

Jadi, sejarah MarkPlus yang segera merayakan HUT Ke-20 pada 1 Mei 2010 ini memang sangat tidak dipisahkan dari Jawa Pos! Ada semacam hubungan "spiritual". Besok, saya akan bercerita lebih detail tentang hal ini. (*)
Read More..

Hormon Cinta Bisa Picu Cemburu Juga


Hormon Cinta Bisa Picu Cemburu Juga

Oksitosin biasanya dijuluki sebagai hormon cinta yang seringkali dihubungkan dengan rasa percaya, empati dan kemurahan hati. Namun, studi terbaru juga mengatakan oksitosin juga berpengaruh terhadap rasa cemburu dan sombong.

"Lanjutan dari penemuan itu, kami berasumsi bahwa hormon secara keseluruhan memicu sentimen sosial. Ketika pemikiran seseorang positif, maka akan mendorong perilaku sosial yang positif, namun ketika asosiasi seseorang negatif maka hormon akan mendukung peningkatan sentimen negatif," ujar peneliti dari University of Haifa, Simone Shamay-Tsoory dalam sebuah rilis.

Para peneliti menghubungkan antara hormon merasa senang yang biasa dikeluarkan ketika persalinan atau ketika orang berhubungan intim. Mereka menemukan, orang yang menghirup hormon oksitosin buatan akan memiliki sikap mementingkan orang lain (altruistic).

Namun, pada penelitian sebelumnya, Shamat-Tsoory mengungkap, tikus yang menghirup oksitosin lebih agresif sehingga ia memutuskan untuk mengetahui lebih jauh apakah hormon tersebut berdampak sama pada manusia.

Untuk penelitian terbaru itu, para peneliti melibatkan 56 partisipan yang diminta menghirup hormon oksitosin tiruan dan placebo. Kemudian para partisipan diminta untuk melakukan permainan yang didesain khusus untuk menunjukkan perasaan cemburu dan sombong.
Bagi para partisipan yang menghirup oksitosin dilaporkan, memiliki tingkat kecemburuan dan kesommbongan yang lebih tinggi dibanding partisipan lain. Namun, hal itu tidak berlangsung setelahnya. Penemuan itu bisa jadi mengandung pesan penting.

"Menindaklanjuti hasil penelitian terdahulu dari penelitian dengan oksitosin, kami mulai meneliti kemungkinan penggunaan hormon sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit seperti autisme," ujar Shamay-Tsoory.

Namun, berdasarkan pada hasil studi terbaru, dia mengatakan, efek yang tidak diinginkan dari hormon tersebut harus dipelajari lebih lanjut sebelum benar-benar menggunakannya sebagai pengobatan. healthday/rin
sumber : repulika.co.id
Read More..

Magang di Universitas Sampoerna

Grow with Character! (3/100) Series by Hermawan Kartajaya
Magang di Universitas Sampoerna

GURU kedua saya sebelum membuka MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 adalah Putera Sampoerna. Itulah perusahaan terakhir saya sebelum MarkPlus.

Bagi saya, Sampoerna juga sebuah Universitas tempat saya magang. Misi utama saya selama kurang lebih dua setengah tahun di sana adalah membangun sistem distribusi sendiri.

Pak Putera sangat percaya, walaupun Sampoerna punya produk bagus, kalau distribusinya ''macet'', tidak akan ada gunanya. Padahal, waktu itu produk ''kuat'' Sampoerna hanya satu, yaitu Dji Sam Soe. Produk lain ketika itu hanya bersifat ''regional'', tidak bisa nasional.

Dji Sam Soe memang sangat kuat. Bahkan sampai sekarang pun masih ''sakti''. Nyaris tidak ada brand lain yang bisa masuk ke segmen itu. Dji Sam Soe adalah rokok keretek termahal di Indonesia, bahkan di dunia. Sebab, di luar Indonesia, tidak ada rokok keretek... :)

Tapi, ketika itu Pak Putera berencana me-launch produk baru yang inovatif. Belakangan, kita semua baru tahu bahwa produk tersebut adalah A Mild yang merupakan terobosan pertama dari ''kebuntuan'' inovasi keretek waktu itu. Persis seperti di kasus Jawa Pos kemarin, walaupun produk cukup inovatif, kalau saluran distribusi mampet, ya gak ada gunanya.


Di antara empat P-nya marketing mix, yaitu product, price, place, and promotion, place ini memang paling susah. Biasanya, orang marketing paling suka main price aja karena hasilnya bisa terlihat langsung. Turun harga hari ini, besok volume penjualan naik.

Obat keras! Tapi, bisa berbahaya karena belum tentu memecahkan masalah sebenarnya. Bahkan, kalau terlalu sering dipakai, tidak pada tempatnya, brand image bisa hancur. Kecuali kalau sebuah brand memang diposisikan sebagai low cost atau low price.

Air Asia dan Ikea misalnya, berusaha menurunkan harga barang dengan kualitas yang sama dari waktu ke waktu. Tapi, hal itu menuntut inovasi di bidang proses dan cost. Bukan sekadar banting harga!

Sesudah price, yang sering dipermainkan orang adalah promotion, antara lain, karena ''glamor''. Jadi, ngerjainnya seneng. Juga, seringkali karena terpacu pesaing!

Price war ini adalah dua ''perang pemasaran'' yang sering terjadi karena relatif mudah. Inovasi produk jauh lebih sulit karena menurut statistik 80 persen produk baru gagal karena berbagai alasan.

Karena itu, orang jadi segan melakukannya. Lebih baik nunggu! Tapi, bisa telat lho...

Selain itu, kalau kita tidak pernah mengembangkan produk baru, produk sekuat Dji Sam Soe pun akan ''mati'' pada suatu ketika!

Karena itulah, Putera Sampoerna meminta saya untuk membenahi distribusi. ''Tidak ada gunanya punya produk inovatif kalau macet di distribusi,'' katanya.

Nah, inilah yang paling ''ogah'' dilakukan orang karena banyak pihak yang akan jadi korban, sehingga ''resistansi'' akan tinggi.

Waktu itu, tugas saya mirip di PT Panggung. Mengubah model keagenan jadi model branch management. Dan itu tidak gampang!

Bayangin saja, bagaimana agen-agen Sampoerna yang sudah tiga generasi tiba-tiba diambil alih fungsinya oleh seorang kepala cabang. Mereka memang sudah sangat kaya. Tapi, masalahnya, mereka tidak mau ''kehilangan muka'' di daerah masing-masing. Karena itu, negosiasi harus dijalankan dengan sabar dan pelan-pelan.

Waktu itu, saya membagi wilayah Indonesia jadi 54 area dengan mempertimbangkan, antara lain, market size, jalur logistik, serta banyaknya pedagang rokok besar dan kecil. Semua data dari BPS dicampur files sendiri dianalisis dengan cermat. Selain itu, masih disisakan area yang sulit dijangkau untuk tetap dipegang penyalur khusus.

Nah, di antara 54 area itu, akhirnya ditentukan sembilan region. Angka sembilan memang angka keramat di Sampoerna. Sebab, angka itu memang lambang kesempurnaan. Saya masih ingat, waktu itu semua nomor telepon dan nomor mobil di Sampoerna selalu berjumlah sembilan!

Karena itulah juga, logo MarkPlus Professional Service yang dimulai 1 Mei 1990 tersebut pakai bujur sangkar tiga kali tiga dengan huruf M-A-R-K-E-T-I-N-G. Pas sembilan huruf kan! Angka hokkie!

Penguasaan wilayah oleh orang yang benar-benar mengerti market sangat penting bagi Putera Sampoerna. Tanpa itu, produk seinovatif apa pun yang didorong iklan sehebat apa pun tidak akan sukses. Karena masalah distribusi ini tidak glamor, orang marketing kurang suka membicarakannya. Tapi, justru di situlah kuncinya!

Jadi, banyak orang salah ngerti bahwa Philip Morris mau membeli Sampoerna dengan harga demikian tinggi cuma karena A Mild dan iklan-iklannya yang kreatif. Mereka lupa bahwa sampai sekarang pun Sampoerna kayaknya paling solid dalam distribusi dan penguasaan pasar.

Besok saya masih akan bercerita lagi pelajaran lain yang saya dapatkan selama saya magang di Sampoerna...(*)
Read More..

Riset AS: Rasa Kesepian itu Menular

Riset AS: Rasa Kesepian itu Menular


WASHINGTON-–Bila ada satu individu yang merasa dirinya kesepian, maka individu lain yang berada dalam kelompok akan tertular. Demikian hasil riset terbaru yang diterbitkan Journal of Personality and Social Psychology di Amerika Serikat baru-baru ini.Riset itu menjaring 5,100 orang dan kelompok sosial mereka selama 10 tahun.

Berdasarkan hasil riset, peneliti menemukan fakta dimana rasa kesepian bisa menular diikuti dengan pemutusan hubungan dengan lingkungan sosial dan menyusuri situs jejaring sosial sebagai medium mencari teman.

"Pada lingkungan terluar, masyarakat hanya memiliki sedikit teman, dan rasa kesepian membuat mereka kehilangan sejumlah hubungan," tukas John Cacciopo, Psikolog asal Universitas Chicago.


Dia menambahkan, sebelum sesesorang merasa kesepian, dirinya sedang menjalani sebuah hubungan, lalu apa yang dirasakanya menyebar dan menulari teman-temannya yang juga ikut merasakan kesepian.

"Efek ini dapat diartikan apa yang terjadi dalam diri kita berpegaruh terhadap orang lain, layaknya benang wol yang sambung-menyambung dalam sebuah pakaian hangat," jelas Cacioppo.

Meski begitu, sekalipun riset berdasar pada catatan sejarah hubungan sukarelawan termasuk informasi yang menyebabkan rasa kesepian, riset tidak menjangkau pembentukan pola infeksi yang disebabkan perasaan kesepian hingga berpengaruh pada kelompok sosial dimana sukarelawan bersosialisasi.

Sementara itu, selain menulari kelompok sosial terdekar, perasaan kesepian juga menulari tetangga sebelah dan teman dekat mereka di linkungan itu. Berdasarkan catatan cacciopo, lamanya penularan membutuhkan waktu seminggu. Kejadian ini menandakan pola penularan sangat dipengaruhi intensitas pertemuan bersama tetangga.

Riset yang didanai oleh National Institute on Aging, juga menemukan fakta bahwa perempuan cenderung mudah dihinggapi rasa kesepian ketimbang pria, hal ini disebabkan pertimbangan sugesti bahwa perempuan cenderung emosional ketimbang pria.

Riset juga menyebutkan dari sebagian masyarakat yang merasakan kesepian tidak menaruh kepercayaan pada orang sekitar, dan hal itu menghambat kemampuan mereka saat menjalin hubungan pertemanan.

"Masyarakat mungkin mendapatkan keuntungan dengan berhubungan di luar orang terdekat untuk membantu pola interaksi sosial dan bisa menjaga mereka dari perasaan kesepian yang bisa menganggu hubungan sosial mereka yang kusut," saran Cacioppo.

Guna mendalami hasi riset, peneliti terus mengamati sukarelawan selama 2 atau 4 tahun. cr2/rin
sumber : republika.co.id
Read More..

Marketing Mix Is Nothing without Peddling

Grow with Character! (4/100) Series by Hermawan Kartajaya
Marketing Mix Is Nothing without Peddling

Pada suatu hari di Sampoerna, saya dipanggil Pak Putera ke kamar kerjanya. Hari itu saya diberi tugas menjelaskan konsep marketing menurut ''buku teks''. Jadi, seharian itu saya tidak perlu bekerja, tapi harus mengajar bos.

Itulah ''kelas marketing'' paling mahal yang juga paling saya ingat. Can you imagine?

Dengan berhati-hati, saya mencoba menjelaskan konsep yang saya tahu dari bukunya Philip Kotler. Sebab, itulah satu-satunya referensi saya waktu itu. Waktu itu, saya juga belum punya model sendiri yang simple dan gampang dimengerti.

Tapi, saya sangat tahu bahwa big boss saya adalah orang yang genius dan tidak sabaran. Jadi, saya harus tahu memilih bagian-bagian yang menarik dari buku teks Kotler untuk kemudian saya gambar dan jelasin di white board.

Saya masih ingat, ketika itu saya mulai dengan membedakan antara konsep production-oriented, product-oriented, dan marketing-oriented.

Yang pertama mengutamakan fungsi produksi atau operasi. Dengan demikian, efisiensi dan kualitas jadi yang utama. Tentu saja dengan harapan bahwa suatu barang atau jasa yang ''dibuat'' secara efisien dengan kualitas yang baik akan terjual dengan sen­dirinya.

Yang kedua mengutamakan pada produknya. Bukan cuma kualitas, tapi juga inovasi pada pengembangan produk baru yang jadi fokus. Asumsinya, produk dan jasa terbaik akan mudah dijual.

Sedangkan di perusahaan yang marketing-oriented, titik berat pada need and want customer harus diketahui lebih dulu. Baru setelah itu disediakanlah produk yang memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan supaya gampang dijual.

Setelah itu, saya masuk ke segmentation dan targeting. Artinya, sebuah perusahaan yang marketing-oriented haruslah pintar memilih segmen yang mau dimasukin. Karena itu, disinilah mulai masuk pertimbangan besarnya pasar, profitabilitas dan daya saing kita terhadap pesaing. Baru setelah itu, saya melanjutkan lagi ke pengertian positioning yang waktu itu ''baru'' populer.

Al Ries dan Jack Trout yang belakangan menjadi teman saya adalah dua orang yang memopulerkan terminologi itu untuk kali pertama. Terus terang, saya belajar marketing kali pertama memang dari buku teksnya Philip Kotler yang lengkap. Saya suka karena komprehensif.

Tapi, saya jadi antusias pada marketing setelah baca buku-bukunya Al Ries dan Jack Trout yang buku legendaris mereka adalah Positioning: The Battle of Your Mind!

Sampai di sini, Pak Putera terlihat senang dan banyak mencatat. Perasaan saya dari deg-degan jadi agak seneng juga.

Terakhir, bahan yang saya jelaskan barulah Marketing Mix atau Empat P. Ternyata, Pak Putera paling suka pada bagian ini. Yaitu, ketika saya menjelaskan bahwa produk yang benar paling penting, karena itu jadi P yang pertama. Baru setelah itu, produk tersebut harus dihargai dengan benar pula.

Karena itu, price jadi elemen kedua di Marketing Mix. Setelah itu, barulah produk yang sudah ditetapkan price-nya tersebut disalurkan melalui place yang pas juga. Dan akhirnya barulah dilakukan promosi.

Saya tahu, Pak Putera adalah orang yang konseptual. Karena itu, dia suka pada konsep yang logic seperti itu. Tentu saja, waktu menjelaskan hal-hal itu, saya selalu me-refer pada kasus-kasus di industri rokok.

Waktu itu, Sampoerna baru pemain nomor empat. Setelah Gudang Garam, Djarum, dan Bentoel. Sampoerna bisa bertahan di nomor empat karena punya Dji Sam Soe yang memiliki segmen perokok sangat loyal. Positioning-nya juga sangat kuat sebagai the ultimate smoking pleasure.

Bahkan, Pak Putera pernah menyatakan bahwa dirinya berharap inilah rokok terakhir di Indonesia, ketika pada suatu ketika rokok sudah benar-benar dilarang! Selain itu, Marketing Mix Dji Sam Soe yang mahal tersebut solid.

Sore itu, saya senang karena terkesan Pak Putera suka pada yang saya jelasin. Saya pulang ke rumah dengan senyum-senyum. Sebab, itulah pengalaman luar biasa yang mungkin tidak akan terulang.

Tapi, malamnya, kira-kira pukul sebelas malam, saya ditelepon. Terus terang, setiap kali ditelepon Pak Putera, saya waswas karena pertanyaannya selalu tajam.

Namun, malam itu Pak Putera tidak bertanya apa-apa, kecuali memberi komentar terhadap konsep marketing yang saya jelaskan paginya.

''I agree with everything you said, except one thing.''

Ketika saya tanya yang mana?

Marketing Mix!

Ada satu P yang terlupakan, yang seharusnya jadi P kelima, yaitu PEDDLING!

''Marketing Mix is nothing without selling!''

Karena bahasa Inggris saya kurang bagus, Pak Putera menjelaskan arti kata itu. Yaitu, ''menjajakan'' barang ke mana-mana.

Dia bilang, tanpa ada yang menjajakan sebuah produk yang empat P-nya sudah benar, akan sia-sia. Dan itu memang sejalan dengan perubahan sistem distribusi ke agenan jadi branch management.

Agen yang sudah kaya belum tentu mau aktif ''menjajakan'', sedangkan sebuah kantor cabang memang wajib melakukan itu!

Dari komentar Pak Putera itu, saya belajar tiga hal. Satu, ikuti dulu konsep yang sudah ada supaya mengerti basic-nya. Kedua, selalu berpikir ''kritis'' terhadap sesuatu yang sudah mapan. Ketiga, kreatif tapi tidak mengada-ada.

Karena itu pula, setelah beberapa tahun kemudian ketika mulai menulis konsep sembilan elemen, saya mencoba ingat itu semua.

Kalau STP (segmentation, targeting, positioning) adalah tiga elemen strategi, saya letakkan selling (pengganti peddling) menjadi satu kelompok dengan Marketing Mix di Taktik. Digabung dengan differentiation, Marketing Mix dan selling itu saya kelompokkan jadi DMS atau Taktik!

Pelajaran terbesar dari Putera Sampoerna tentang differentiation saya ungkapkan besok. (*)

Read More..

ACT AS A LEADER, EVEN YOU ARE NOT A MARKET LEADER !

Grow with Character ( 6/100) Series by Hermawan Kartajaya
ACT AS A LEADER, EVEN YOU ARE NOT A MARKET LEADER !

MASIH banyak pelajaran tercecer walaupun saya hanya bekerja di Sampoerna kurang lebih dua setengah tahun. Kali ini saya akan bercerita tentang pelajaran yang makin memantapkan saya untuk mulai MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990.

Dari tulisan kemarin,makna terbesar yang saya dapat adalah "leadership". Act as a Leader evenyou are not a Market Leader...

Apa sih yang membedakan Leader dengan Manager?

Ada banyak definisi tentang Leadership,tapi favorit saya adalah yang dari Kouzes dan Posner. Model Kepemimpinan yang pernah dipakai IBM waktu krisis itu adalah Change,Dream,Empower,Model,Love. Artinya,seorang pemimpin harus berani melakukan perubahan ( dream ) terhadap situasi yang ada.


Sampoerna walaupun bukan yang nomer satu,waktu itu berani melakukan sesuatu yang beda dalam banyak hal dari yang biasa terjadi di industri. Jalur distribusi dari keagenan jadi branch management.

Iklan pakai animasi, padahal waktu itu industri pakai "talents" muda, ganteng, dan berani di iklan. Begitu juga dengan me "reframe" cara melihat orang terhadap apa yang terjadi.

Keberanian merubah seperti ini hanya ada pada seorang Leader bukan Manager yang biasanya hanya "meneruskan" apa yang sudah berjalan. Setiap Change pasti menimbulkan "resistant" di dalam maupun di luar organisasi.

Saya masih ingat waktu,Putera Sampoerna keluar dengan ide ide gilanya,semuaorang dalam jadi "bingung". Tapi semua nurut,karena "he is our big boss !"

Selain Change,seorang Pemimpin juga bisa punya mimpi ( dream )Putera Sampoerna ,waktu itu,tinggal di dalam pabrik karena itu bisa "eat,sleep, and dream" with the business. Kalau anda gak "ngeloni" bisnis anda, mana bisa punya mimpi. Itu kata kata sakral pak Putera yang tidak bisa saya lupakan sampai sekarang.

You must have a passion,so you will have a dream.

Seolah anda menggambar sebuah sketsa di langit tentang apa yang Anda ingin capai !

Seorang manajer hanya bisa melihat persoalan hari ini,tapi susah membayangkan sesuatu yang akan dicapai di kemudian hari.

Saya sangat terkesan akan "passion" dan "imagination" yang ada di Putera,karena itu lagu "imagine" dari John Lennon adalah lagu terbesar untuk saya. Saya bahkan "mbelani" naik kereta tiga jam dari London ke Liverpool hanya untuk melihat Beatles Museum. Dan rasa capai saya terobati,ketika melihat piano putih asli disana,yang dipakai John Lennon untuk menyanyikan lagu itu.

Sampoerna bukan market leader waktu itu, tapi berani mimpi besar ! Selanjutnya seorang pemimpin berani memberdayakan ( baca : empower ) orang lain,karena dia sadar gak bisa melakukan segala sesuatu sendirian. Seorang pemimpin percaya diri. Tidak takut memberdayakan orang lain,termasuk anak buah. Tidak takut akan "kalah" dari orang lain.

Seorang pemimpin bukan cuma melakukan "delegation of authority" seperti yang dilakukan seorang manajer. Tapi malah mendorong orang lain termasuk bawahan untuk berkreasi. " I pay you for your creativity,not only for routine work". Saya sangat ingat kata kata bekas bos saya itu.

Karena itu,pak Putera tidak suka orang yang cuma jadi "yes man". Dia siap dibantah dan siap dicounter, kalau sedang membahas ide gila. Tapi dia tidak suka kalau bantahan itu cuma didasari sifat "resistant" atau gak mau berubah. Semuanya harus didasari pada "penguasaan" masalah termasuk data,info,pengetahuan, termasuk rumor !

Itulah arti "empowerment" sebenarnya.

Seorang manajer akan ketakutan kalau anak buahnya punya data dan informasi bahkan "lebih pintar" dari dia. Sampoerna, walaupun masih nomer empat waktu itu, berani meng "empower" industri rokok.

Dengan membuat para "pengelinting rokok" jadi pemain marching band dan dikirim ke Disney Land, Sampoerna ingin menunjukkan bahwa "orang kecil" pun bisa melakukannya ketika diberi kesempatan.

Bayangkan, ibu-ibu yang sudah berjasa buat Sampoerna berpuluh tahun dilatih nabuh drumband oleh pelatih pelatih dari Amerika. Bahkan,naik kapal terbang dan keluar negeri pun belum pernah.

Sehingga,waktu pakai sabuk pengaman ketika pesawat charter mau terbang dari Juanda,hampir semuanya menangis terharu. Saya gantian menangis terharu ketika melihat mereka berbaris gagah membawa float Indonesia di Pasadena,tanggal 1 Januari 1989 !

Betapa dahsyatnya "empowerment" !

Yang keempat adalah Model. Artinya, pemimpin berani jadi contoh untuk yang lain. Bukan cuma bisa ngomong thok ! Sedang seorang manajer sering kali cuma pintar pidato atau bikin slogan, tapi bukan contoh yang baik. Akibatnya,anak buah tidak percaya. Cuma takut karena kalah "authority"

Putera Sampoerna minta semua orang jadi kreatif,tapi dia sendiri "super kreatif". Ide nya seolah gak pernah habis. Seringkali,dia gak tidur semalaman,mengembangkan suatu ide yang "baru ketemu". Takut lupa dan hilang, katanya.

Saya juga sempat ditelepon pukul dua pagi untuk diajak diskusi. Bos masih mikir, direktur pules ! Walaupun Sampoerna bukan yang terbesar, ketika itu, tapi terus jadi model untuk yang lain ! Di benchmark kiri kanan !

Seorang Leader,berbeda dengan Manajer. Tidak takut ditiru bahkan pingin ditiru ! Begitu ditiru atau diikuti orang,berarti dia sudah menunujukkan jalan yang benar !

Terakhir adalah Cinta atau Love. Love to what you do and do what you love ! Syarat ini mutlak bagi seorang Leader. Kemauan untuk melakukan empat hal sebelumnya yaitu Change, Dream, Empower, dan Model memang harus didasari kecintaan pada apa yang sedang dikerjakan. Bukan hanya karena memang sekedar melakukan hal itu seperti seorang manajer. Hati juga harus banyak digunakan ketika berhadapan dengan orang lain,termasuk anak buah.

Kenapa? Karena,hanya seorang manajer yang punya "sub-ordinate" dalam hubungan atas bawah yang vertikal. Sedangkan seorang Leader hanya punya Follower yang secara "suka rela" mengikuti. Mencintai orang lain berarti berusaha melakukan keempat hal sebelumnya supaya orang itu tertransform jadi orang yang lebih baik. Itulah yang dinamai "transformational lesdership".

Nah pelajaran tentang Leadership inilah yang makin memberanikan diri untuk mulai mendirikan Lembaga Konsultan Pemasaran pertama di Indonesia pada 1 Mei 1990.(*)
Read More..

Kami Memang Beda!

Grow with Character (5/100) Series by Hermawan Kartajaya
Kami Memang Beda!

ADA yang masih ingat slogan ini? Kalau Anda sekarang sudah berusia kepala empat, barangkali masih ingat "kami memang beda" ini. Ini benar-benar ide asli Putera Sampoerna yang cemerlang! Itulah strategi Sampoerna yang waktu itu baru berada di peringkat empat di bawah Gudang Garam, Djarum, dan Bentoel.

Dengan menggunakan statement seperti itu, Sampoerna ingin mengata­kan bahwa produk-produk yang dibuat (Sampoerna) adalah "rokok tem­bakau". Sementara itu, yang lain "ro­kok saus"!

Pada suatu hari Pak Putera memanggil saya untuk brainstorm tentang hal ini. Keputusan diskusi adalah membuat ribuan kartu pos yang menggambarkan sebuah pohon penuh cabang. Berbagai cabang itu lantas diberi nama masing-masing. Ada yang dinamai rokok putih, cerutu, kelinting, dan rokok kretek. Yang rokok putih bercabang dua lagi, yaitu filter dan nonfilter. Sedangkan yang rokok kretek bercabang menjadi rokok "tembakau" dan rokok "saus".

Dengan gambaran seperti itu, Putera Sampoerna ingin me-reframe cara melihat para perokok. Yakni, supaya para perokok jadi "sadar" bahwa Dji Sam Soe dan produk lain dari Sampoerna itu "padat tembakau". Sausnya tipis....

Konsekuensinya? Sampoerna harus punya suplai tembakau kualitas yang sta­bil. Sedangkan rokok lain yang me­ngandalkan saus, masih punya toleransi akan variasi kualitas tembakaunya. Soal kualitas bisa "diratakan" oleh saus. Dan itu sesuai dengan tulis­an yang ada di pembungkus Dji Sam Soe. "Rokok ini terbuat dari tembakau dengan kualitas tinggi", begitu kira-kira bunyinya.

Kartu pos dengan gambar pohon yang berjumlah ribuan itu saya sebarkan lewat semua "orang lapangan" yang biasa melakukan canvassing ke toko-toko penyalur. Pak Putera bilang kepada saya bahwa dia puas walaupun hanya sepuluh persen dari orang yang membaca kartu pos itu yang percaya.

Logis! Lha wong iklan biasa pun sering tidak dipercaya orang. Hitung-hitung, inilah komunikasi "kreatif" di zaman itu. Apalagi, di kartu pos itu lantas dikasih tulisan besar: Kami Memang Beda!

Perbedaan dalam bentuk kreativitas ini berlanjut. Lihat saja bagaimana Sampoerna merupakan perusahaan pertama yang menggunakan animasi kartun. Kenapa? Kata Pak Putera, dengan kartun kita bisa menyampaikan message apa pun dengan menarik. Misalnya, pada waktu iklan A-Mild "How Low Can You Go?" Animasi kartun dipakai untuk menggambarkan lomba "limbo" dan A-Mild keluar sebagai "pemenang".

Pelajarannya? Sudah nomor empat, ya jangan cuma meniru cara-cara yang dilakukan market leader. Kampanye "Kami Memang Beda" ini akhirnya terkenal ke mana-mana, sehingga orang menjadi "mengakui".

Sampoerna memang bukan terbesar, tapi "beda".

Jadi, kalau mengacu pada Michael Porter yang mengatakan ada dua strategi besar untuk memenangkan persaingan, yaitu: cost leadership dan differentiation, Sampoerna memilih yang kedua!

Ucapan Putera Sampoerna yang akhirnya "masuk" ke saya adalah: "It is better to be a little bit different, than to be a little bit better!"

Benar kan?

Kalau Anda hanya berbeda sedikit dari kompetitor, apalagi kalau kompetitor jauh lebih besar, Anda tidak akan dipercaya orang.

Tapi, kalau Anda memang BEDA dan bisa membuat orang menjadi "sadar" dan menyukai perbedaan itu, Anda akan menang. Punya peluang dapat harga lebih bagus. Kalau tidak ada yang beda, ya harus melakukan price war.

Inilah pelajaran terbesar yang saya dapat dari Putera Sampoerna yang akhirnya memberikan inspirasi pada model utama marketing saya.

Hebat kan? (*)

Read More..

Sabtu, 23 Januari 2010

Bagi Katak, Bulan Purnama Saatnya Pesta Seks


Bagi Katak, Bulan Purnama Saatnya Pesta Seks

David Bickford/National University of Singapore
Spesies katak Barbourula kalimantanensis yang ditemukan sejak tahun 1978 baru diketahui sebagai katak pertama di dunia yang bernapas tanpa menggunakan paru-paru.

KOMPAS.com - Selama ini bulan purnama identik dengan romantisme dan saat yang asyik untuk bermesraan dengan kekasih. Ternyata hal tersebut juga benar dan berlaku di dunia hean khususnya amfibi.

Para peneliti menemukan bahwa amfibi di seluruh muka bumi melakukan pesta kawin pada saat bulan purnama. Walaupun belum banyak diketahui, tetapi fenomena ini terjadi secara global. Semua spesies amfibi seperti katak, kodok, dan salamander melakukan aktivitas perkawinannya selama periode itu.

Pergerakan bulan yang tengah berada pada fase penuh umum dimanfaatkan hewan. Amfibi pun menggunakan siklus ini untuk mengumpulkan spesies katak jantan dan betina dalam waktu yang sama. Dengan demikian, potensi kesuksesan pembuahan telur dapat dimaksimalkan.

Pada 2005, ahli biologi Rachel Grant yang sedang meneliti mengenai salamander dekat sebuah telaga di wilayah Italia Tengah, tanpa sengaja melihat begitu banyak katak memenuhi jalan di bawah bulan purnama.

"Meski masih ada kemungkinan ini hanya suatu kebetulan, tapi di bulan berikut saya melewati jalan yang sama di hari senja, dan kembali menemukan sejumlah katak. Jumlahnya meningkat seiring bulan bertambah besar, mencapai puncaknya pada bulan purnama, lantas berangsur-angsur berkurang," ujarnya.

Oleh sebab itu, Grant kembali ke lokasi tersebut pada 2006 dan 2007. Ia kemudian membandingkan data perolehannya dengan data penelitian perilaku kawin katak-katak di sebuah kolam dekat Oxford, Inggris yang dikumpulkan oleh Tim Halliday; serta data Elizabeth Chadwick dari Universitas Cardiff mengenai katak-katak dan kadal-kadal di Wales.

Hasilnya, disimpulkan terdapat 3 fase hidup pada amfibi yang dipengaruhi perputaran bulan, yakni fase pembiakan (breeding site), fase perkawinan (mating site), dan fase bertelur (spawning site). Spesies katak biasa Bufo bufo melakukan ketiga fase ini selama masa bulan purnama. Begitu pula dengan spesies katak Jawa Bufo melanostictus, yang melakukan fase perkawinannya dalam periode bulan purnama, di mana katak betina melakukan ovulasi pada saat berdekatan atau di waktu yang sama.

Sementara spesies katak Rana temporaria melakukan fase bertelur pada bulan purnama. Perkawinan kadal juga dipengaruhi siklus bulan walaupun hasil yang ditunjukkannya tidak sejelas pada katak.

"Kami kira gejala ini tersebar di seluruh dunia. Bagaimanapun, perbedaan ekologi dan cara reproduksi juga akan mempengaruhi hal ini, dan itu perlu diselidiki lebih lanjut," ujar Grant.
Read More..

Para 'Penjajah' Tanpa Senjata


Oleh GESIT ARIYANTO

Mulanya binatang itu didatangkan sebagai biota air tawar yang lucu dan menggemaskan. Itulah keong- keong emas dari genus Pomacea. Keong itu hadir di Indonesia pada tahun 1980-an. Keong-keong itu lalu banyak menghuni akuarium-akuarium di rumah- rumah atau kantor. Lucu dan menggemaskan.

Tak butuh waktu lebih dari lima tahun ketika akhirnya kegemparan datang dari para petani di Sukabumi dan Tangerang. Lahan sawah subur mereka diserang keong. Pada 1984 mulai ramai istilah keong emas.

Keong-keong itu tak lucu lagi tak pula menggemaskan. Sebaliknya, memunculkan horor dan teror karena merusak padi.

Peneliti moluska air tawar pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ristiyanti Marwoto, menyebut tak semua jenis keong dari genus Pomacea menjadi hama. Yang sudah diidentifikasi yaitu Pomacea canaliculata—dari Brasil, negara tropis yang banyak kemiripannya dengan Indonesia.

Tak hanya Indonesia, keong yang mulanya dipelihara sebagai binatang piaraan itu telah menjadi hama pertanian di Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Filipina, hingga Korea Selatan. Seperti di Indonesia, upaya pemberantasan keong sebagai hama di negara-negara itu tak juga tuntas.

Di sawah, keong-keong itu tak hanya berwarna keemasan, tetapi juga kecoklatan dan kehijauan. Cirinya adalah menempelkan ratusan telurnya di batang- batang padi, tanaman liar, atau tanaman lainnya.

Kepala Puslit Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono menyatakan, keong-keong emas impor itu adalah salah satu jenis tanaman asing invasif. ”Penjajah” dari negeri asing.

Jenis asing invasif

Jenis asing invasif adalah jenis flora dan fauna termasuk mikroorganisme yang berkembang pesat di luar habitat alaminya. Karena tak ada musuh alami, binatang itu jadi hama, gulma, serta menebarkan penyakit pada flora dan fauna asli.

Di Indonesia, sebagai kompetitor, predator, patogen, dan parasit, jenis-jenis asing invasif itu dapat memunahkan jenis asli. ”Dalam skala besar akan merusak ekosistem asli,” kata Siti.

Ikan aligator

Ikan aligator (Lepisus peus) berasal dari perairan tawar Amerika Latin. Pemakan segala, tetapi cenderung karnivora dengan berat tubuh bisa lebih dari 70 kilogram. Tahun 2008, ikan aligator atau buaya itu ditemukan penambang pasir di Sungai Citarum. Beratnya mencapai 90 kg dengan panjang tubuh 1,70 meter dan diameter 80 cm.

Ikan sapu-sapu

Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) banyak dijumpai di sungai-sungai air tawar. Ikan ini berasal dari kawasan Amerika bagian selatan dan tahan terhadap kondisi air berpolutan.

Setidaknya ada empat jenis lagi ikan dari Amerika bagian selatan yang ada di Indonesia, seperti si ganas ikan piranha (Pygocentrus nattereri), si gigi runcing ikan bawal hitam (Colossoma macropomum), si petarung ikan oskar (Astronotus ocellatus), dan araipaima (Arapaima gigas).

Serangga penyerbuk

Liriomyza sativae, Liriomyza huidebrensis, dan Liriomyza trofolii.

Serangga ini justru merusak antara lain tanaman tomat, kentang, bawang, merah, dan kacang panjang.

Menurut peneliti serangga LIPI, Rosichon Ubaidillah, tanaman yang diserang serangga itu langsung mati dalam waktu kurang dari dua pekan.

Temuan terbaru, hama pepaya (mealy bug) atau Paracoccus marginatus, ditemukan tahun 2008. Hama ini menyerang buah pepaya dengan serbuk putih. Belakangan juga menyerang jenis buah lain dan bunga hias. Secara umum, efek domino serangan hama-hama itu berdampak pada ketahanan pangan dan ekonomi nasional.

Flora invasif

Di Indonesia, jenis flora asing mencapai sekitar 2.000. Salah satu jenis invasif yang legendaris adalah eceng gondok (Eichornnia crassipes) yang merebak sekitar tahun 1990 dengan daya tarik bentuk dan warna bunganya yang ungu cerah.

Belakangan, tanaman air yang mudah berkembang pesat itu menjadi pengganggu. Sebarannya yang masif tak hanya mengganggu transportasi air, tetapi juga menyebabkan sedimentasi dan mematikan plankton.

Jenis akasia

(Acacia nilotica)

Saat ditanam di Taman Nasional Baluran, Jatim, tanaman ini semula untuk melindungi padang savana, makanan utama banteng, dari bahaya kebakaran.

Perkembangannya masif, hingga 200 hektar per tahun, kini mempersempit padang rumput. Hingga tahun 2000, akasia menginvasi 50 persen, sekitar 5.000 ha, padang savana dan mengancam keberadaan banteng.

Jenis lamtoro

(Leucaena leucocephala)

Ditanam massal pada masa Orde Baru dan kini memunculkan risiko. Pemerintah harus mendatangkan serangga dari Hawaii, musuh alami kutu loncat, yang merebak seiring dengan hadirnya lamtoro.

Aster

Aster (Eupatorium sordidum) dari Meksiko di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, kini menutupi lantai hutan tempat tumbuh tanaman obat dan satwa lain. ”Sekarang sangat mengganggu, tetapi sulit diatasi,” kata peneliti botani LIPI, Sunaryo, yang pada April 2009 meneliti di sana. Setidaknya ada delapan jenis flora asing invasif di tempat itu.

Flora dan fauna asing invasif di atas hanya contoh kecil dari ribuan jenis yang saat ini ada di Indonesia. Tak ada satu pun yang didatangkan dengan maksud merusak, tetapi kelemahan pengetahuan dan informasilah yang menyebabkan ancaman.

Tak ada yang tahu, episode macam apa dari maraknya penjualan kura-kura brasil yang mungkin lucu nan menggemaskan. Akankah menambah deret getir akan kehadiran para ”penjajah” tak bersenjata?
Read More..

Banser VS Tentara AS

Banser VS Tentara AS
22/01/2010
Saat berada di sebuah kapal pesiar, presiden Indonesia (Gus Dur, pastinya), presiden AS dan perdana menteri Jepang saling memamerkan keberanian tentara masing-masing.

Presiden AS bilang tentaranya bisa mengelilingi kapal 10 kali tanpa berhenti, dan langsung dibuktikan, ternyata benar. Perdana Menteri Jepang malah bilang tentaranya bisa menglilingi kapal selama 25 kali.

Ia panggil salah seorang prajurit untuk terjun ke laut berenang mengelilingi kapal 25 kali dan... luar biasa, ternyata ia bisa.

Gus Dur hampir-hampir dipermalukan dalam perdebatan itu. Prajurit AS dan Jepang benar-benar pemberani. Untung Gus Dur segera punya ide. Dipangilnya seorang angota Banser NU yang kebetulan diajak.

"Ini bapak-bapak, dia seorang anggota Banser NU. Dia bukan tentara, dan tidak pernah mengikuti latihan militer resmi. Dia akan saya suruh berenang 100 kali," kata Gus Dur sambil menepuk-nepuk pundak anggota Banser. Presiden AS dan perdana menteri Jepang melongo.

"Ayo sekarang kamu nyebur ke laut dan berenang keliling kapal sampai seratus kali," kata Gus Dur kepada anggota Benser tadi dengan penuh percaya diri.

"Mana mungkin Gus, saya masak disuruh berenang mengelilingi kapal sebesar ini, saya tidak mau Gus," kata anggota Banser.

"Ya sudah kalau begitu kamu balik ke tempat," kata Gus Dur dan angota Banser tadi balik ke tempatnya semula.

Gus Dur lalu mendekati dua pimpinan negara adidaya itu. "Tuh kan bapak-bapak, sekarang tentara siapa yang lebih berani coba? Pasti lebih berani tentara saya. Lha wong perintah presidennya aja tidak dipatuhi??" kata Gus Dur sambil menepuk-nepukkan tangan kanan ke pahanya. (anam)
Read More..

Mikoriza, Penolong Tanaman di Daerah Kering


BEKASI, KOMPAS.com - Jamur jenis Mikoriza yang bersimbiosis dengan tumbuhan ternyata bermanfaat meningkatkan daya tahan tanaman hingga tidak sampai mati, atau layu akibat menipisnya persediaan air didalam tanah selama kemarau panjang.

"Penggunaan jamur mikoriza cocok diterapkan didaerah-daerah yang minus air seperti di Gunung Kidul, Yogyakarta dan NTB," kata Yayat Rukiat, peneliti dari Balai Litbang Deptan, di Bekasi, Selasa.

Akar tumbuhan yang diselimuti muselium hasil simbiosis dengan mikoriza menjadikan tanaman tahan terhadap menipisnya persediaan air didalam tanah sementara unsur hara pada tanah tetap terpelihara.

Mikoriza sendiri bersimbiosis dengan dua kelompok jamur yaitu hektomikoriza yang biasa digunakan untuk farmasi, akasia dan tanaman perkebunan seperti Melinjo serta pinus. Ia mengatakan, sebanyak 93 persen tumbuhan di dunia berasosiasi dengan jamur mikoriza. Adanya mikoriza juga mempermudah penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.

Dengan menggunakan mikoriza maka penggunaan pupuk untuk tanaman juga bisa dihemat seperti kelapa sawit yang membutuhkan banyak pupuk bisa dihemat setengahnya. Akar tanaman yang diselimuti mikoriza juga tahan terhadap serangan hama. "Penyakit akar tak bisa masuk, dan jamur itu juga membentuk unsur phospor pada tanaman," ujarnya.

Dalam memanfaatkan mikoriza, cara yang tepat dilakukan menurut Yayat adalah ketika pembenihan melalui inkolasi bibit dengan mikoriza. Cara itu telah dikembangkan di balai penelitian dan selanjutnya hasil benih itu akan dipasarkan secara luas.

Jamur mikoriza sudah diterapkan di Gorontalo pada tanaman jagung dengan hasil memuaskan, tahan terhadap penyakit dan penggunaan pupuk lebih hemat.
Read More..

Apakah Manusia Masih Berevolusi?



KOMPAS.com — Manusia modern (Homo sapiens) masih terus berevolusi. Meski banyak yang meyakini bahwa seleksi alam telah berhenti karena kini hampir setiap orang hidup cukup lama untuk memiliki anak, penelitian baru dari Massachussets mengenai populasi membuktikan bahwa evolusi masih berlangsung.

Sebuah tim peneliti yang dipimpin ahli Biologi Evolusi Universitas Yale, Stephen Stearns, mendapati bahwa seleksi alam tak lagi didorong kemampuan survival, tetapi tergantung pada perbedaan kesuburan perempuan. “Variasi dari kesuksesan reproduksi masih ada di antara kita sehingga beberapa sifat yang berhubungan dengan kesuburan terus dibentuk oleh seleksi alam,” kata Stearns. Artinya, wanita dengan lebih banyak anak akan lebih mudah menurunkan sifat-sifat tertentu pada keturunannya.

Tim Stearns memeriksa statistik 2.238 wanita pasca-menopause yang berpartisipasi pada Penelitian Jantung Framingheart, yang mencatat sejarah medis 14.000 penduduk di Framingham sejak 1948. Para peneliti mencari hubungan antara karakteristik fisik wanita—termasuk tinggi, berat, tekanan darah, serta kadar kolesterol—dan jumlah keturunan mereka.

Mereka menemukan, wanita yang gemuk (bukan kegemukan) cenderung memiliki banyak anak. “Wanita dengan kadar lemak yang sedikit, tak berovulasi,” ujar Stearns. Hal sama juga terjadi pada wanita dengan tekanan darah dan kadar kolesterol yang rendah.

Menggunakan analisis statistik canggih yang memasukkan faktor-faktor sosial dan budaya yang bisa memengaruhi angka kelahiran, para peneliti menemukan bahwa ciri-ciri tersebut diturunkan dari ibu ke anak perempuan dan cucu perempuannya.

Bila tren tersebut terus berlanjut tanpa perubahan hingga 10 generasi mendatang, rata-rata wanita Framingham pada tahun 2409 akan lebih pendek 2 cm, 1 kg lebih berat, mempunyai jantung yang lebih sehat, memiliki anak pertama 5 bulan lebih cepat, dan memasuki menopause 10 bulan lebih lambat dari wanita sekarang.

“Evolusi ini berjalan lambat, tapi mirip dengan apa yang kita lihat pada tumbuhan dan hewan. Sepertinya tak ada pengecualian terhadap manusia,” ujar Stearns mengenai penelitian yang dipublikasikan pada 21 Oktober dalam Procceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Douglas Ewbank, seorang demografer di Universitas Pennsylvania yang juga berperan dalam analisis statistik, mengatakan bahwa faktor budaya yang cenderung berdampak lebih menonjol dari seleksi alam pada pembentukan generasi mendatang menyebabkan orang-orang cenderung menyepelekan efek evolusi.

“Perubahan yang kita ramalkan tahun 2409 dapat saja terhapus oleh hal sederhana, seperti, katakanlah, program makan siang di sekolah. Namun, apa pun yang terjadi, tahun 2409, wanita Framingham cenderung akan lebih pendek 2 cm dan 1 kg lebih berat dibanding mereka yang tidak mengalami seleksi alam. “Evolusi merupakan proses yang lambat. Kita tak melihatnya pada kakek nenek kita, tapi seleksi itu ada.”

Sementara itu, Steve Jones, ahli biologi evolusi di Universitas College London yang pernah mengatakan bahwa evolusi manusia mendekati akhir, menganggap studi Framingham merupakan contoh penting bagaimana seleksi alam masih berjalan melalui perbedaan kemampuan reproduksi. Namun, Jones menganggap bahwa variasi kesuburan wanita seperti yang diukur dalam studi Framingham kurang penting dalam mempengaruhi evolusi manusia, dibanding variasi kesuburan pria. Menurutnya, sperma memiliki lebih banyak kemungkinan mutasi dibanding indung telur, terutama di kalangan pria berusia lebih tua.

"Bila dahulu lazim jika seorang pria memiliki banyak anak di usia senja dari beberapa istri, kini pria cenderung hanya memiliki satu istri dan sedikit anak di usia muda. Berkurangnya jumlah ayah berusia senja memiliki efek pada laju mutasi dan mengurangi munculnya diversitas baru. Padahal, inilah yang menjadi material utama evolusi," kata Jones. "Namun (meski materi evolusi makin jarang) mesin evolusi Darwin tidaklah berhenti. Ia hanya menjadi sangat melambat."
Read More..

Mufti Mesir Haramkan Al-Qur'an dan Adzan untuk Ringtones Ponsel

Sabtu, 23 Januari 2010 08:19
Kairo, NU Online
Mufti Mesir, Syekh Ali Jumah, mengeluarkan fatwa yang melarang penggunaan ayat-ayat Al-Qur'an dan panggilan adzan shalat sebagai nada dering (ringtones) untuk telepon genggam.

Syekh Jumah sebagai salah satu fujukan fatwa-fatwa keagamaan di Mesir, mengatakan, puisi atau lagu religius boleh digunakan oleh mereka yang ingin mengagungkan agama mereka dalam telepon genggam mereka, tetapi ayat Al-Qur'an tidak diperbolehkan untuk itu, seperti dilaporkan Al-Arabiya, Kamis (21/1), yang mengklaim memiliki salinan fatwa tersebut.

Fatwa pelarangan ini terkait dengan makin meningkatnya fenomena penggunaan ayat Al-Qur'an atau adzan sebagai nada dering telepon genggam di Mesir yang dianggap sebagai standar kesalehan dan keterhubungan dengan firman Allah.

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang dengannya kita dapat menyembah-Nya, karena itu harus dibaca atau didengarkan dengan hormat dan khusyuk," kata Syekh Jumah dalam fatwanya.

"Saat sesorang menerima telepon, kemungkinan besar ia akan memotong atau mengganggu ayat dalam ringtones itu dan ini merupakan perbuatan tidak menghormati kitab suci," imbuh dia.

Syekh Jumah menilai penggunaan ringtones adzan sebagai perilaku tak sopan. Hal itu, tambah dia, dapat membingungkan orang-orang yang mendengar dering telepon tersebut dan percaya itu sebagai tanda waktu shalat. (min)
Read More..