Sunan Kudus dan Masjid Menara Kudus
Moment hari raya Idul Fitri merupakan moment yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh umut Islam, terutama umat Islam di Indonesia. Dalam tradisi umat islam di Indonesia di kenal istilah “mudik” yaitu kembalinya keluarga ke kampung halaman untuk berkumpul dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain pada saat hari raya Idul Fitri. Sebagai seorang perantauan “ tinggal di Kediri-Jawa Timur” walupun jarak tempuh Kediri-Kudus sekitar 300 km yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 7 jam perjalanan, terkadang dikarenakan kesibukan rutinitas dan kerja, pulang ke kampung tempat kelahiran baru bisa dilakukan dua kali dalam setahun.
Lebaran Idul Fitri pada tahun 2010, merupakan moment yang special, untuk melepas kerinduan dan kenangan akan masa kecil. Wisata kuliner dengan menikmati menu masakan khas kota Kretek seperti Lentog Tanjung, Soto Kerbau, Sate Kerbau, Nasi Pindang dan Bakso yang pastinya pun berbahan daging kerbau tidak kami lewatkan.
Untuk wisata religi tidak lupa kami sempatkan untuk berziarah ke makam Sunan Kudus (Syeikh Dja’far Shodiq), dimana salah satu karya peninggalan beliau adalah Masjid Menara Kudus, dengan arsitektur yang khas perpaduan antara Jawa, Hindu dan China.
Masjid Menara Kudus ini didirikan oleh Ja’far Shodiq yang bergelar Sunan Kudus, diperkirakan pada tahun 956 H/ 1549 M. mengambil angka pada “Batu peringatan yang dibawa dari kota Baitul maqdis (Alquds) Palestina oleh Sunan Kudus pada waktu menunaikan ibadah Haji, yang kemudian digantikan untuk mengganti nama kota Loaram menjadi kota Kudus (yang berarti suci). Masjid ini bernuansa dan berarsitektur Hindu Jawa, didirikan untuk menarik perhatian masyarakat Loaram yang pada masa itu menganut agama Hindu dan Budha yang sangat kuat.
Bagian-bagian Masjid yang bercorak Hindu Budha antara lain:
- Bangunan menara yang mirip dengan candi Hindu
- Gapura/ gerbang 3 buah, 2 diantaranya
pada saat ini terletak di dalam masjid karena perluasan dan yang satu sebagai gerbang masjid berada diluar.
- Ukiran kepala Arca 8 Buah, pancuran padasan atau kolam tempat berwudlu yang artinya Asta Sanghi Kamarga atau delapan jalan utama.
Disebelah selatan areal kompleks masjid dibangun pula bangunan tajug dan penjagaan yang dilakukan Sunan Kudus untuk menerima tamu. Masjid ini telah mengalami perubahan pada akhir tahun 1918 – 1919 M, oleh kyai R. Asnawi, bagian asli bangunan tidak dibuang. Tahun 1921 bangunan masjid diberi penambahan Serambi dan tahun 1933 perluasan serambi serta pemberian kubah pada masjid. Dibelakang kompleks msjid terdapat makam Sunan Kudus beserta keturunan dan pengikutnya.
Tidaklah afdol mengagumi karya peninggalan sunan kudus tanpa mengenal sejarah dari Sunan Kudus. Kota kudus merupakan kota wali dimana 2 dari sembilan wali penyebar agama Islam di tanah Jawa (Wali Songo) berada di kudus. Berikut merupakan sejarah singkat dari Sunan Kudus (Syeikh Dja’far Shodiq) dan Sunan Muria (Raden Umar Said).
Sejarah Sunan Kudus
Dja’far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam Islam di sekitar daerah Kudus khususnya di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya.
Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama. Terutama dalam ilmu Tauhid, Ushul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih didalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, beliau di beri gelari dengan sebutan sebagai Waliyyul ‘Ilmi. Beliau yang termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. Diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil.
Disamping bertindak sebagai guru Islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya. Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh Karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah.
Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama Islam.
Sejarah Sunan Muria
Raden Umar Syaid, atau Raden Said dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Nama kecilnya ialah Raden Prawoto. Beliau adalah putra dengan Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. Jadi, kakak dari Sunan Kudus. Sunan Muria memperoleh seorang putra yang diberi nama Pangeran Santri, dan kemudian mendapat julukan Sunan Ngadilungu. Sunan Muria yang terhitung salah seorang penyokong dari Kerajaan Bintoro. Beliau yang ikut mendirikan Masjid Demak. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata.
Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama Islam di sepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 km jauhnya sebelah utara Kota Kudus. Cara beliau menjalankan dakwah ke-Islam-an, adalah dengan jalan mengadakan pelatihan terhadap kaum dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya sebagai seni jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-Islaman ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping itu, beliau adalah pencipta dari gending “Sinom dan Kinanti”. Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria oleh karena beliau di Makamkan di atas Gunung Muria, termasuk dalam wilayah Kudus.
(Oleh : Azis Rifianto, disarikan dari berbagai sumber)
Read More..