Grow with Character! (71/100) Series by Hermawan Kartajaya
Riding the Wave, Winning the Momentum!
KRISIS Asia yang melanda Indonesia pada 1998 memang luar biasa. Dari pertumbuhan yang selalu mendekati sepuluh persen sebelum krisis menjadi minus 13 persen pada 1998. Tapi, pada 1999, pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi positif lagi! Jadi, polanya seperti huruf V! Itu juga terjadi di berbagai negara Asia lain.
Pada 1999, Indonesia juga melakukan pemilu. Mendadak saja, politik jadi menarik di Indonesia setelah bertahun-tahun kurang menarik. Sebab, partai politik yang menang selalu Golkar dan presiden yang dipilih selalu Soeharto.
Pemilu pertama yang demokratis itu dimenangi PDIP. Golkar yang ''baru'' jadi parpol dikalahkan parpol yang pada zaman Pak Harto dipecah belah. Bahkan, markasnya pernah diobrak-abrik secara misterius.
PDIP di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri mendadak saja mendapat simpati dari pemilih. Posisi sebagai partai yang dizalimi mengalahkan partai yang sangat profesional.
Andi Mallarangeng yang saya kenal kali pertama pada 1997 memang sudah meramalkan hal tersebut waktu itu. Saya kebetulan saja bertemu Andi di pulaunya Pak Joe Kamdani yang pendiri Datascript. Kami kebetulan sama-sama diundang untuk nginap di pulau pribadinya di Kepulauan Seribu.
Waktu itu, Andi sudah mengatakan bahwa Pak Harto akan ''jatuh''. Sebagai seorang doktor di bidang political science lulusan Chicago, dia menganalisis situasi secara ilmiah.
Bahwa, kayaknya rakyat sudah ''mentok'' dengan Pak Harto. Karena itu, pasti jatuh! Hebatnya, hari pertama Pemilu 1999, Andi sudah meramal lagi bahwa PDIP pasti akan menang! Alasannya bukan karena PDIP sudah merupakan parpol yang well-organized, tapi lebih karena para pemilih berpikir ''ABG''. Asal Bukan Golkar!
Pak Akbar Tandjung yang waktu itu jadi sekretaris negaranya Pak Habibie sudah berusaha keras menyelamatkan Golkar. Buat saya, Akbar adalah seorang political marketer! Dia melakukan repositioning dengan meng-create PDB baru bagi Golkar baru.
Dari sebuah partai pemerintahnya Pak Harto yang lagi dimarahin banyak orang jadi sebuah partai profesional. Pak Akbar Tandjung cukup smart untuk tidak memosisikan diri sebagai pengganti Pak Harto. Sebab, gak bisa ada dukungan diferensiasinya!
Tapi, dia melakukan konsolidasi dari kino-kino Golkar yang tercerai-berai karena kehilangan pemimpin kuat kayak Pak Harto! Dia juga berhasil menghidupkan ''mesin organisasi'' Golkar yang sudah sangat mengakar ke bawah!
Memang hebat, sehingga akhirnya Golkar kalah terhormat sebagai runner-up. Di luar Jawa yang waktu krisis, banyak orang yang malah jadi kaya, Golkar banyak menang di berbagai tempat!
Tapi, Andi meramal dengan tepat bahwa PDIP menang karena mendapat swinging voters yang kecewa pada Golkar. Dengan demikian, PDIP punya anggota terbanyak di MPR dan disusul Golkar. Pak Habibie yang waktu itu jadi presiden transisi ditolak tanggung jawabnya. Walaupun, selama masa transisi itu, Pak Habibie juga memosisikan dirinya ''berbeda'' dari Pak Harto.
Beliau berusaha keras supaya tidak dipersepsi sebagai penerus Pak Harto. Pers dibebaskan. Sampai sekarang pun, orang tidak perlu SIUPP untuk memulai suatu media cetak baru! Pak Habibie ingin meng-create PDB sebagai presiden yang demokratis lulusan Jerman.
Saya pernah bertemu beliau di Istana Negara saat beliau mengundang semua pengurus Kadin Indonesia. Istana tidak sakral lagi. Beliau menunjukkan desktop di kantor beliau untuk memantau situasi terakhir.
Wow! Waktu itu, semua orang jadi sadar bahwa Habibie memang punya PDB yang sangat berbeda dari Soeharto. Apalagi, setiap ketemu orang, selalu ada cipiki dan cipika.
Sayangnya, Indonesia kehilangan Timor Timur lewat plebisit waktu itu. Terlalu demokratis dan waktunya kurang tepat! Apalagi, kemudian banyak kekacauan waktu TNI mundur dari Timtim!Nah, jadi bisa dimengerti kenapa pertanggungjawaban Habibie ditolak, walaupun ada Akbar Tandjung yang tangguh di Golkar! Akibatnya?
Di MPR, terjadi chaos karena anggota MPR dari PDIP ternyata ''kalah jam terbang'' dari pesaingnya untuk memenangkan Ibu Mega jadi presiden.
Sedangkan Golkar sebagai juara dua jadi ''kehilangan momentum'' ketika laporan pertanggungjawaban Habibie ditolak. Akhirnya, yang naik jadi presiden malah Gus Dur setelah Amien Rais ''puas'' jadi ketua MPR. Mbak Mega yang parpolnya jadi pemenang pemilu harus puas jadi wakil presiden.
Nah, pasangan Gus Dur dan Mbak Mega itu, walaupun tidak ideal, setidaknya sudah merupakan simbolisasi Indonesia baru yang lebih horizontal. Indonesia yang sudah lebih demokratis! Hal tersebut tentu tidak saya sia-siakan! Apalagi, 1999 adalah akhir milenium kedua. Dan 1 Januari 2000 adalah hari pertama milenium ketiga!
Walaupun klien-klien saya belum sepenuhnya ''pulih'' pada 1999, saya membangkitkan nasionalisme mereka. Caranya? Saya menyelenggarakan suatu acara besar-besaran di Balai Sidang untuk bersama-sama merayakan New Indonesia in New Millenium.
Saya masih ingat, main sponsor-nya waktu itu Indofood yang membiayai tarian kolosal dari kelompok Guruh Soekarnoputra. Jadi, pas dengan nasionalisme baru Indonesia! Tiap-tiap perusahaan nasional saya telepon satu-satu untuk minta mereka mau merayakan datangnya milenium baru secara bersama-sama. Hasilnya?
Dua ribu lima ratus orang datang dan disiarkan live oleh RCTI! Teman-teman saya dari Asia Pacific Marketing Federation pada bengong ketika saya undang sebagai presiden APMF waktu itu. Krisis memang belum benar-benar selesai. Tapi, hal tersebut saya lakukan untuk memperkuat PDB MarkPlus. Sebagai institusi marketing di ''garda depan'' dengan kelas dunia!
Pelajarannya? Don't lose the momentum to ride the wave! (*)
Rabu, 31 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar