Kamis, 11 Maret 2010
Simplicity of Al Ries: from New York City to Atlanta
Grow with Character! (51/100) Series by Hermawan Kartajaya
Simplicity of Al Ries: from New York City to Atlanta
Seperti yang saya ceritakan, saya pernah "nyambangi" Al Ries ke Atlanta, Amerika Serikat. Sejak memberikan 5-minute keynote speech di seminar pertama di Jakarta, kami memang berteman. Saya juga sempat melibatkan dia dalam proyek Toyota Dyna. Waktu itu untuk suatu proyek repositioning salah satu produk truk baru.
Saya memberikan semua data dan hasil riset ke Al Ries, kemudian dia "mikirin" bagaimana cara memosisikan produk itu. Hebatnya, walaupun Al Ries bekerja dari New York dan Atlanta, dia bisa membayangkan apa yang terjadi di Indonesia. Dia juga sangat menghayati bagaimana persaingan sengit di industri otomotif di Indonesia, khususnya truk. Toyota Dyna adalah runner-up yang kuat, karena itu dia nasihatkan supaya tidak "ofensif" terhadap market leader si Tiga Berlian. Tapi, ambil "Flanking Strategy saja".
Salah satu bukunya yang laris ialah Marketing Warfare.
Di situ dia menganalogikan persaingan dengan peperangan. Ada empat strategi yang dianjurkan. Satu, "defensive" kalau Anda market leader. Artinya, jangan diam saja atau malah "tidur nyenyak" kalau Anda sudah terbesar. Inilah yang biasanya dilakukan market leader kan? Tapi, waspadalah dan lihatlah apa yang dilakukan orang lain. Serang dulu sebelum mereka jadi besar!
Jangan biarkan! Kan Anda "bak" di atas puncak gunung, jadi pemandangan ke bawah lebih luas. "Pertahanan terbaik adalah penyerangan," katanya. Dengan melakukan itu, pesaing tidak pernah jadi besar!
Kedua adalah offensive. Kalau Anda pemain nomor dua atau tiga dan punya tenaga dan nyali besar, ini yang harus dilakukan! Serang saja market leader di "kekuatannya", dengan menghantam titik lemahnya. David menghantam pas di titik lemah kekuatan Goliath dan menang! Kayak pasukan kavaleri yang maju terus secara agresif. Tapi, ada risiko yang sangat besar. Gagal, hancur!
Karena itu, mesti dihitung-hitung dulu, dibanding-banding dulu. Kekuatan Anda dan musuh. Juga apakah musuhnya "tidur" atau "waspada". Kalau tidur dan tidak menjalankan defensive, seranglah! Tapi, kalau market leader "waspada" dan ber-defensive, lebih baik jangan.
Karena itu, ada strategi ketiga, yaitu flanking strategy. Menghindar, tapi membuat sesuatu yang tidak langsung menyerang. Bagaimana membuat market leader tidak "merasa" diserang! Itulah yang dianjurkannya untuk Dyna, waktu itu, setelah saya jelaskan situasinya.
Pihak Dyna waktu itu "mengikuti" nasihat Al Ries sehingga slogan periklanannya pun tidak dibuat ofensif. Begitu juga semua strategi ditujukan pada "mesin cari uang". Dyna memosisikan diri pada para pelanggan B2B-nya bahwa truk inilah yang bisa memberikan profit besar. Tidak jor-joran mengatakan lebih bagus daripada market leader. Smart kan?
Masih ada strategi keempat yang dianjurkan Al, yaitu guerilla, terutama kalau Anda mau main "kucing-kucingan" dan sama sekali nggak mau "mbanguni macan tidur". Pemain niche market biasanya kayak begini.
Yang penting bisa hidup enak, karena mau melayani suatu ceruk yang tidak besar, tapi punya permintaan-permintaan khusus. Dan, hanya niche player yang bisa melayani permintaan khusus itu. Waktu itu dia mengatakan bahwa Dyna harus mengadopsi strategi flanking itu.
Bekerja bersama Al Ries sebagai "partner" dalam proyek reposisi Dyna pada 1990-an membuat saya jadi sadar. Bahwa simplification gaya Al Ries ini praktis! Jangan memperuwet sesuatu dengan melakukan analiss yang akhirnya malah bisa mematikan kita sendiri.
WHY harus cukup tajam, tapi simple! Kemudian tentukan WHAT yang clear, dan kemudian baru disusun action-plan di HOW! Itulah WHY-WHAT-HOW gaya Al Ries! Pada akhir pekerjaan yang membuat pihak Astra senang, dia menjabat tangan saya. "Hermawan, you are really world-class!" katanya bersungguh-sungguh. Saya kira dia cuma lips service. Tapi, dia langsung menawarkan endorsement kedua kepada saya.
Padahal, dulu saya ngemis untuk dapat endorsement pertama, sampai mbelain menunggu berjam-jam di New York City. Besok saya ceritakan bagaimana atas inspirasi simplicity dari Al Ries, saya menulis Konsep Marketing Plus 2000 saya secara lain.
Tapi, satu lagi yang saya belajar dari Al Ries. Dia selalu lugas dan clear. Bukunya tidak pernah "diplomatis". Dia selalu memihak, hitam dikatakan hitam. Putih, ya putih! Tidak pernah cari selamat!
He always practices what he preaches! Position yourself as clearly as possible! The Success Formula is "simple" as that!
Bagaimana pendapat Anda? Setuju? Nggak setuju juga nggak apa-apa... Itulah positioning saya....(*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar