Jumat, 16 April 2010

Masukilah Hutan, Kenali Pohon dan Binatang di Dalamnya


Grow with Character! (87/100) Series by Hermawan Kartajaya
Masukilah Hutan, Kenali Pohon dan Binatang di Dalamnya

ASEAN bakal menjadi satu kesatuan ekonomi pada 2015. Karena itu, buku keempat saya bersama Philip Kotler, Think ASEAN, punya subtitle Rethinking Marketing toward ASEAN Community 2015. Saat ini juga diusahakan supaya sense of ASEAN tidak hanya ada di tingkat elite pejabat pemerintah, tapi juga di tingkat grass root!

P2P atau people to people lebih penting daripada G2G atau government to government. Kalau B2B atau business to business, biasanya paling mudah. Begitu ada keuntungan, para pengusaha akan dengan sendirinya saling berdagang. Tapi, masalahnya mau dagang pakai marketing atau komoditas saja?

Kalau pakai cara tradisional, yaitu dagang komoditas, ya main harga saja. Produk Indonesia, ketika masuk wilayah ASEAN lain, harus bisa dijual lebih murah daripada produk buatan lokal.

Hitungannya sederhana. Cost plus transportasi plus profit sama dengan harga jual. Itu kalau diasumsikan pajak impor semua sudah nol persen. Sudah pasti masih harus diperhitungkan biaya lain-lain seperti channel margin, ongkos penyimpanan, dan service.

Tapi, kalau hanya ''main'' seperti itu, akan susah jadinya. Sekarang sudah ada CAFTA atau China-ASEAN Free Trade Area. Barang buatan Tiongkok ada di mana-mana, termasuk di ASEAN. Jadi, AFTA-nya aja belum full berlaku, tapi CAFTA sudah jalan mulai 1 Januari 2010. Karena itu, saya selalu menganjurkan kepada para pengusaha Indonesia agar pakai marketing untuk masuk ASEAN. Pakai marketing berarti tidak selalu harus pakai senjata harga.

Konsekuensinya? Harus mengerti budaya lokal! Karena itu, P2P jadi penting untuk menunjang B2B. Kalau semakin banyak orang Indonesia suka travel dan akhirnya punya banyak teman di berbagai negara ASEAN, tentu saja kan lebih mudah. Semakin jarang turun ke pasar, Anda semakin sulit melakukan penetrasi pasar.

Sebab, walaupun nanti pajak impor sudah hilang sekalipun, mengerti selera lokal adalah yang paling penting bagi marketing. Dari background kolonisasi saja sudah beda. Indonesia satu-satunya bekas koloni Belanda. Sedangkan Singapura, Malaysia, Brunei, dan Myanmar adalah koloni Inggris.

Filipina lain lagi. Sampai beberapa tahun lalu, negara itu masih punya pangkalan militer Amerika. Thailand selalu mengklaim tidak pernah dijajah siapa pun. Vietnam bekas koloni Prancis dan banyak pengaruh Amerika, terutama di selatan.

Kamboja dan Laos juga pernah dijajah Prancis. Besar kecilnya negara dan pengaruh kerajaan zaman dulu serta partai-partai yang memerintah juga sangat memengaruhi budaya lokal. Begitu juga dengan agama yang dipeluk. Jadi, orang-orang ASEAN yang ''kelihatannya'' sama itu sebenarnya sangat berbeda. Berbagai pengalaman saya bicara di mana-mana membuktikan hal tersebut.

Di Singapura, saya harus selalu jaga waktu. Mereka sangat on-time dan disiplin. Mulai dan selesai tepat waktu dan harus ''sesuai'' brosur. Begitu ada yang gak cocok, mereka akan protes. Maklum, mereka kiashu atau takut rugi! Peserta biasanya sangat formal dan bertanya secara straight forward serta suka yang kuantitatif.

Di Malaysia hampir sama, tapi lebih relaks sedikit. Pada umumnya, peserta workshop di Malaysia tidak mau bertanya pada waktu sesi resmi. Mereka bertanya pada waktu break. Sangat nasionalistis berkat berhasilnya kampanye ''Malaysia Boleh''.

Tidak seperti di Indonesia, mereka berbeda-beda antara Malay, Chinese, dan Indian. Malay lebih ramah dan sopan, Chinese penuh perhitungan, dan Indian jago bicara dan debat! Thailand pada dasarnya lebih relaks, mirip Indonesia tapi sangat sopan. Sangat ramah juga, mengalahkan Indonesia. Yang sensitif satu saja.

Apa itu? Jangan sampai menyinggung raja! Ada hukuman badan untuk orang yang bicara jelek tentang raja dan keluarganya di tempat umum. The King is always right! Hampir sama kayak Malaysia, bertanya dilakukan di luar sesi resmi.

Bagaimana dengan Filipina? Wah, ini beda banget! Peserta selalu aktif bertanya dan bicara mengemukakan pendapat. Kata orang, yang bisa ngimbangi orang India ya cuma orang Filipina. Saya harus menyiapkan banyak jokes untuk Filipina. Yang paling berkesan, ketika saya mendapatkan standing applause seribu orang pada akhir talk! Setiap kali diajak nyanyi dari video clip, mereka selalu antusias.

Vietnam sangat patriotis dan arogan. Mereka selalu menganggap dirinya sebagai ''bangsa pemenang''. Bahkan, Amerika pun kalah di Vietnam. Peserta selalu kaku dan banyak yang harus pakai alat penerjemah langsung.

Seringkali saya mengatakan joke, tapi mereka tidak ketawa. Mungkin penerjemahnya salah mengartikan joke itu! Sensitif terhadap Partai Komunis. Jangan sekali-kali menjelekkan partai. Kayak raja di Thailand.

Brunei? Wah, ini lain lagi! Yang ikut seminar dan workshop kebanyakan Chinese karena mereka harus berjuang untuk bisa hidup layak. Malay di sana bisa bersekolah gratis dan berobat gratis. Kaya-kaya dan kebanyakan kerja untuk pemerintah atau BUMN, jadi gak perlu marketing!

Dari berbagai pengalaman tersebut, saya semakin yakin bahwa ''hutan'' ASEAN harus dimasukin untuk diliatin ''pohon dan binatang'' di dalamnya. Kelihatan sama dari ''atas''. Tapi, untuk melakukan marketing, tidak cukup pasar bebas. Anda harus masuk ke dalam hutan tersebut. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar