Senin, 26 April 2010

Youth, Women, and Netizen are The New Wave Subcultures


Grow with Character! (97/100) Series by Hermawan Kartajaya
Youth, Women, and Netizen are The New Wave Subcultures

Pada 18 November 2009, saya tepat berusia 62 tahun. Tahun ketiga di era HK 3.0 yang dimulai ketika saya masuk ke usia 60 tahun. Tema kali ini adalah A Whole New Wave!

Artinya, saya mengusahakan untuk benar-benar bisa jadi a new wave person. Bukan jadi orang senior yang merasa punya masa lalu yang penuh perjuangan, lantas memaksakan pelajarannya kepada the youth. Harus sebaliknya, saya percaya bahwa pada saat ini, justru seniorlah yang harus belajar dari the youth. Sebab, the youth is the future!

Para marketer yang ingin memenangkan mind share haruslah memegang the youth. Azrul Ananda, putra Dahlan Iskan, adalah salah satu contoh konkret, bagaimana dia membuat dan mengembangkan DeTeksi, termasuk DBL-nya. Azrul adalah masa depan Jawa Pos. Pak Dahlan Iskan adalah orang yang membangun Jawa Pos dari reruntuhan sampai bisa sebesar sekarang. Tapi, tantangan ke depan sangat berbeda. Jawa Pos tetap terasa muda karena Azrul Ananda.

Selain itu, saya harus semakin sensitif seperti the women. Saya juga percaya bahwa women sebenarnya adalah yang akan menentukan arah dunia di masa depan. Bukan cuma ditandai munculnya beberapa perempuan sebagai pemimpin negara dan perusahaan, tapi saya tidak bisa membayangkan sebuah dunia tanpa perempuan.

Anda bisa? Women over men, is the soft power behind.

Inilah yang lebih dahsyat. Bagi orang marketing, kalau Anda mau menguasai market share, kuasailah women karena mereka membeli untuk family and friends. Sedangkan men membeli untuk dirinya sendiri.

Yang terakhir, saya harus berusaha terus menjadi netizen, bukan sekadar citizen! Saya percaya pada 2020 nanti sikap dan perilaku orang akan sangat berbeda dari sekarang. Orang mencari informasi, membeli barang, bermain, dan lain-lain lewat internet. Mereka akan makin suka bertemu dengan orang yang sangat berbeda karena di internet tidak ditanya dari mana, warga negara apa, suku apa, dan agama apa. Sedangkan citizen selalu merasa punya hak lebih hebat karena dia adalah warga negara, putra daerah, atau bahkan pribumi.

Pribumi baru di era new wave nanti adalah para netizen yang memegang paspor Facebook, Twitter, Google, dan Youtube! Atau mungkin yang lain lagi.

CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo adalah contoh nyata yang sudah melihat trend ini. Pak Agung berani berinvestasi besar-besaran di Kompas.com selagi Kompas masih sangat berjaya. Dia menggaungkan kedua media legacy dan new wave itu menjadi suatu kekuatan synergetic yang dahsyat.

Mengapa?

Karena Pak Agung percaya bahwa netizen kelak akan lebih powerful dibanding citizen. Untuk para marketer, kalau Anda ingin memenangkan heart share, menangkanlah hati para netizen. Sebab, mereka lebih berkomunikasi menggunakan hati di internet. Lihat bagaimana akhir dari kasus Bibit-Chandra dan Prita yang diselesaikan secara off-court.

Saya juga berkampanye di mana-mana bahwa youth, women and netizen are the three new wave subcultures yang harus dipegang kalau Anda mau melakukan new wave marketing.

Saya juga sangat percaya bahwa ketiga super communities tersebut akan menjadi fondasi bagi marketing pada 2010 dan selanjutnya. Itulah yang saya katakan di MarkPlus Conference pada 10 Desember 2009 di Pacific Place Jakarta.

Saya sendiri berharap bisa jadi a whole new wave person seperti itu, walaupun belum tentu bisa. Sejak memasuki Era HK 1.0 di usia 60 tahun, saya memang lebih banyak merenung untuk mencari terus makna hidup. Ternyata, saya memang manusia yang sangat lemah dan melakukan banyak kesalahan dalam perjalanan hidup ini.

Baik sebagai pribadi kepada teman-teman, di mana saya merasa sangat kurang banyak berbuat sesuatu. Juga sebagai seorang kepala keluarga, saya jauh dari sempurna. Sebagai pendiri MarkPlus, saya juga sering mengambil keputusan yang salah. Ya, tapi itulah saya, yang penuh kelemahan. Kata Confucius, setelah berusia 60 tahun, orang tidak boleh bersalah lagi dalam tindakan dan perilakunya. Tapi, saya tetap tidak bisa seperti itu.

Mudah-mudahan dengan menjadi a whole new wave person, saya akan bisa jadi lebih baik. Semangat saya untuk memberikan kontribusi kepada Indonesia lewat marketing pun semakin besar. Saya lahir, besar, hidup, dan akan mati di Indonesia. Negeri inilah yang memberi saya kesempatan untuk mendirikan MarkPlus yang akan ber-HUT ke-20 pada 1 Mei 2010 di Surabaya nanti.

Indonesia yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan konsep marketing, dari Marketing Plus 2000 versi 1 sampai 3 dan dilanjutkan sampai ke New Wave Marketing. Belum tentu itu akan terjadi kalau saya lahir, besar, dan hidup di negara lain.

Indonesia itu kaya, indah, dan ramah, serta memberikan kesempatan pada semua orang untuk berkembang. Karena itu pula, saat ini saya banyak membantu berbagai instansi. Sudah lima tahun saya menjadi penasihat ahli Kapolri dan mengajar di Sespati Polri. Saya juga satu-satunya orang nonmuslim yang ditunjuk Bank Indonesia untuk duduk di Komite Perbankan Syariah. Saya adalah Special Ambassador for Indonesia Tourism dari Depbudpar. Saya juga sering mengajar di Lembaga Administrasi Negara dan Departemen Luar Negeri.

Saya juga duduk di Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia, Dewan Sekolah SBM-ITB, ketua Tim Persiapan SBM-ITS dan Dewan Penyantun Universitas Katolik Soegiyapranata. Selain itu, saya beberapa kali membantu NU, Muhammadiyah, dan Pesantren Langitan.

Saya bersyukur kepada Prof Imam Robandi dari ITS, selaku Dikdasmen Muhammadiyah se-Jawa Timur yang pernah membawa saya menjadi keynote speaker di hadapan 7.500 guru di Universitas Muhammadiyah Malang. Dan, di situlah, Pak Din Syamsudin menobatkan saya sebagai "Ayatullah Marketing Indonesia".

Itu semua saya lakukan sebagai bagian dari giving back to the country kecil-kecilan, karena saya tidak mampu melakukan yang besar-besaran untuk Indonesia tercinta. Tapi, saya percaya, banyak orang seperti saya yang bisa berbuat lebih besar untuk Indonesia. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar