Minggu, 07 Maret 2010

Belajar "Ilmu Tiga" dari Ida Bagus Mantra


Grow with Character! (47/100) Series by Hermawan Kartajaya
Belajar "Ilmu Tiga" dari Ida Bagus Mantra

PADA suatu hari -dalam sebuah seminar- saya bertemu Dr Ida Bagus Mantra di Jakarta. Ketika itu saya sudah lebih banyak beraktivitas di ibu kota. Pak Mantra waktu itu adalah Country CEO untuk IBM di Indonesia. Beliau orang pintar dan suka mengajar.

IBM ketika itu dianggap sebagai satu-satunya School of Management di Indonesia. Artinya, Anda bisa belajar banyak ilmu manajemen dengan bekerja di situ. Persis Unilever yang School of Marketing dan Citibank yang School of Banking. Karena kenal Pak Mantra, saya jadi sering keluar masuk kantor pusat IBM di Jakarta. Saya bahkan lantas menarik Pak Mantra untuk menjadi ketua umum AMA Indonesia (organisasi ini memisahkan diri dari IMC atau Indonesia Managers Club).

Salah satu pelajaran yang sangat berharga buat saya dari Pak Mantra adalah "ilmu tiga"! Setiap kali melihat Pak Mantra berbicara, saya terkagum-kagum. Pengetahuan manajemennya sangat dalam. Slides-nya selalu bagus. Time management juga rapi, tidak pernah bicara kependekan (terlalu pendek) atau kepanjangan.

Selain itu, yang paling penting adalah sistematik. Ketika saya tanya rahasianya, terutama untuk aspek yang terakhir, jawabannya ya "Ilmu Tiga" itu. Beliau bilang, pada waktu itu, baru saja ikut sebuah kursus di Australia yang bernama Think on Your Feet! Artinya, bagaimana kalau Anda tahu-tahu (tiba-tiba) dipanggil untuk berbicara atau memberikan sambutan. Padahal, Anda tidak punya persiapan sama sekali. Jadi, sambil berdiri dan berjalan menuju panggung atau mimbar, Anda mesti bisa segera berpikir tentang apa yang mau diucapkan. Yang paling bagus ya "tiga" itu!

Dua terlalu sedikit, kelihatan "kurang berisi". Lebih dari tiga agak susah "ditangkap" orang. Atau, kalau mau lebih dari tiga, ya "lima" sekalian, seperti Pancasila yang dahsyat itu. Dan, kalau mau lebih dari lima, ya sekalian "sepuluh". Lihat saja The Ten Commandment atau Sepuluh Perintah Allah di Perjanjian Lama. Tapi, yang praktis, ya tiga itu.

Pak Mantra lantas bercerita bahwa orang Bali punya Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan dalam hidup. Antara God, Nature, and People! Kalau keseimbangan ini terganggu, kehidupan masyarakat pun akan terganggu.

Urutannya bagus juga kan. Tuhan atau God lebih dulu karena punya tingkatan paling tinggi. Setelah itu alam atau nature, karena manusia hidup di dalam alam yang diciptakan Tuhan. Akhirnya manusia atau people. Kalau ketiganya seimbang, "taksu"-nya akan kuat. Penggambarannya, Tuhan di atas, alam bisa di kiri dan manusia di kanan. Jadi, ada hubungan "vertikal" dan "horizontal".

Perguruan tinggi punya tridarma yang urutannya penelitian, pengajaran, dan pengabdian. Research, teaching, and service! Urutannya biasanya seperti itu. Karena riset adalah "pengembangan ilmu" jadi disebutkan lebih dulu, baru "pengajaran ilmu" kepada mahasiswa. Baru terakhir, "mengabdikan ilmu" itu kepada masyarakat luas.

Polisi juga punya tribrata yang bermakna: penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan pelayanan. Kalau mau dicari, banyak sekali yang "tiga" semacam ini. Pak Mantra juga menunjukkan bahwa pidato atau tulisan orang pintar banyak yang pada intinya terdiri atas "tiga bagian" atau "tiga aspek" atau "tiga fase" dan sebagainya!

Supaya sistematis, Anda bisa pakai "waktu" sebagai dimensi. Past, present and future, misalnya! Bisa saja, Anda tiba-tiba diminta memberikan "sepatah dua patah kata" atau "sekapur sirih" pada suatu pertemuan antarsiswa eks SMA misalnya.

Sambil berjalan ke mimbar, Anda berpikir tentang masa lalu (persepsi pada waktu Anda sekolah di situ), masa sekarang (persepsi Anda pada sekolah tersebut sekarang), dan masa depan (harapan Anda akan sekolah tersebut di masa mendatang).

Tapi, Anda juga bisa meninjaunya dari sisi guru, siswa, dan administrator. Itu kalau mau memakai dimensi "manusia" di sekolah. Bisa juga dilihat dari dimensi alumni saja. Misalnya, yang sukses, normal, dan gagal! Jadi satu masalah bisa "dibedah" dari berbagai segi. Tinggal dimensinya saja yang bisa diganti-ganti. Time and Space Dimensions tentu yang paling populer. Dimensi waktu (past, present, future) atau ruang (internal, external, environmental).

Nah, setelah dipilih satu dimensi dengan tiga aspek, Anda bisa mengembangkan dengan tiga hal lagi untuk tiap-tiap aspek. Jadi, bisa tiga kali tiga sama dengan sembilan. Atau bisa terus menjadi dua puluh tujuh dan seterusnya.

Selain itu? Anda harus mengatakan dimensi yang dipilih di depan sambutan atau penulisan sebagai executive summary. Dengan demikian, audiens sudah ter-frame ketika mendengarkan "isi" frame tersebut! Hal ini bisa dilatihkan, kata Pak Mantra.

Beliau sebenarnya mengajak saya menjadi "asisten" pelatihan itu kepada orang lain. Tapi, hal itu memang tak pernah kejadian dan saya pun tak pernah melihat materi aslinya. Namun, saya benar-benar terkesan dengan "ilmu tiga" yang diturunkan secara tak sengaja tersebut. Apalagi, sebagai orang eks-Sampoerna, pasti saya percaya pada ampuhnya angka sembilan! Bahkan, kata MARKETING sendiri kan bisa diurai di tiga kali tiga: MAR-KET-ING!

Karena itu pula, logo pertama MarkPlus Professional Service adalah tiga kotak kubus yang berjumlah sembilan. Tiga di atas: MAR, tiga di tengah: KET, dan tiga di baris bawah: ING!

Inspirasi "ilmu tiga" itu begitu kuat saya pegang, sehingga Sembilan Elemen saya dimulai dari STRATEGY (Segmentation, Targeting, Positioning atau STP) untuk memenangkan Mind-Share. Diteruskan dengan TACTIC (Differentiation, Marketing Mix, Selling atau DMS) untuk memenangkan Market-Share. Dan, diakhiri dengan VALUE (Brand, Service, Process atau BSP ) untuk memenangkan Heart-Share!

Begitu juga konsep 4C yang terdiri atas Landscape yang harus dihadapi Company (C pertama). Landscape-nya sendiri ada tiga, yaitu Customer (C kedua), Competitor (C ketiga), dan Change (C keempat). Mengapa urutannya begitu?

Ya, buat saya, customer yang paling penting untuk dimengerti, karena merupakan pihak yang harus dilayani dan dipuaskan. Setelah itu baru competitor supaya kita bisa bikin strategi pelayanan yang jitu. Akhirnya change supaya bisa mengantisipasi perubahan yang akan terjadi pada customer dan competitor.

"Ilmu tiga" ini juga pas dengan Why (reasoning), What (strategizing), How (executing) dari Harvard Business School. Ampuh kan "Ilmu Tiga" yang diajarkan Ida Bagus Mantra ini? (el)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar