Jumat, 05 Maret 2010

Citibank, Coca-Cola, dan Forum


Grow with Character! (44/100) Series by Hermawan Kartajaya
Citibank, Coca-Cola, dan Forum

"SIAPA suruh datang ke Jakarta!". Lirik lagu itu dibuat orang untuk mengingatkan bahwa Jakarta bukan hanya gemerlap lampu di Jalan Sudirman. Tapi, kota itu bisa sangat "kejam".

Persaingan sangat keras karena semua orang yang merasa sudah menjadi "juara lokal" datang ke sana. Perlunya supaya diakui "eksis" di level nasional. Isinya Jakarta, ya orang daerah. Tapi, setelah di Jakarta, banyak yang berubah "gaya". Maksudnya supaya "diakui" kalau sudah di Jakarta.

Bagaimana orang Surabaya di Jakarta? Banyak yang sukses, tapi juga banyak yang "nggak kerasan". Macet, panas, berdebu, kotor, orangnya cuek! Selain itu, kalau salah jalan sekali saja, bisa berputar panjang sekali. Tapi, orang lain bilang, inilah "tambang emas". A city of opportunities! Mau mencari orang bisnis, selebriti, orang pintar, semuanya kumpul di Jakarta!

Memang benar sih! Setelah mulai "berani" masuk Jakarta, saya merasa bahwa Surabaya memang "kota nomor enam" di Indonesia. Setelah Jakarta Pusat, Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Ini sering dikatakan Pak Dahlan Iskan dulu.

Di Surabaya orang terkesan lebih rileks. Di Jakarta, orang berlomba dengan waktu. Untuk mengejar sesuatu yang sering tidak jelas! Jadi yang nggak "kuat" akan mental! Tapi, banyak juga yang setelah balik ke daerah, jadi kangen Jakarta dengan segala kemacetannya. Karena itu, ada lagu lain dari Koes Plus, yaitu Kembali ke Jakarta. Buat saya, lagu ini memberi semangat orang daerah untuk terus berjuang. Terus terang saja, buka rahasia, saya selalu menyanyikan lagu itu di karaoke untuk "menyemangati" diri sendiri!

Pertemuan perdana MarkPlus Strategic Forum di Jakarta membicarakan kasus Coca-Cola! Ini berbeda dengan kasus Citibank yang saya pakai untuk membuka Forum di Surabaya. Ketika itu, kisah sukses kartu kredit Citibank sudah diceritakan banyak orang. Brand kuat, aplikasi mudah, kontrol ketat.Dengan demikian, walaupun Bank Duta merupakan pionir kartu kredit di Indonesia, akhirnya terlupakan. Sebab, waktu itu aplikasi kartu kredit di Bank Duta susahnya bukan main. Padahal, Bank Duta hanya bank nasional, kalah gengsi dengan Citibank.

Saya sendiri tahu banyak tentang strategi dan taktik, karena MarkPlus Surabaya ketika itu juga "partner" Citibank untuk mencari aplikasi. Waktu itu, cara "menjemput bola" seperti itu baru dilakukan Citibank. Sekarang, ya semua penerbit kartu kredit melakukan seperti itu. Karena itu, membicarakan hal itu menjadi sangat menarik secara "strategik".

Bagaimana Coca-Cola? Ada dua hal yang membuat saya memilih kasus ini sebagai "pembuka" untuk Forum Jakarta. Pertama, ketika saya masih menjadi guru SMAK St Louis Surabaya, ada manajer Coca-Cola bernama Pak Purba. Saya kagum bagaimana kegigihan Pak Purba memperkenalkan "rasa Coca-Cola" yang "aneh" itu kepada orang Surabaya. Antara lain, dia menemui dan merayu saya. Dia minta diberi akses untuk membagi Coca-Cola dingin kepada anak-anak St Louis sehabis berolahraga.

Dia selalu bilang, jangan minum Coca-Cola kalau tidak dingin! Pokoknya mesti dingin, baru itu namanya Coca-Cola! Dan baru terasa, ketika diminum waktu udara lagi panas atau si peminum lagi kepanasan!

Nah, waktu habis berolahraga itulah is the best time to drink! Waktu itu saya nggak mengerti bahwa itu adalah taktik marketing lokal yang "pas" dengan strategi marketing globalnya. Selain itu, cara yang dilakukan Pak Purba termasuk Product Launch yang dahsyat di Indonesia yang waktu itu "belum biasa" dengan rasa Coca-Cola. Nah, setelah mengerti, saya jadi terkagum-kagum!

Kedua, saya pernah "nyambangi" Al Ries yang pindah dari New York ke Atlanta. Di Atlanta, hanya ada dua atraksi besar untuk turis. Apa itu? CNN dan Coca-Cola! Di CNN, saya sempat mengunjungi studionya dan bikin rekaman "baca berita" di sana. Saya juga melihat studionya Larry King "live".Sedangkan di Coca-Cola, saya mengunjungi museumnya. Nah, di situlah saya kesengsem oleh sejarah bagaimana brand besar ini dibangun.

Hebatnya, di museum Atlanta itu juga ada becak Coca-Cola. Becak ini sering dipakai untuk promosi taktikal di Indonesia. Tapi, selain itu, saya melihat berbagai upaya taktikal Coca-Cola jadi local brand.

Ketika itu, istilah Think Globally, Act Locally baru hot-hot-nya. Inilah contoh bagaimana sebuah Global Brand berusaha supaya bisa diterima di grass root. Sementara, brand lokal Indonesia, bahkan brand yang sangat lokal Surabaya sendiri, nggak berani pakai becak untuk promosi. Takut "rusak" brand-nya.

Selain itu, saya melihat bagaimana museum Coca-Cola di Atlanta "dijaga" beberapa orang yang tidak sempurna. Saya di "welcome" oleh seorang yang "on wheel chair" dan orang lain lagi yang pakai "kruk". Ini untuk menunjukkan kepedulian sebuah brand global untuk tidak mendiskriminasikan orang "sempurna" dan "tidak sempurna". Kalau sekarang, yang begini mungkin biasa-biasa saja. Tapi, ini sudah terjadi pada Coke di awal 1990-an.

Karena itulah, saya mengundang eksekutif puncak Coca-Cola di Jakarta untuk bercerita tentang bagaimana Coke membentuk brand-nya di Indonesia. Saya masih ingat bahwa topik ketika itu adalah Integrated Marketing Communication atau IMC yang sedang populer.

Kalau pertemuan pertama Forum di Surabaya hanya dihadiri tiga puluh orang, yang di Jakarta dihadiri seratus orang. Berbarengan dengan pembukaan Forum di Jakarta, saya mulai juga menulis secara rutin di Swa. Tulisan di Swa berbeda dengan tulisan di Jawa Pos. Tapi, karakternya sama, yaitu gaya bercerira atau story telling.

Di Swa saya juga diangkat sebagai redaktur ahli, bahkan sampai sekarang. Tugas saya adalah mengulas kasus marketing yang sedang dibahas pada edisi yang bersangkutan. Mulai saat itu, Swa juga diberikan kepada semua anggota Forum, baik di Jakarta dan maupun Surabaya.

Dengan melakukan hal itu, bertambahlah diferensiasi Forum dibanding organisasi manjemen "nonprofit" yang ada. Sejalan dengan itulah, anggota Forum menjadi semakin banyak. Bagi orang Jakarta, baru ada klub seperti ini. Bagi orang Surabaya apalagi.

Karena dijalankan secara "profesional" oleh staf MarkPlus sendiri, Forum lebih bisa memberikan pelayanan kepada anggota sebagai pelanggan. Selain itu, pemilihan topik dan pembicara jadi lebih fokus. Saya bisa mencari topik topik yang lagi "in".

Jadi, MarkPlus Strategic Forum dijalankan sebagai "PR arm" dari MarkPlus Professional Service. Ini sekaligus untuk melegitimasikan MarkPlus sebagai kantor konsultan marketing pertama di Indonesia. Yang berasal dari Surabaya ke Jakarta, lewat Citibank dan Coca-Cola. Ini sekaligus untuk memantapkan eksistensi MarkPlus di kancah nasional. Bukan "Koran Nasional, tapi Konsultan Nasional dari Surabaya"! ( *)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar