Obat China Ancam Produk Lokal
Implementasi perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN-China mengancam industri jamu nasional. Untuk bertahan, industri memilih melakukan merger.
“Pemberlakuan FTA membuat produsen jamu kecil menengah kelabakan.Perusahaan besar pun harus memutar otak bagaimana agar mampu bertahan," kata Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, jika tidak mampu bersaing, perusahaan jamu skala besar juga akan melakukan penggabungan usaha (merger) dengan perusahaan lain. “Yang tidak kuat dengan yang kuat. Itu akan banyak terjadi," ujarnya.
Timbul suatu merger. Ini cara biar bertahan," kata Charles. Namun, dia mengatakan, kondisi ini menimbulkan dilema. Jika perusahaan besar dapat melakukan merger, perusahaan kecil hanya dapat pasrah menunggu kesempatan untuk ikut serta mempertahankan pasarnya. “Saya mengimbau pemerintah agar memberikan kemudahan dalam regulasi. Pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator, tapi juga fasilitator," ujarnya. Menurut Charles, kebijakan tarif dan kewajiban penggunaan standar serta label berbahasa Indonesia termasuk regulasi yang cukup menyulitkan obat asing ilegal untuk masuk.
Namun, para produsen obat asing memiliki cara menggunakan celah. Produsen obat China, kata dia, memanfaatkan kelemahan Dinas Kesehatan Indonesia untuk membangun klinik yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Karena langsung berhubungan langsung dengan klinik, obat-obatan tersebut lolos dari pantauan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Kliniknya legal, tapi obatnya itu kita tidak tahu. Dan ini sangat pesat sekali perkembangannya di Indonesia. Jualannya pakai iklan, dengan dalih bisa mengobati kanker, tumor, dan lain-lain dalam waktu singkat. Masyarakat pun banyak yang pakai ini,"kata dia.
Charles menandaskan, dukungan dari pemerintah sangat diharapkan, terutama dalam promosi penggunaan jamu yang diharapkan menjadi salah satu minuman nasional yang menjadi ciri khas serta gaya hidup baru selayaknya batik. “Kita berharap nanti Jumat juga minumnya yang bisa teh atau kopi jadi jahe. Sama-sama hangat, tapi lebih berkhasiat," ujarnya. Kepala BPOM Husnia Thamrin mengatakan,pihaknya melakukan pengawasan intensif pada produk obat tradisional yang masuk Indonesia. “Kami lakukan pengawasan intensif. Kalau ternyata ada masalah, produk akan kita musnahkan. Lalu pelakunya akan kita tindak lanjuti," kata dia.
Dia mengatakan,dulu memang sudah ada labelisasi menggunakan bahasa Indonesia, namun tidak teraplikasi dengan baik. “Sekarang akan ada kejelasan label bahasa Indonesia. Sekarang akan dicetak pada produk. Kalau dulu hanya ditempel dan bentuknya kecil, jadi tidak terlihat," ujar Husnia. Husnia mengatakan, pihaknya merasa khawatir karena FTA ASEAN-China bisa mematikan industri dalam negeri. “Saya khawatir dengan kompetisi produk kita dengan negara lain," ungkap dia.
Lebih Murah
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia Anthony CH Sunarjo mengatakan, China dan India mampu memproduksi harga obat lebih murah dan jumlahnya juga lebih banyak. “Skala ekonomi produksi mereka besar.Kita dengan biaya yang sama hanya mampu 100 ribu. Mereka 10 juta. Karena itu, harga obat mereka bisa lebih murah. Sebenarnya penurunan tarif masuk untuk obat ini sudah lama berjalan. Sekarang tinggal masalah daya saing,"katanya.
Anthony memaparkan, pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN-China pasti akan mengancam industri farmasi dalam negeri.“Terutama yang skala kecil menengah. Saya minta ditunda. Saat ini ada 200 industri farmasi. Pemain besarnya ada 20 perusahaan yang menguasai 70-80 persen pasar obat. Yang nilainya Rp30 triliun," katanya. Husnia mengatakan, produk yang paling rentan terkena imbas FTA adalah makanan dan kosmetik.“ Untuk obat dan jamu memang tidak besar mendapat kendala. Yang paling banyak mendapat masalah adalah kosmetik dan makanan seperti bahan baku pemanis makanan," ujar dia.
Husnia menambahkan, pihaknya telah berhasil menyita dan membakar 3,5 triliun produk impor ilegal. “Kemarin kami bakar 3,5 triliun produk ilegal. Paling banyak berasal dari China. Namun, itu baru Jabodetabek. Wilayah lain akan kami lakukan hal yang sama," tandas Husnia.
Sumber okezone.com
Senin, 11 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar