Sayyidina dalam Sholawat
Sayyidina terdiri dari kata ; sayyid dan naa. Sayyid artinya; Tuan atau Tuhan. Naa, artinya; kami. Jadi Sayyidina berarti; Tuan kami atau Tuhan kami. Dalam budaya dialek bahasa arab, kata sayyidina mempunyai arti ganda bisa berarti Tuan yaitu orang yang dihormati dan dijadikan panutan dan pimpinan di masyarakat atau juga sebagai majikan dari budak. Tapi juga kadang diartikan sebagai Tuhan yaitu sesuatu yang dikultuskan dan di sembah sebagaimana
Dalam budaya bahasa kita, kata sayyid hampir sama dengan kata Pangeran. Kata pangeran juga mempunyai arti ganda. Bisa berarti Tuan. Seperti sebutan pada seorang tokoh nasional Pangeran Diponegoro atau putra mahkota kerajaan, pangeran amir Abdallah ibn Abdul Aziz. . Maksudnya adalah seorang yang bernama Diponegoro yang dihormati dan dijadikan panutan juga sebagai pemimpin dikalangan masyarakat, begitu jkuga seorang putra mahkota Tapi kata pangeran juga bisa berarti Tuhan. Seperti sebagian orang mengungkapkan dalam doa; yaa Allah pangeran aku mohon ampunanmu. Dalam Bahasa Jawa yang lain hampir sama dengan kata sayyid yaitu kata Gusti, yang bisa berarti Tuan juga bisa berarti Tuhan.
Dalam konteks penyebutan kata Sayyidina sebelum Muhammad SAW sehingga biasa diucapkan Sayyidina Muhammad ada dua riwayat hadits dari Rasulullah yang seakan-akan bertentangan; yang pertama riwayat yang berbunyi; Aku sayid anak adam (ana sayyidu waladi adam).. sedangkan riwayat yang kedua berbunyi; Jangan kalian men-sayyid-kan aku dalam shalawat . (laa tusawiduuni fissalaah). Dalam dua riwayat itu ada kata yang sama (sayyid) tapi artinya berbeda. Arti sayyid dalam riwayat yang pertama adalah pengakuan Rasulullah bahwa beliau sebagai sayyid anak adam. Dalam penegasan ini para sahabat dan ulama memahami bahwa Nabi Muhammad sebagai Tuan dari anak cucu Nabi Adam bukan sebagai Tuhan. Adapun pengertian yang kedua, kata sayyid difahami sebagai Tuhan. Sehingga nabi Muhammad melarang dirinya untuk dipertuhan, dikultuskan dan disembah. sebagaimana orang arab pada waktu itu yang biasa mempertuhan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, jika kata sayyid diartikan Tuhan, maka itu tidak boleh disebut sebelum nama nabi Muhammad, karena bisa syirik kepada Allah SWT. Tapi jika kata sayyid diartikan sebagai Tuan, pengayom, pemimpin dan orang yang dijadikan panutan, maka para ulama tidak melarangnya bahkan imam Syafii dan Hanafi mengatakan sunnah hukumnya kata syaidina diucapkan sebelum menyebut nama nabi Muhammad dalam shalawat Ibrahimiah. Karena riwayat laa tusawwidunii itu hadits palsu.
Al-Hanafiah dan As-Syafiiyah berkata: disunnahkan menyebut sayyid (As-siyadah) terhadap Nabi Muhammad dalam shalawat Ibrahimiah, karena menambah informasi tentang kenyataan itu substansi kesopanan dan itu lebih utama dari meninggalkannya. Adapun riwayat laa tasuwwiduuni fis-sholah itu bohong dan palsu.( DR. Wahbah Az-Zuhaily. Al-fiqh al-islamy wa adillatuh. 1/ 719)
Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT dan paling utamanya makhluq Allah SWT, kita tidak sopan kalau menyebut nama nabi Muhammad dengan polos seperti kita memanggil teman kita sendiri. Maka sudah seharusnya kita ketika memanggil nama yang mulia Rasulullah SAW kita awali dengan sebutan penghormatan bukan pengkultusan dan sesembahan. Sangat pantas kalau kita menyebut nama Rasulullah dengan sebutan Sayyidina wa habibina wa syafiina Muhammad SAW. (Tuan kami, kekasih kami, dan pemberi syafaat kami Muhammad SAW). Semoga kita diakui umat Nabi Muhammad yang dikasihi dan mendapat syafaat al-udzma di hari akhirat nanti. Amiin yaa mujibassailin. []
Minggu, 03 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
menurut pendapat saya pengertian tuan dan tuhan jelas berbeda, tuan bisa berarti seperti panggilan majikan atau panggilan depan untuk seseorang yang terhormat, kebiasaan atau adat di timur tengah mungkin seperti itu/kl di indonesia mungkin pangeran,raja,tuan rumah dsb
BalasHapustetapi mengapa dalam periwayatan hadits-hadits yang lain, tidak ada satupun dalil hadits yg menyebutkan bahwa para sahabat nabi sebagai perawi hadits yang pertama, menyebutkan kata-kata sayyidina sebelum nama Nabi shallallahu alaihi wasallam, padahal para sahabat adalah yang paling mencintai beliau,sudah teruji kesetiaannya, bahkan Allah memuji para sahabat dlm Al Quran, QS. At Taubah ayat 100,QS. Al Hasyr ayat 8-9, QS.Al Fath ayat 18, QS. At Tahrim ayat 8,dll. Kalau sekiranya kata Sayyidina adalah kemuliaan dan berpahala, maka pastilah para sahabat sudah mendahului kita dalam mengamalkannya. Cara untuk menunjukkan kesetiaan, kecintaan, penghormatan kepada Nabi Muhammad adalah sesuai dengan wasiat beliau yaitu berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah yang shahih, menegakkan/mengamalkannya dalam kehidupan kita. Kalau memang anda tetap pada pendapat anda, datangkan dalil yg shahih menyebutkan bahwa umat Islam diwajibkan menyebut Sayyidina sebelum nama Nabi. Karena hadits diatas bukanlah perintah utk membubuhkan kata Sayyidina didepan nama Rasulullah. Padahal Rasulullah melarang kita berlebihan dalam memuliakan beliau,karena beliau mengkuatirkan, akhirnya umatnya akan memperlakukan beliau seperti umat Nasrani yang terlalu mengagungkan Nabi Isa Alaihissalam sehingga akhirnya kurang lebih 300 tahun setelah Nabi Isa diangkat kelangit oleh Allah, ummatnya mendeklarasikan beliau sebagai Anak Allah. Naudzubillah
BalasHapusSaya setuju dengan atas saya, MAS PRIME,
BalasHapusTIDAK ADA DALIL, bahkan di Alquran juga tidak disebutkan.
Menambah nambahkan sesuatu yang sudah tentu, termasuk Bid'ah. Haram hukumnya.
Bahkan riwatnya, sahabat pernah menambahkan kata nabi kami "yang tercinta" dalam sebuah doa dan kemudian dimarahin nabi.
Αpα jadinya jika syahadat dirubah ditambahi kata sayidina??
Begitu juga duduk atahiyat, sayidina ibrahim dan sayidina muhammad,
TIDAK ADA HADIST atau ALQURAN menyebut ibrahim dan muhammad dengan sayidinah.
UNTUK LEBIH JELAS, MESSAGE FB SAYA,
FACHRI HERKUSUMA, nanti contoh diatas saya tunjukan hadistnya. Saya sedang pakai HP dan pengajian. Thx
Yup lebih baik kita mengikuti para sahabat yg mendapat petunjuk, mereka pun tdk pernah mengatakan demikian (sayyidinaa muhammad)..ya kita juga mengikuti mereka karena merekalah yang dijamin rosul untuk diikuti.
BalasHapusDimanakah Indahnya Islam....???
BalasHapusorang jawa nyebut 'pengeran' bukan pangeran.
BalasHapuspengeran .. artinya bisa : pemelihara/pengasih/pemberi.
org jawa biasanya ngomong : njaluk'o nang pengeran sing kuoso.
mintalah pada yang mempunyai kekuasaan memberi (maha pengasih).
JANGAN TERLALU CEPAT MEMBID'AHKAN....
BalasHapusBID'AH KAN SUDAH JELAS...
ADA YG BAIK ADA YANG TIDAK BAIK...
DALIL JELAS TIDAK ADA.. HANYA SEBUAH HADIS YNG MENGUNGKAPKAN BAHWA ROSULULLAH ITU TUAN DARI ANAK CUCU ADAM. Aku sayid anak adam (ana sayyidu waladi adam).
NYEBUT KATA SAYYIDINA TIDAK ADA YANG MEWAJIBKAN... DAN JELAS BUKAN SESUATU YANG HARAM.. ITU ADALAH SEBUAH PENGHORMATAN QT.. INGAT MAKSUDNYA TUAN, BUKAN TUHAN.
ANDA MAU SEBUT ATAU TIDAK .. BUKAN MASALAH DAN BUKAN SUATU DOSA.
Masalah Penggunaan Lafaz ‘Sayyidina’ Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata (sayyidina) saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW . Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.
BalasHapusLandasan yang mereka kemukakanadalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` dan dusta. .
Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz (sayyidina), khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata (sayyidina) di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.
Demikianlah, ternyata para ulama di masa lalu telah berbeda pendapat. Padahal dari segi kedalaman ilmu, nyaris hari ini tidak ada lagi sosok seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti pendapat itu sekarang ini. Sebab merekahanya mengikuti fatwa para ulama yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari ijtihad para ulama sekaliber fuqaha mazhab, kita tidak mungkin menghinanya begitu saja.
Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad itu. Dan tentunya juga menghargai mereka yang menggunakan fatwa itu di masa sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa cabang-cabang agama. Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid’ah.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
orang kaya pak Ahmad ini yang disebut dengan "orang yang memiliki kelapangan dada", insya Allah. :)
HapusDalam al-Qur’an, Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata “Sayyid”:
BalasHapusوَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (ءال عمران: 39)
“... menjadi pemimpin dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali ‘Imran: 39)
kita tidak perlu, mencaci tapi wajib dikemukakan yg benar menurut tuntunan nabi dan sahabat nabi selanjutnya terserah yg menerima penyampaian. mau dijalankan atau tidak (yg namanya manusia setingggi apapun ilmunya pasti juga tidak bisa sempurna atau selevel seperti rosululloh
BalasHapusWangalaikum salam waroh matullohi wabarokatuh
trima kasih
Bambang Psi
Yang belajar nya dari buku doang gak punya guru ngacung? Dan yang belajarnya dari guru doang tapi ga pernah baca buku ngacung? Nah.......kan ketauan?
BalasHapusgolongan yg berpegang pada Al-Qur'an dan Hadits serta mengikuti sahabat, maka merekalah yg selamat.
BalasHapusAl-Qur'annu Imami.
Yg bilang bid`ah....orang bodo yg gk mau belajar.....
BalasHapusAss. Wr. Wb.
BalasHapusAdanya perbedaan dalam Islam, sebenarnya tidak perlu dipertajam. Sebab dengan memperuncing perbedaan itu tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi ketidak samaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ? Hanya semoga saja jika pengomporan dari dalam, hal itu bukan kesengajaan. Kalau tidak, akhirnya perpecahan yang terjadi.
Apabila perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar. Sungguh berat memang.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %.
Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
Wass. Wr. Wb.
hmjn wan@gmail.com
orang-orang yang sering membid'ahkan orang lain yang tidak sependapatnya dengan dirinya saya hanya bisa mengatakan, anda pun bid ah menggunakan komputer dan internet yang buatan orang kafir/yahudi dong ;).
BalasHapuskunjungan pertamaku untuk blog ini, sungguh artikel yang ada disini memiliki kualitas content yang bermanfat bagi saya, tak heran bila blog pertanian banyak pengunjungnya? salam sukses :)
BalasHapusDasarnya kurang jelas hanya bawa nama imam syafii dan imam hanafi tanpa menyebut falil atau hadistnya bahkan tidak ada contohnya dari para sahabat Rasulullah
BalasHapus