Hermawan Kartajaya: Tantangan Marketing Indonesia 2010
Selepas Badai, Sekilas Langit Lebih Damai
TIAP akhir tahun saya bersama para konsultan, periset, dan trainer MarkPlus Inc selalu menerbitkan White Paper yang berisi dua hal. Apa itu? Pertama adalah Prediction, beyond the Forecast! dan yang kedua adalah Proposed Ideas.
Predictions vs Realities.
Di dalam White Paper yang saya luncurkan di MarkPlus Conference 2009 pada 11 Desember 2008 di Ritz-Carlton Ballroom, Pacific Place Jakarta, juga terdapat dua hal tadi. Prediksi kami, setelah mengamati economic forecast dari berbagai ahli ekonomi makro waktu itu bahwa ada sebuah Landscape Traffic Light yang harus diperhatikan pada 2009.
Lampu merah adalah Global Economic Recession. Pada Desember 2008 itu, semua ahli ekonomi sepakat bahwa dunia dilanda krisis global yang dimulai dengan subprime mortgage sejak pertengahan 2007 di Amerika Serikat (AS). Saya masih ingat benar, situasi The MarkPlus Conference 2009 yang dihadiri 4.000 peserta itu cukup mencekam. Itu sejalan dengan situasi kecemasan nasional yang waswas terhadap semua ramalan ekonomi yang ada.
Lampu kuning adalah Regional ASEAN Integration. Kenapa kuning? Karena kami di MarkPlus Inc berpendapat bahwa pada 2009 Indonesia harus mengambil sikap terhadap integrasi komunitas regional yang berjumlah hampir 470 juta orang ini.
Indonesia punya tanggung jawab besar untuk itu. Bukan hanya karena sekretariat ASEAN ada di Jakarta, tapi juga karena Indonesia adalah negara terbesar dalam hal ekonomi, demokrasi, dan keberagaman budaya di kawasan ini. Apalagi, ASEAN Charter mulai berlaku pada 2009. Kalau tidak membuka diri dalam perdagangan bebas "dimarahin" tetangga. Kalau dibuka "full" belum tentu siap. Ada bahaya di samping kesempatan, dan keduanya semakin harus diperhatikan.
Lampu hijau adalah Local General Election. Walaupun banyak pengamat sosial politik, terutama dari luar negeri, merasa bahwa Indonesia akan kacau pada politik 2009, kami berpendapat lain. Kami saat itu malah memprediksi bahwa justru pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) inilah yang akan "membantu" perekonomian Indonesia pada 2009.
Bagaimana kenyataan dan realitasnya sepanjang tahun?
Di pengujung 2009, kita sudah sama-sama melihat bahwa ketiga prediksi kami itu benar-benar akurat. Dunia memang dilanda krisis besar, tapi Indonesia bersama Tiongkok dan India hanya mengalami economic downturn. Bahkan, ketiga negara inilah yang sekarang disebut "pemimpin" kebangkitan kembali Ekonomi Global di 2010.
Bagaimana integrasi ekonomi ASEAN? Ternyata, penurunan banyak tarif impor di berbagai sektor industri dapat diimbangi dengan peningkatan daya saing beberapa pelaku industri. Malah, saya mencatat ada berbagai investasi dari beberapa perusahaan multinasional di Indonesia di tengah krisis dunia. Sebab, mereka justru ingin memanfaatkan skala ekonomi yang besar di Indonesia.
Tentang pemilu, kita semua bangga bahwa masyarakat Indonesia ternyata sangat dewasa. Mereka tidak mudah diprovokasi. Walaupun kampanye berjalan sangat "panas", semuanya berakhir dengan sangat "adem". Yang pasti, di saat pemilu kemarin, ada banyak uang mengalir, masuk ke masyarakat lewat para politisi.
Marketing in Indonesia 2009: Ideas vs Applications
Sejalan dengan prediksi yang tergambar dengan simbol lampu lalu lintas itu, kami juga memprediksi bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia hanya akan menurun di kuartal I (Q1) dan kuartal II (Q2) untuk kemudian naik lagi di kuartal III (Q3) dan kuartal IV (Q4) pada 2009.
Prediksi seperti ini di akhir 2008 banyak diragukan para ahli ekonomi makro. Tapi, seperti kita sama-sama lihat, itulah yang terjadi di Indonesia pada 2009. Bahkan terasa bahwa tingkat kepercayaan konsumen di Indonesia sudah bangkit mulai Q2. Lebih cepat daripada yang diperkirakan. Dengan demikian, mulai pertengahan 2009, kata krisis sudah "tidak laku" di Indonesia.
Selain itu, kami membagi 2009 menjadi tiga tahap yaitu Urgency di Q1, Critical Point di Q2-Q3, serta Take-Off di Q4. Sejalan dengan itu pula, kami lantas memberikan "Proposed-Ideas" di Product Management, Brand Management, dan Customer Management untuk tiap-tiap tahap. Kenapa? Karena buat kami, Strategic Marketingnya memang punya tiga elemen tadi.
Di tahap Q1, kami menganjurkan untuk Keep the Good Customer dengan cara memberikan solution, bukan cuma produk. Dengan demikian, kami ingin supaya pada tahap Urgency, marketer justru memperlihatkan Brand Intimacy-nya!
Jangan memaksa diri untuk menggenjot penjualan, karena customer lagi "worry" untuk belanja. Ini waktunya untuk justru meningkatkan "keintiman" pada customer, terutama yang termasuk "best and good customers".
Pada Q2-Q3, ramalan kami adalah bahwa akan terjadi pembalikan, sehingga kami mengusulkan kepada para marketer untuk mulai aktif meluncurkan "creative product". Get new customer, terutama pada para customer dari pesaing yang merasa kurang diperhatikan. Hal ini untuk menunjukkan bahwa marketer yang bersangkutan bisa jadi "active brand". Bukan hanya jadi brand yang "terima nasib."
Pada akhirnya untuk Q4 yang diprediksikan untuk take-off, kami mengusulkan kepada para marketer untuk menjadi sebuah brand yang mau meng excite dengan cara memberikan nilai tambah (added -value) pada produk. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan marketer yang bersangkutan akan bisa "grow the customer".
Lantas apa yang terjadi? Dahsyat! Berbagai perusahaan yang "smart" ternyata melakukan hal tersebut secara brilian! Lihat saja bagaimana Garuda Indonesia di bawah pimpinan Emirsyah Satar bisa melewati tahun ini dengan gemilang. Ketika sang juara, Singapore Airlines, merugi karena memang bergantung pada rute internasional, Garuda justru meningkat pesat profitnya di tahun ini. Ketika, hampir semua local airlines banting harga, Garuda justru "memelihara" good customer-nya sejak "zaman susah" di Qi 2009.
Mulai Q2, kreativitas terus ditunjukkan dengan memperkenalkan banyak "service baru" yang akhirnya bisa merebut kembali customer yang sudah pindah ke Low Cost Airlines. Dan akhirnya, pada Q4, kita sama-sama bisa melihat bahwa added-value berupa business class lounge yang makin "maknyus" dan bagasi di counter khusus membuat penumpang business class jadi tambah loyal.
Selain itu, ketepatan waktu yang makin bagus dan "sense of safety" kalau naik Garuda, menyebabkan penumpang kelas ekonomi tidak terlalu sensitif terhadap harga. Masih banyak lagi yang dilakukan Garuda di bawah kepemimpinan Emirsyah Satar dan tim pada tahun ini. Karena itulah, akhirnya kami menetapkan Emirsyah Satar menjadi Marketer of the Year Indonesia 2009!
Tentu bukan cuma Garuda yang secara sengaja atau tidak "mengaplikasikan" marketing pada 2009 seperti yang kami usulkan. Ternyata ada banyak marketer dari berbagai sektor industri yang berhasil melewati 2009 dengan gemilang. Misalnya, ketiga Marketer of the Year (MOTY) yang lalu.
Dyonisius Bed, MOTY 2006, berhasil memimpin kenaikan penjualan Yamaha walaupun industri motor turun. Setelah lebih dari 30 tahun, Yamaha Indonesia berhasil menjadi market-leader dan sekaligus profit-leader di sini dan bahkan di dunia.
Begitu juga Chairul Tanjung, MOTY 2007. Beliau bergeming sekali dengan krisis global. Trans TV dan Trans 7 tetap paling profitable, tidak perlu banting harga. Demikian pula bisnis perbankan miliknya, Bank Mega dan Mega Syariah, terus berkembang.
Selain itu, Trans Studio di Makassar juga diresmikan pda 2009. Suatu keberanian luar biasa namun tetap dengan perhitungan cermat untuk menyinergikan edutainment, branded retail, dan banking. Itu semua masih belum termasuk berbagai bisnis beliau lainnya.
Sedangkan Sofyan Basir, MOTY 2008, melaju terus dengan BRI-nya. Pada 2009 BRI merupakan bank dengan profit terbesar dan city grip-nya pun semakin kuat dengan tetap solid di desa. Luar biasa!
Marketing in Indonesia 2010
Nah sekarang, apa yang kami lihat pada 2010? Ide-ide apa yang kami ajukan untuk tahun ini? Di Cover Story ini, saya mencoba memberikan ringkasan terhadap White Paper tim MarkPlus Inc, mengenai "Marketing in Indonesia 2010."
The Sky Looks Brighter in 2010! Berbagai ramalan ahli ekonomi makro sudah menyatakan hal tersebut. Negara maju yang tahun ini mengalami pertumbuhan negatif diramal akan positif pertumbuhannya tahun depan. Apalagi negara berkembang!
Tiongkok akan tumbuh 10 persen, India 8 persen, Indonesia bisa lebih dari 5 persen. Ahli ekonomi makro juga mengatakan tidak akan terjadi U-Curve, di mana perekonomian dunia stagnan untuk tujuh sampai delapan tahun sebelum bangkit kembali pelan-pelan, seperti terjadi pada 1930-an dulu. Sekarang grafiknya lebih mirip Kurva V, cepat turun cepat naik lagi.
Salah satu sebab adalah hampir semua pemerintah di dunia yang berbeda sistem politik sekalipun, kompak bersatu melawan krisis. Pemimpin ekonomi dunia bergeser dari G-7 jadi G-8 dan akhirnya sekarang jadi G-20, dan Indonesia ada di dalamnya.
Bagi Indonesia sendiri, pada 2010 tentu juga looks brighter karena selain mesin ekonomi domestik merupakan motor utama, ekspor dan investasi diperkirakan meningkat.
Pemerintah, logikanya lebih leluasa melakukan "intervensi positif". Apalagi Kabinet Bersatu Jilid Dua ini didukung kekuatan politik besar di DPR.
Seharusnya, walaupun di pengujung 2009 terasa adanya upaya menggoyang pemerintah, sebagian besar pengusaha maupun investor lokal dan asing tetap percaya bahwa perekonomian Indonesia 2010 lebih baik. Lihat saja Economic Forecast dari berbagai kalangan. Tapi, situasi itu patut juga diwaspadai. Seperti yang ditulis Philip Kotler dan Paul Caslione di buku Chaotics, pada zaman ini "apa pun bisa terjadi". Di zaman internet "berkuasa", informasi yang mengalir multiarah secara cepat sering menimbulkan kekacauan.
Sering terjadi "euforia" atau "panics" yang berlebihan atas suatu informasi yang beredar. Apalagi, internet tidak hanya digunakan oleh para "angels", tapi juga oleh para "demons". Lihat juga, harga energi dan komoditas yang naik turun seperti roller coaster tanpa sebab yang jelas.
Semua pemain bergantung satu sama lain, karena saling terkoneksi. Keputusan yang harus diambil secara cepat dan lebih cepat lagi sering menimbulkan kontra keputusan pihak lain yang reaktif dan proaktif secara berlebihan.
Dengan demikian, sebuah fundamental rasional akan sering "tertutup" oleh situasi spekulatif emosional. Akibatnya, kekacauan dapat meluas ke seluruh jagat dengan mudah. Itulah yang menyebabkan ramalan ekonomi pada saat ini menjadi semakin sering salah, atau paling tidak harus semakin sering di-review.
Dulu, para pengusaha harus mengerti situasi ekonomi makro sebelum membuat startegi perusahaan. Sekarang, sering yang terjadi sebaliknya. Para ekonom "terpaksa" melihat apa yang sedang dikerjakan pengusaha besar dan para spekulator pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditas. Kejadian harga minyak yang pernah naik dari USD 40 ke USD 140 per barel dan balik lagi ke USD 80 per barel bukan tidak mungkin bisa terjadi lagi pada 2010.
Hal tersebut bisa terjadi di komoditas apa pun, baik yang tergolong keras maupun lunak, sehingga bisa menggoncang ekonomi dunia. Bukan itu aja!
Perhatian orang sekarang juga pada G-2, yaitu Amerika dan Tiongkok. Ekonomi Amerika defisit USD 1,4 trilliun pada 2009 dan masih harus mengalami defisit besar pada 2010. Pertanyaannya, siapa yang harus membiayai defisit tersebut?
Tiongkok mulai ogah membeli surat utang Amerika. Sementara Tiongkok sendiri yang merupakan negara paling kaya di dunia pada saat ini, tetap punya banyak penduduk miskin.
Tiongkok mengalami dilema! Di satu sisi, Tiongkok menyerukan supaya dunia tidak terlalu bergantung pada dolar Amerika. Di sisi lain, Tiongkok ketakutan kalau dolar makin lemah, nilai Surat Hutang Amerika yang dipegangnya menjadi makin tidak bernilai.
Bagaimana kira-kira G-2 (AS dan Tiongkok) menyelesaikan masalah rumit ini pada 2010? Sementara itu, kawasan Timur Tengah dengan cadangan minyak dunia yang hampir 70 persen itu diperkirakan tetap bergolak pada 2010. Sementara Eropa berjuang mati-matian untuk mengonsolidasikan diri tanpa kepastian hasil pada 2010.
Sementara itu, ada yang sudah berubah pada kata BRIC menjadi BRIIC (Brazil, Russia, India, Indonesia, China) sebagai apresiasi terhadap Indonesia sebagai emerging countries yang perlu diperhitungkan. Meski demikian, sebagai "negara kecil" di pentas ekonomi dunia yang begitu besar dan penuh ketidakpastian, Indonesia pantas berhati-hati pada 2010. The Sky looks Brighter, however Uncertainty is the New Normality! Selamat Tahun Baru 2010!
*) Hermawan Kartajaya , pakar marketing terkemuka; Pendiri dan presiden MarkPlus&Co.
Sumber : www.jawapos.com
Selasa, 05 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar