Rabu, 24 Februari 2010

Selling is (Part Of ) Marketing


Grow with Character! (36/100) Series by Hermawan Kartajaya
Selling is (Part Of ) Marketing

SELLING adalah elemen paling populer dalam marketing. Di dalam konsep "Marketing Plus 2000" yang saya tulis pada 1993, selling merupakan elemen ke 6 dari sembilan elemen pemasaran. Selling juga sering disalahartikan dengan marketing. Banyak salesman menyebut dirinya orang marketing atau marketing representative. Terdengar lebih gagah kan ? Walaupun tidak tahu beda antara keduanya.

Buat saya sangat jelas, selling adalah bagian dari marketing. Selling berada di dimensi taktik dari marketing. Karena itu, keberadaannya tidak bisa terlepas dari tiga elemen strategi, yaitu segmentation, targeting, dan positioning. Juga tidak bisa lepas begitu saja dari differentiation dan marketing mix.

Karena itu, sangat keliru jika salesman dilepas untuk cari omzet hanya berbekal product knowledge dan price list. Mereka harus tahu segmentasi dan target dari produk yang bersangkutan agar usahanya lebih efektif. Jadi tidak sekadar pergi ke semua orang. Selain itu, salesman harus mengerti positioning yang didukung diferensiasinya.

Untuk membedakan sebuah produk dari para pesaing, salesman juga harus memahami akan competitor's knowledge. Dia harus punya confidence terhadap produk tanpa menjadi "katak dalam tempurung". Dia harus tahu kekuatan dan kelemahan produknya dibanding produk kompetitor. Nah, yang sejatinya harus dijual adalah diferensiasi itu agar tidak hanya mengandalkan banting harga.

Baru setelah itu dia akan memahami cara menghubungkan diferensiasi tersebut dengan empat P dalam Marketing Mix. Product knowledge dan price list hanyalah supporting tool untuk mendukung diferensiasi. Sedangkan place dan promotion yang bagus akan semakin memberi kekuatan. Kalau seorang Salesman sudah bisa seperti itu, dia bisa disebut sebagai strategic salesman, seseorang yang menjual dengan menggunakan strategi.

Kalau dihubungkan dengan competitive setting, orientasi selling sebenarnya juga mengalami pergeseran. Ketika situasi monopoli atau 2C, selling adalah informing about the Product. Penjual tidak perlu merayu, tapi cukup menginformasikan bahwa barang sudah tersedia. "Take it or somebody else will!"

Dulu, salesman canvass saya di Sampoerna yang menjual Dji Sam Soe juga begitu. Mereka cukup berkeliling ke pengecer dan menginformasikan jumlah stok barang yang dibawa. Tinggal tanya, mau order berapa. Itulah hebatnya Dji Sam Soe yang by nature tidak punya saingan. Monopoly by nature!

Begitu juga Salesman Toyota Avanza pada saat ini. Begitu bagusnya produk Avanza dan harganya yang pas, maka pembeli masih harus antre meski produk tersebut sudah ada di pasar selama beberapa tahun.

Kalau situasi persaingan sudah bergeser ke 2,5, Anda harus melakukan feature selling. Di sini, product knowledge sangat menentukan. Tapi tidak cukup lagi kalau situasi persaingan sudah jadi 3C. Yang lebih diperlukan adalah benefit selling.

Bedanya? Feature masih sangat berorientasi pada produk, sedang benefit sudah berorientasi pada pelanggan. Percuma Anda presentasi tentang feature produk kalau pelanggan tidak mengerti benefit-nya. Apalagi kalau situasi persaingan sudah jadi 3,5C, maka yang diperlukan adalah solution selling.

Belum tentu benefit akan memberikan solusi pada pelanggan. Jadi, Anda harus meyakinkan pelanggan bahwa Anda benar-benar mengerti masalah dan bagaimana solusinya. Dan akhirnya, pada situasi 4C, yang diperlukan adalah interacting for success. Yang terjadi adalah komunikasi dua arah untuk menjamin terjadinya win-win.

Pada 1993, banyak salesman yang tidak percaya bahwa selling akan sampai pada kondisi tersebut. Ketika itu, paradigma para salesman masih short term dan berorientasi pada transaksi. Bahkan sekarang pun masih ada yang begitu Tapi, waktu itu saya tetap mengatakan, "Lihat saja, pada 2000 dan seterusnya, menjual akan jadi seperti itu caranya!" (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar