Minggu, 28 Februari 2010

Just In Time, Bukan Just In Case

Grow with Character! (39/100) Series by Hermawan Kartajaya
Just In Time, Bukan Just In Case

ELEMEN ketiga di dimensi value di konsep Marketing Plus 2000 adalah process. Juga elemen kesembilan di antara semua elemen yang terbagi dalam dimensi strategy, tactic, dan value. Mengapa process saya ''pasang'' di value bersama service dan brand ? Sebab, tanpa perbaikan process, service tidak bisa improved dan akhirnya akan berakibat pada brand image.

Terus terang, saya sangat terinspirasi oleh profesor-profesor dari Wharton School of Management yang mengaitkan process dan service. Reengineering process for customer service! Begitu maknanya kira-kira!

Bahkan, Philip Kotler pernah menanyakan kepada saya di Moscow pada 1998, mengapa process ''masuk'' di marketing? Jawab saya sederhana.Percuma saja punya strategi dan taktik yang bagus kalau tidak ada the real value creation. Brand yang kuat, buat saya, tercipta kalau mental service ada di seluruh perusahaan. Tapi, percuma saja kalau prosesnya tidak in line dengan kedua hal tersebut.

Ada tiga jenis proses utama yang harus diperhatikan. Satu, proses routine delivery yang harus menjamin kepuasan pembeli atau pelanggan. Dua, proses handling complaint yang makin penting lagi. Kalau tidak ada proses yang bagus, akan menjadi malapetaka.

Sedangkan, kalau prosesnya bagus, akan terjadi sebaliknya!

Tiga, new product development and commercialisation. Harus ada proses yang bagus dalam menangkap peluang di pasar dan merealisasikannya. Dengan mempunyai proses yang bagus dalam ketiga hal ini, akan terjadilah the real value creation. Kata orang Jepang, itu yang disebut gemba! Tempat value is created. Bisa di pabrik atau di pasar.

Jadi, yang saya maksud dengan proses memang dari hulu sampai hilir. Ada permintaan, keluhan, atau peluang dari pasar yang arahnya dari down to upstream. Arus baliknya adalah pemenuhan, penanganan, dan pengembangan produk dari up to downstream. Untuk kedua arah tersebut haruslah ada proses yang menjamin kualitas produk/servis (Q) baik, beaya (C) rendah, dan tepat waktu (D).

Jadi, ringkasnya Q, C, dan D untuk mendukung service (S), juga sering disebut QCDS untuk memperkuat brand. Bagaimana pergeserannya sesuai dengan situasi persaingan?

Pada situasi 2,5 C atau monopoli, proses sekadar SOP (system operating procedure). Orang-orang pabrik biasanya sangat ketat dalam menjalankan SOP. Sebaliknya, orang penjualan punya SOP, tapi sering lupa karena terlalu fleksibel. Mengapa?

Ya, karena di pabrik, semua pasti sedang di pasar hampir semua tidak pasti, terutama kalau situasi persaingan sudah bergeser terus. Pada situasi 2,5 C atau mild competition, process is interfunctional team work. Fungsi-fungsi selalu bersifat silo dan vertikal bahwa orang hanya menurut kepada atasan. Padahal, customer nggak ada urusan dengan fungsi-fungsi. Mereka hanya tahu perusahaan secara utuh.

Karena itu, harus ada kerja sama antarfungsi yang bersifat horizontal dalam proses melayani pelanggan. Di situasi 3 C, proses bukan hanya mengandalkan kerja sama antarfungsi, tapi juga harus melakukan functional streamlining. Tanpa adanya hal itu, tidak akan ada efisiensi.

Pada situasi 3,5 C, proses harus bersifat total delivery reengineering. Seluruh proses dirombak total dengan mempertimbangkan automation, outsourcing, insourcing, dan sebagainya. Dan, akhirnya, pada situasi yang ''berat'' 4 C, proses menjadi extended value chain. Artinya, pembenahan proses harus dilakukan bersama-sama dengan pihak ketiga, baik di upstream atau downstream.

Lihat bagaimana Toyota Astra Motor merancang Avanza dengan memperhatikan peluang di pasar akan ''mobil MPV di bawah Rp 100 juta''. Selanjutnya melakukan desain bersama Toyota Corporation Jepang dan bekerja sama dengan para supplier di Indonesia.

Begitu juga, Ikea yang selalu ingin menurunkan harga sesuai dengan positioning mereka value for money. Untuk bisa mencapai itu, Ikea mengajak kerja sama para supplier-nya.

Contoh legendaris berskala dunia adalah bagaimana Wall Mart mengajak kerja sama Procter and Gamble di Amerika untuk meniadakan stok dengan menjalankan ''just in time'' system. Orang Jepang menyebut itu kanban! Bukan just in case yang harus punya stok berlebihan supaya ada rasa safe. (*)

Read More..

Jumat, 26 Februari 2010

Every Business is A Service Business!


Grow with Character! (38/100) Series by Hermawan Kartajaya
Every Business is A Service Business!

KETIKA saya menjelaskan konsep "Marketing Plus 2000" kepada Philip Kotler di Moskow pada 1998, saya sempat ditanyai tentang Service. Kenapa Service merupakan bagian dari value?

Sejak saya menulis konsep itu pada 1993, saya memang memisahkan Service dari product. Ini sama dengan brand, yang harus "keluar" dari product. Buat saya, Service punya makna yang sangat "besar". Bukan sekadar after sales-service yang sering menjadi satu paket dengan produk. Service seharusnya sudah dilakukan sebelum penjualan terjadi, boleh disebut before sales-service.

Khususnya di industri B2B, para salesman "menyervis" pelanggan lebih dulu. Mentraktir makan, mengajak karaoke atau golf. Tujuannya supaya dapat order atau job. Philip Kotler menyebutnya sebagai LGD-marketing atau lunch-golf-dinner marketing.

Bila juga dilakukan selama proses penjualan, hal itu bisa disebut sebagai during-the-sales service. Tapi, yang saya maksud dengan Service di sini bukan hanya itu. Kalau hanya itu, tidak usah dipisah dari elemen product (yang dijual) dan selling (proses) yang keduanya ada di dimensi taktik.


Buat saya, Service harus ditulis dengan S huruf besar (Capital S). Mengapa? Karena SERVICE harus menjadi paradigma dari semua marketing-oriented business. Tidak peduli apa industrinya. Mau hotel, restoran, atau transportasi, yang memang nyata-nyata di industri jasa. Tapi, juga berlaku untuk yang non-jasa seperti consumer goods, semen, bahkan infrastruktur. Sama saja juga untuk yang B2B (business to business) atau B2C (business to consumer).

Jadi, saya memberikan "pengertian baru" dari Service dengan huruf "S Besar" ini. Semacam redefinisi! Bukan "taktikal", tapi bukan juga "kategorial"!

Nah, kalau mengacu pada situasi bersaing yang bergeser melalui lima tahap dari 2C ke 4C, Service pun mengalami shifting. Pada tahap 2C, Service hanya ada di industri non-jasa, karena industri lain merasa tidak perlu melakukan hal itu. Kalaupun ada, ya sekadar "s" (service dengan huruf s kecil) yang bersifat taktikal.

Di tahap 2,5 C, Service menjadi semacam value-added business. Industri non-jasa pun mulai memberikan tambahan jasa, supaya ada "nilai tambah". Beli TV termasuk garansi setahun. Beli jas dikasih kancing cadangan. Beli apartemen, gratis mebel, dan sebagainya. Industri jasa sudah biasa memberikan ekstra seperti ini. Menginap di hotel termasuk makan pagi. Ke bar termasuk minuman pertama. Naik pesawat termasuk bagasi 20 kg dan sebagainya. Ini namanya value-added dari sudut pandang penjual belum tentu diperlukan pembeli.

Karena itu, ketika situasi sudah menjadi 3C, Service menjadi value in use. Pemasar harus memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan pelanggan. Berikan variasi kepada pelanggan supaya mereka bisa mendapat "ekstra" yang pas. Ini bergantung pada segmen masing-masing. Sebuah "privilege parking" for ladies dari sebuah shopping mall sangat bermanfaat untuk ibu-ibu yang menyetir sendiri. Sedang ibu-ibu yang ke shopping mall disetiri sopir lebih suka undian berhadiah, misalnya.

Juga harus dijaga keseimbangan antara cost to serve dan value to customer. Kalau cost-nya tinggi, tapi value-nya nggak ada buat customer, kan buang duit? Yang bagus adalah cost rendah buat pemasar, tapi bernilai tinggi buat pelanggan!

Pada tahap 3,5C, Service menjadi customer satisfying business. Temuan tiga profesor, yaitu Leonard Berry, Valarie Zeithaml, dan Parasuraman sangat memengaruhi saya dengan konsep "Service Quality"-nya. Ketika itu lima elemen dasar ServQual, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible baru mulai populer. Tapi, belum banyak yang melaksanakannya.

Sekarang, hampir semua perusahaan sudah begitu karena tingkat persaingannya yang sangat kompleks. Dan, akhirnya, kalau situasi persaingan sudah sampai ke 4C, Service is The ONLY BUSINESS CATEGORY.

Artinya? Berada di industri apa pun, Anda mesti berpikir bahwa Anda berada di industri jasa. Every Business is a SERVCE BUSINESS!
Read More..

Brand Adalah Nama yang Bermakna!


Grow with Character! (37/100) Series by Hermawan Kartajaya
Brand Adalah Nama yang Bermakna!

SAYA menempatkan brand di luar product pada 1993. Itu merupakan "keberanian" tersendiri. Waktu itu, konsep brand masih baru populer.

Banyak orang masih menganggap brand adalah bagian dari product. Karena itu, banyak organisasi perusahaan yang hanya punya product manager, bukan brand manager.

Perusahaan seperti itu sebenarnya masih berorientasi pada production atau product. Lebih mudah mengategorikan berbagai produk jadi product lines. Bisa jadi, produk-produk menggunakan brand yang berbeda satu sama lain. Kalaupun harus me-manage berbagai manager, seorang product manager akan "pecah konsentrasi". Kenapa? Sebab, setiap brand punya image sendiri yang akan diciptakan!

Jadi, kalau Anda seorang product manager yang punya berbagai brand, Anda sama dengan seorang ibu yang mengasuh berbagai anak yang saling berbeda.

Seorang brand manager yang mempunyai berbagai produk akan lebih mudah "memupuk kepribadian" brand tersebut. Walaupun pendapat umum waktu itu menyebut brand is part of the product, saya beda.

Saya berpendapat bahwa brand is the umbrella of the products. Saya menggunakan "suara hati" dalam mengambil keputusan waktu itu. Sekali salah, habislah konsep Marketing Plus 2000! Tidak punya kredibilitas lagi, karena tidak in line dengan trend konsep marketing yang terus evolving.

Sekarang nyata bahwa hal tersebut benar kan. Mega band seperti Virgin ternyata bisa jadi umbrella untuk arlines, Cola, music retailer, phone operator, financial service, train company, bahkan perjalanan wisata luar angkasa! Edan kan?

Walaupun kategori produknya berbeda-eda, tapi kepribadian Virgin tetap sama. Rebellious, unusual, adventurous, sexy, and wild! Karena itulah, saya tetapkan brand sebagai elemen paling penting di value! Kenapa?

Ya karena hanya brand yang bisa menciptakan marketing value. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa marketing tidak punya added value kalau tidak punya brand kuat. Walaupun diferensiasinya cukup solid! Karena itu pula, branding pun ikut "bergeser" ketika situasi persaingan bergeser dari 2C ke 4C dalam lima tahap.

Pada tahap "monopoli", brand is just-a-name! Inilah yang diyakini Shakespeare ketika dia menulis What is in a name? Apa arti sebuah nama? Bunga mawar akan tetap wangi, katanya, kalaupun diberi nama lain!

Karena itu, di zaman monopoli, orang memilih nama sembarangan bagi produknya. Cukup mimpi di lereng Gunung Kawi supaya dapat ilham.

Tapi, brand kan bukan sekadar nama. Karena itu, di situasi 2,5C brand awareness jadi penting. Para pemasar berlomba-lomba supaya brand-nya diingat lebih dulu ketika pembeli mengingat sesuatu kategori. Karena itu, jadi top of mind atau brand yang disebut pertama susah.

Jadi brand yang diingat, walaupun tidak disebut lebih dulu, sudah bagus. Ketimbang orang baru bisa menyebut brand tersebut ketika diingatkan!

Paling parah, ya kalau sudah diingatkan masih lupa juga.

Contoh gampangnya, apakah Anda bisa otomatis menyebut Fiat kalau ditanya brand mobil yang diingat? Barangkali enggak, tapi kalau dibantu masih ingat ! Sebaliknya, Kijang barangkali yang paling diingat, disusul brand-brand lain.

Tapi kalau ditanya mobil Austin ya gak mungkin keingat sama sekali. Karena memang belum pernah ada atau pernah ada tapi sudah "terlupakan" sama sekali.

Ketika situasi bergeser lagi ke 3C, mulai diperlukan brand association. Artinya, sebuah brand tidak hanya cukup diingat orang. Tapi juga harus mempunyai asosiasi tertentu. Kijang bisa punya asosiasi dengan mobil keluarga, Toyota, Astra, desain bagus, harga sudah "mahal".

Nah gabungan berbagai asosiasi itulah yang disebut brand image atau citra merek. Jadi, image itu netral, bisa bagus, bisa jelek, tergantung asosiasi yang "nempel" pada sebuah brand.

Selanjutnya, kalau situasi persaingan sudah jadi 3,5 C, brand sudah harus memperhatikan perceived quality. Maknanya sama dengan "peringkat kualitas" menurut persepsi pelanggan. Mercedez Benz, misalnya, punya perceived quality lebih tinggi daripada Toyota. Padahal, Mercy seri C bisa kalah mahal oleh Toyota Crown Saloon.

Karena itulah, Toyota lantas me-launch Lexus untuk mendapatkan peringkat yang bisa menandingi Mercy. Akhirnya, pada persaingan yang sudah 4C, yang menentukan kemenangan adalah brand loyalty!

Kesetiaan Pelanggan!

Semakin setia, semakin tidak tergoda untuk pindah brand. Walaupun digoda diskon, model baru atau "stok kosong". Sekaligus, loyalitas merek akan memberikan value besar pada produk tertentu karena akan mendorong repeat buying terus. Pelanggan yang "fanatik" pada suatu brand akan merasa mendapatkan value lebih tinggi.

Karena itulah, dia berani membayar lebih mahal. Jadi, brand memang bukan sekadar nama, tapi nama yang bermakna sangat dalam! (*)

Read More..

Rabu, 24 Februari 2010

Selling is (Part Of ) Marketing


Grow with Character! (36/100) Series by Hermawan Kartajaya
Selling is (Part Of ) Marketing

SELLING adalah elemen paling populer dalam marketing. Di dalam konsep "Marketing Plus 2000" yang saya tulis pada 1993, selling merupakan elemen ke 6 dari sembilan elemen pemasaran. Selling juga sering disalahartikan dengan marketing. Banyak salesman menyebut dirinya orang marketing atau marketing representative. Terdengar lebih gagah kan ? Walaupun tidak tahu beda antara keduanya.

Buat saya sangat jelas, selling adalah bagian dari marketing. Selling berada di dimensi taktik dari marketing. Karena itu, keberadaannya tidak bisa terlepas dari tiga elemen strategi, yaitu segmentation, targeting, dan positioning. Juga tidak bisa lepas begitu saja dari differentiation dan marketing mix.

Karena itu, sangat keliru jika salesman dilepas untuk cari omzet hanya berbekal product knowledge dan price list. Mereka harus tahu segmentasi dan target dari produk yang bersangkutan agar usahanya lebih efektif. Jadi tidak sekadar pergi ke semua orang. Selain itu, salesman harus mengerti positioning yang didukung diferensiasinya.

Untuk membedakan sebuah produk dari para pesaing, salesman juga harus memahami akan competitor's knowledge. Dia harus punya confidence terhadap produk tanpa menjadi "katak dalam tempurung". Dia harus tahu kekuatan dan kelemahan produknya dibanding produk kompetitor. Nah, yang sejatinya harus dijual adalah diferensiasi itu agar tidak hanya mengandalkan banting harga.

Baru setelah itu dia akan memahami cara menghubungkan diferensiasi tersebut dengan empat P dalam Marketing Mix. Product knowledge dan price list hanyalah supporting tool untuk mendukung diferensiasi. Sedangkan place dan promotion yang bagus akan semakin memberi kekuatan. Kalau seorang Salesman sudah bisa seperti itu, dia bisa disebut sebagai strategic salesman, seseorang yang menjual dengan menggunakan strategi.

Kalau dihubungkan dengan competitive setting, orientasi selling sebenarnya juga mengalami pergeseran. Ketika situasi monopoli atau 2C, selling adalah informing about the Product. Penjual tidak perlu merayu, tapi cukup menginformasikan bahwa barang sudah tersedia. "Take it or somebody else will!"

Dulu, salesman canvass saya di Sampoerna yang menjual Dji Sam Soe juga begitu. Mereka cukup berkeliling ke pengecer dan menginformasikan jumlah stok barang yang dibawa. Tinggal tanya, mau order berapa. Itulah hebatnya Dji Sam Soe yang by nature tidak punya saingan. Monopoly by nature!

Begitu juga Salesman Toyota Avanza pada saat ini. Begitu bagusnya produk Avanza dan harganya yang pas, maka pembeli masih harus antre meski produk tersebut sudah ada di pasar selama beberapa tahun.

Kalau situasi persaingan sudah bergeser ke 2,5, Anda harus melakukan feature selling. Di sini, product knowledge sangat menentukan. Tapi tidak cukup lagi kalau situasi persaingan sudah jadi 3C. Yang lebih diperlukan adalah benefit selling.

Bedanya? Feature masih sangat berorientasi pada produk, sedang benefit sudah berorientasi pada pelanggan. Percuma Anda presentasi tentang feature produk kalau pelanggan tidak mengerti benefit-nya. Apalagi kalau situasi persaingan sudah jadi 3,5C, maka yang diperlukan adalah solution selling.

Belum tentu benefit akan memberikan solusi pada pelanggan. Jadi, Anda harus meyakinkan pelanggan bahwa Anda benar-benar mengerti masalah dan bagaimana solusinya. Dan akhirnya, pada situasi 4C, yang diperlukan adalah interacting for success. Yang terjadi adalah komunikasi dua arah untuk menjamin terjadinya win-win.

Pada 1993, banyak salesman yang tidak percaya bahwa selling akan sampai pada kondisi tersebut. Ketika itu, paradigma para salesman masih short term dan berorientasi pada transaksi. Bahkan sekarang pun masih ada yang begitu Tapi, waktu itu saya tetap mengatakan, "Lihat saja, pada 2000 dan seterusnya, menjual akan jadi seperti itu caranya!" (*)

Read More..

Alfabet Marketing Mix: A , B , P , V , C

Grow with Character! (35/100) Series by Hermawan Kartajaya
Alfabet Marketing Mix: A , B , P , V , C

BANYAK orang yang menganggap bahwa marketing adalah marketing mix. Lebih terkenal sebagai 4P! Product, price, place, and promotion. Banyak yang mengira 4P berasal dari Philip Kotler. Yang mulai mengatakan bahwa marketing mix adalah 4P adalah Jerome McCarthy yang sebelumnya disebut P2CP.

Namun, Philip Kotler yang memopulerkan product, price, channel, dan promotion. Supaya gampang diingat, channel lantas disebut place. Tapi, sebenarnya, promotion juga harus diartikan sebagai komunikasi pemasaran secara luas. Bukan cuma promosi jangka pendek.

Terlepas dari semua itu, "urutan" marketing mix itu cukup logis. Produk harus ada dulu. Kalau enggak, apanya yang mau dipasarkan? Lalu dikasih harga, disalurkan, dan dipromosikan. Waktu saya merumuskan lima tahapan competitive setting, saya juga melihat adanya "pergeseran" dari bauran pemasaran ini. Dari 4A ke 4C!

Ketika situasi persaingan masih monopoli atau 2C, yang berlaku hanya 4A. Assortment, affordable, available, dan announcement.

Maksudnya, perusahaan cukup menyediakan assortment of products. Pelanggan tidak usah dipikirkan. Yang penting, perusahaan itu bisanya memproduksi apa saja. Harganya? Pasti melihat cost, tapi yang penting "masih bisa" dibayar pelanggan. Tidak ada rangsangan untuk cost reduction karena pesaing praktis tidak ada.

Tugas channel adalah make it available, bahkan sering pembeli harus mengambil sendiri. Sedangkan promosi memang tidak perlu, cukup pengumuman saja. Ingat Telkom zaman dulu kan?

Saya senang sekali ketika ada pengumuman di koran bahwa "daerah tempat tinggal saya" sudah akan ada saluran telepon. Harga sudah ditetapkan, tidak boleh ditawar. Bahkan, sering lebih mahal karena ada biaya tambahan yang tidak jelas.

Bandingkan dengan sekarang! Orang dikasih nomor telepon baru aja harus "dirayu"! Gila kan? Pada saat persaingan jadi 2,5C, bauran pemasaran jadi 4B. Best, bargaining, buffer-stocking, dan bombarding.

Artinya?

Kalau sebuah perusahaan masih punya pesaing yang lemah, biasanya produknya adalah yang "terbaik". Harganya juga bisa ditentukan sendiri, karena bargaining position yang kuat. Channel hanya jadi semacam "stockist" dengan jatah tertentu. Sedangkan promosinya bersifat memborbardir otak konsumen bahwa perusahaan itulah yang terbaik.

Garuda Indonesia zaman dulu merupakan contoh yang pas utk 4B ini. Karena satu-satunya airline yang boleh pakai pesawat jet, ya otomatis jadi "the best". Penumpang "terpaksa" menyetujui harga mahal bukan karena pelayanan, tapi karena bargaining position Garuda ketika itu cukup tinggi.

Travel agent sebagai channel dikasih jatah seat yang boleh dijual dan promosinya bersifat "bombardir" bahwa Garuda adalah The Airline of Indonesia. Naiklah Garuda karena Anda orang Indonesia!

Ketika persaingan sudah di 3C, marketing mix adalah sama dengan 4P. Pada tahap itu mekanisme persaingan sudah berjalan dengan wajar! Tapi, saya berlanjut dengan dua situasi persaingan berikutnya, yaitu 3,5C dan 4C. Marketing mix-nya jadi 4V dan 4C!

Ketika masih market driven atau 3,5 C, bauran pemasaran jadi variety, value, venue, dan voice. Artinya? Di tahap ini ada variety of products untuk ceruk pasar yang harus dilayani secara khusus. Harga harus value for money sesuai dengan "Niches" masing-masing. Sedang channel penjualan juga harus venues, artinya dirancang khusus secara berbeda. Dan, komunikasi sudah harus memperhatikan voice of marketer yang enak didengar oleh setiap telinga para pelanggan berbeda dari berbagai ceruk.

Lihat saja Kijang "generasi kelima" yang pernah punya 18 variasi produk. Waktu itu Kijang yang sudah market leader diserang Timor yang di-backup kekuasaan. Kijang bertahan bukan dengan cara membanting harga yang sama dengan bunuh diri, karena Timor dapat fasilitas "bea masuk". Mereka menjawab tantangan itu dengan menjadi spesialis untuk 18 ceruk.

Dengan harga berbeda sesuai dengan value untuk masing asing niches. Nah, kalau situasi persaingan sudah mencapai 4C, marketing mix juga jadi 4C! Customer solution, cost, channel, dan communication.

Karena segmentasi sudah individualized, produk harus menjadi solusi bagi individu tersebut. Price harus mempertimbangkan cost bagi si individu. Place jadi convenience, karena point of sales juga harus jadi tempat yang sangat comfortable untuk individu. Dan, promotion benar-benar harus jadi dua arah. Karena itu, namanya komunikasi.

Nike adalah contoh konkret bagaimana sebuah brand yang tidak hanya menyajikan variasi produk untuk tiap ceruk. Nike juga memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memesan sepatu menurut selera mereka. Termasuk model, warna, bahkan nama individu tersebut.

Itulah kisah perjalanan marketing mix dari 4A ke 4B ke 4P ke 4V dan akhirnya 4C! (*)
Read More..

Senin, 22 Februari 2010

"Benar-Benar Beda" v "Berani Tampil Beda"

Grow with Character! (34/100) Series by Hermawan Kertajaya
"Benar-Benar Beda" v "Berani Tampil Beda"

Diferensiasi merupakan elemen yang sangat penting dari total sembilan elemen dalam "Marketing Plus 2000". Tanpa menggunakan diferensiasi, Anda bukan marketer. Marketer sesungguhnya selalu berpikir untuk mendiferensiasikan dirinya dari orang lain.

Selalu memikirkan apakah diferensiasinya masih "valid" dengan customer. Selalu memikirkan apakah diferensiasinya sudah "diikuti" pesaing? Selalu berpikir bagaimana "memperkuat" diferensiasinya. Atau, bahkan mengubah diferensiasinya kalau diikuti pesaing.

Nah, kalau dikaitkan dengan pergeseran competitive setting dari 2C ke 4C dalam lima tahap, diferensiasi juga begitu. Pada situasi monopoli 2C, diferensiasi cukup yang good for company. Karena itulah, pada zaman Orde Baru dulu, perusahaan-perusahaan yang mendapat hak monopoli hanya mendiferensiasikan diri di bidang produksi atau operasional. Harus efisien dan memenuhi target kualitas yang diharapkan. Mereka tidak perlu memperhatikan pesaing atau pelanggan.

Dulu, Bogasari cukup seperti itu. Sekarang Bogasari melakukan apa pun untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Ini supaya tetap different dari pesaingnya yang bisa datang dari mana pun, termasuk tepung impor.

Ketika sudah di 2,5C atau mild competition, diferensiasi bergeser ke better than competitor. Yang penting, berusaha lebih baik daripada pesaing dalam beberapa aspek. Bisa pakai teknologi yang lebih canggih misalnya.

Dulu, Garuda merupakan satu-satunya maskapai penerbangan yang memakai mesin jet. Sekarang, Garuda benar-benar mendiferensiasikan diri untuk menghindari price war. Ketika sudah pada situasi persaingan 3C, diferensiasi beralih lagi menjadi preferred by customer. Nah, di sinilah baru terlihat bahwa perusahaan harus tidak hanya "berani tampil beda". Tapi, harus dipastikan bahwa pembeda itu benar-benar disukai pelanggan.

Selain itu, pelanggan mau bayar "lebih" untuk diferensiasi itu. Kalau tidak, risikonya akan ditinggalkan pelanggan. Jadi harus dicek terus apakah "preferensi" pelanggan sudah bergeser atau tidak. Lihat saja bagaimana Coca-Cola mati-matian mengubah diferensiasinya untuk "mendukung" iklannya yang berubah-ubah pula. Diet Coke diluncurkan ketika pelanggan mulai sadar akan bahaya Coca-Cola asli.

Sekarang sudah ada Coca-Cola Zero untuk "melayani" pasar anak muda yang lebih "trendi". Dengan melakukan ini, Coca-Cola tidak mau beberapa segmen pasarnya digerogoti pesaing, ketika ada perubahan "preferensi".

Ketika situasi persaingan sudah jadi 3,5C, diferensiasi sudah jadi specialized for niches. Masih jarang ada contoh lokal waktu saya kali pertama menuliskan "Marketing Plus 2000" pada 1993. Tapi, sekarang Anda lihat saja bagaimana Jawa Pos menjadi pelopor untuk masuk ke ceruk-ceruk pasar daerah dengan menggunakan brand Radar dan lain-lain. Semua koran lokal itu berusaha keras menjadi "spesialis" dengan mengerti daerah masing-masing. Itu visi cemerlang Dahlan Iskan yang sejak dulu melihat bahwa masyarakat daerah sebenarnya butuh koran lokal. Jauh sebelum otonomi diberlakukan!

Akhirnya, ketika situasi persaingan sudah sampai ke 4C, diferensiasinya haruslah customised for individuals. Untuk perusahaan yang sudah bersifat B2B atau business to business, hal ini lebih mudah diterima. Karena sudah ada keinginan dasar untuk menjual solusi bukan produk. Ini adalah puncak dari customer driven situation.

Tapi, berbagai perusahaan kecil sudah biasa melayani pelanggan seperti ini. Sebuah neighbourhood store pasti mau menerima order by phone, mengirimnya menurut kemauan pelanggan. Bahkan, mmereka au memberikan "utangan", bergantung pada kemampuan pelanggan. Kalau ada permintaan khusus, selalu diusahakan untuk dituruti.

Di tingkat dunia, ada Dell yang merupakan contoh sukses menjalankan mass customization dalam melawan pesaing lebih besar. Sekarang sudah semakin banyak perusahaan penerbangan yang memberikan akses kepada penumpang untuk memilih sendiri tempat duduk sebelum terbang.

Kesimpulannya? Diferensiasi adalah "kunci kemenangan" dalam marketing. Lakukan dengan benar, sesuai dengan situasi persaingan yang ada. Selalu bersiaplah untuk melakukan redifferentiation ketika situasi persaingan mulai terasa bergeser. Tanpa diferensiasi, Anda akan hanya jadi me-too player atau also-ran company! Bersaing dengan harga!

Untuk mempertahankan hidup, harus terus melakukan tiga hal. Satu, menekan cost! Dua, memperbesar volume supaya dapat better economies of scale! Tiga, mempererat terus customer relationship supaya pelanggan "sungkan" meninggalkan Anda. Tapi, ingat lho, ketiga hal itu ada batasnya! Jadi, diferensiasi tetap paling aman!

Bukan sekadar "Berani Tampil Beda!" Tapi, "Benar-Benar Beda!" (*)
Read More..

Minggu, 21 Februari 2010

Tersesat di Syurga


Tersesat di Syurga

Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk syurga dengan tumpukan amalnya.
Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.
“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”
“Apa yang sudah anda lakukan?”
“Amal ibadah bekal bagi syurga saya nanti…”
“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”
Pemuda itu diam…lalu berkata,
“Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”

“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”
“Saya sendiri…hmmm….”
“Jadi kamu mau masuk syurga sendiri dengan amal-amalmu itu?”
“Jelas dong tuan…”
“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke syurga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”
Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.
“Mana mungkin di syurga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.
“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”
“Toloong diperjelas…”

“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”
“Lho kenapa?”
“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”
“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?
Mana mungkin anda ikhlas kalau anda sudah merasa puas dengan amal anda sekarang ini?”

Pemuda itu duduk lunglai seperti mengalami anti klimaks, pikirannya melayang membayang bagaimana soal tersesat di syurga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak ikhlas.
Dalam kondisi setengah frustrasi, Sang sufi menepuk pundaknya.
“Hai anak muda. Jangan kecewa, jangan putus asa. Kamu cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk syurga itu baik pula. Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik dan Pencipta syurga bagaimana? Kan sama dengan orang masuk rumah orang, lalu anda tidak berjumpa dengan tuan rumah, apakah anda seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana tuan…”

“Mulailah menuju Sang Pencipta syurga, maka seluruh nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke syurga. Tapi ikhlasmu dalam beramal merupakan wadah bagi ridlo dan rahmat-Nya, yang menarik dirimu masuk ke dalamnya…”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin syurga tanpa Allah, mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong. Mulutnya melongo seperti kerbau.

sumber:www.sufinews.com
Read More..

Al Hikam : Kenapa Kau Tuntut Tuhanmu?


Kenapa Kau Tuntut Tuhanmu?

"Janganlah kau tuntut Tuhanmu karena tertundanya keinginanmu, tetapi tuntutlah dirimu sendiri karena engkau telah menunda adabmu kepada Allah.”
Betapa banyak orang menuntut Allah, karena selama ini ia merasa telah berbuat banyak, telah melakukan ibadah, telah berdoa dan berjuang habis-habisan.

Tuntutan demikian karena seseorang merasa telah berbuat, dan merasa perlu ganti rugi dari Allah Ta’ala. Padahal meminta ganti rugi atas amal perbuatan kita, adalah wujud ketidak ikhlasan kita dalam melakukan perbuatan itu. Manusia yang ikhlas pasti tidak ingin ganti rugi, upah, pahala dan sebagainya. Manusia yang ikhlas hanya menginginkan Allah yang dicinta. Pada saat yang sama jika masih menuntut keinginan agar disegerakan, itu pertanda seseorang tidak memiliki adab dengan Allah Ta’ala.

Sudah sewajarnya jika kita menuntut diri kita sendiri, karena Allah tidak pernah mengkhianati janjiNya, tidak pernah mendzalimi hambaNya, dan semua janjinya tidak pernah meleset. Kita sendiri yang tidak tahu diri sehingga, kita mulai intervensi soal waktu, tempat dan wujud yang kita inginkan. Padahal itu semua adalah Pekerjaan Allah dan urusanNya.

Orang yang terus menerus menuntut dirinya sendiri untuk Tuhannya, apalagi menuntut adab dirinya agar serasi dengan Allah Ta’ala, adalah kelaziman dan keniscayaan. Disamping seseorang telah menjalankan ubudiyah atau kehambaan, maka si hamba menuruti perilaku adab di hadapanNya, bahwa salah satu adabn prinsipalnya adalah dirinya semata untuk Allah Ta’ala.

Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“ Ketika Allah menjadikanmu sangat sibuk dengan upaya menjalankan perintah-perintahNya dan Dia memberikan rezeki, rasa pasrah total atas Karsa-paksaNya, maka sesungguhnya saat itulah betapa agung anugerahNya kepadamu.”

Anugerah paling agung adalah rezeki rasa pasrah total atas takdirNya yang pedih, sementara anda terus menerus menjalankan perintah-perintahNya dengan konsisten, tanpa tergoyahkan.
Wahb ra, mengatakan, “Aku pernah membaca di sebagian Kitab-kitab Allah terdahulu, dimana Allah Ta’ala berfirman:
“Hai hambaKu, taatlah kepadaKu atas apa yang Aku perintahkan kepadamu, dan jangan ajari Aku bagaimana Aku berbuat baik kepadamu.

Aku senantiasa memuliakan orang yang memuliakan Aku, dan menghina orang yang menghina perintahKu. Aku tak pernah memandang hak hamba, sehingga hamba memandang (memperhatikan) hakKu.”

Syeikh Abu Muhammad bin Abdul Aziz al-Mahdawi ra, mengatakan, “Siapa pun yang dalam doanya tidak menyerahkan dan merelakan pilihannya kepada Allah Ta’ala, maka si hamba tadi terkena Istidroj dan tertipu. Berarti ia tergolong orang yang disebut dengan kata-kata, “Laksanakan hajatnya, karena Aku sangat tidak suka mendengarkan suaranya.”. Namun jika ia menyerahkan pilihannya pada Allah Ta’ala, hakikatnya ia telah diijabahi walau pun belum diberi. Amal kebaikan itu dinilai di akhirnya…”
Read More..

Masihkah Anda Menuntut Allah ?


Masihkah Anda Menuntut Allah ?

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
“Sepanjang anda menuntut balasan atas amal anda, maka anda pun dituntut agar benar dalam amaliyah itu sendiri. Maka cukuplah bagi orang yang masih ragu atas

balasan Allah, bahwa ia dapatkan keselamatan dari siksa.”

Apabila Allah swt, hendak menampakkan anugerah keutamaanNya padamu, maka Allah menciptakan amal bagimu, dan mengaitkan amal itu kepadamu.

Yakni, Allah menciptkana kemampuan untukmu untuk beramal dan beribadah dan memberikan pertolongan agar dirimu menuju kepadaNya, bahkan mengembalikan amaliyah itu kepadamu. Allah swt, menciptakan ta’at, dan mengaitkan taat itu kepada kita, memberi pahala kepada kita, padahal seseungguhnya itu tidak layak bagi kita.

Anugerah luar biasa, bagaimana sampai Allah swt, memberikan anugerah itu, seakan-akan itu amal baik dan taat kita, padahal itu semua ciptaan Allah Ta’ala pada kita, bukan ciptaan kita, bukan kreasi dan ikhtiar kita.

Disinilah Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan:
“Tak habis-habisnya engkau mencaci dirimu, manakala semua itu dikembalikan padamu. Dan tidak habis-habisnya pujianmu manakala Allah swt, itu menampakkan kemurahanNya kepadamu.”

Sebab, diri kita, ditinjau dari eksistensi kita yang asli, tak lebih dari wujud kekurangan, wujud keragu-raguan, wujud kehinaan dan wujud kefakiran. Sedangkan jika dipandang dari segi anugerahNya keada kita, maka segalanya adalah wujud kebajikan dan keutamaan.

Begitu pula kelak di akhirat, manakala yang muncul adalah diri kita, maka kita berada dalam timbangan KeadilanNya, lalu menjadi wajar kalau KeadilanNya yang tampak, justru kita semua masuk neraka, apa pun amal dan ibadah yang kita lakukan. Karena dosa itu, sebesar apa pun sesungguhnya bukan menjadi penyebab seseorang masuk neraka. Manusia masuk neraka karena keadilanNya. Dan jika KeadilanNya yang tampil, maka seluruh kebaikan kita tak berartri, karena sesungguhnya buila ditimbang dengan KeadilanNya, amal perbuatan kita, ternyata bukan dari diri kita, bukan produksi dan ciptaan kita, namun ciptaan Allah swt, kehendakNya dan KuasaNya.

Sebaliknya bila yang dimunculkan adalah Anugerah dan RahmatNya, maka seluruh amal kita yang tampak adalah enugerah Ilahi semua, dan disanalah tiket ke syurga, karena anugerah dan rahmatNya pastilah menyertai perjalanan kita menuju Allah swt. Segala apa pun yang disadari karena bersamaNya, anugerah dan rahmatNya, akan menjadi mudah. Dan sebaliknya apa pun mudahnya kalau kita hanya bersama diri kita, mengandalkan diri dan amal perbuatan kita, pastilah gagal dan mengamali kesulitan luar biasa.
Read More..

Sabtu, 20 Februari 2010

Mengangkat Jari Telunjuk Tanpa Digerak-gerakkan

Mengangkat Jari Telunjuk Tanpa Digerak-gerakkan

Dalam Shalat, ketika kita duduk tasyahud, tepatnya ketika kita membaca “illallah” atau selain Allah, dalam rangkaian bacaan “Asyhadu an la ilaha illallah” atau saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, kita selalu mengangkat jari telunjuk. Adakah dasar hukumnya? Hikmah apa yang dikandung?

Ulama Syafi’iyyah mengajarkan untuk meletakkan kedua tangan di atas paha ketika sedang duduk tasyahud. Sementara jari-jari tangan kanan digenggam, kecuali jari telunjuk. Nah ketika membaca “illallah” jari telunjuk tersebut sunnah diangkat, tanpa digerak-gerakkan.

Dalam sebuah hadits Muslim dari Ali bin Abdirrahman al-Muawi dikisahkan bahwa pada suatu saat Ibnu Umar melihat Ali bin Abdirrahman sedang mempermainkan krikil ketika shalat. Setelah selesai shalat Ibnu Umar menegur Ali lalu berkata, “Apabila kamu shalat maka kerjakan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW."

Ibnu Umar lalu berkata:

كان إذا جلس في الصلاة وضع كفه اليمنى على فخذه اليمنى وقبض أصابعه كلها وأشار بأصبعه التي تلى الإبهام ووضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى

“Apabila Nabi SAW duduk ketika melaksanakan shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya dan menggenggam semua jemarinya. Kemudian berisyarah dengan (mengangkat) jari telunjuknya (ketika mengucapkan illallah) dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya." (HR Muslim)

Hadits ini yang dijadikan dasar para ulama tentang kesunnahan mengangkat jari telunjuk ketika tasyahud atau tahiyat.

Sedangkan hikmah dari anjuran tersebut adalah supaya kita mengesakan Allah SWT. Seluruh anggota tubuh kita mentauhidkan-Nya dengan dipandu jari telunjuk itu.

Syekh Ibnu Rulan dalam kitab Zubad-nya mendendangkan syair: "Ketika mengucapkan illallahu, maka angkatlah jari telunjukmu untuk mengesakan Dzat yang engkau sembah." (Matn Zubad, 24).

Jadi mengangkat jari telunjuk ketika tasyahud (tanpa digerak-gerakkan) itu disunnahkan karena merupakan teladan dari nabi SAW. Perbuatan itu dimaksudkan sebagai simbol serta sarana untuk mentauhidkan Allah SWT.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Rais Syuriyah PCNU Jember

Read More..

Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat

Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat

Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama. Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini terjadi sejak zaman tabi’in dan ulama mazhab. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan, karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah SAW.

Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama adalah hadits Rasulullah saw.:

عن ابن عمر رضي الله عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم اِذَاَ قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلىَ رُكْبَتِهِ وَاليُمْنَى عَلىَ اليُمْنىَ, وَعَقَدَ ثَلاَثاً وَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ السَّباَبَةِ --رواه مسلم

Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya” (HR Muslim).

Yang dimaksud dengan “membentuk angka lima puluh tiga” ialah suatu isyarah dari cara menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah disebut angka tiga, dan menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.

Adapun penyebab terjadinya perbedaan ulama tentang cara isyarah dengan jari telunjuk saat tasyahhud apakah digerakkan atau diam saja dan kapan waktunya adalah karena ada hadits yang sama denga di atas dengan tambahan teks (matan) dari riwayat lain, yaitu hadits yang diceritakan dari Sahabat Wail RA:

ثُمَّ رَفَعَ اصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهاَ يَدْعُوْ --رواه أحمد

”..... Kemudian beliau mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil membaca doa.” (HR: Ahmad).

Sedangkan hadits yang diriwayatk dari Ibn Zubair RA:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ يَشِيْرُ بِإِصْبِعِهِ إِذَاَ دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا --رواه أبو داود والنسائي

“Bahwa Nabi SAW memberi isyarat (menunjuk) dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak menggerakkannya. (HR Abu Daud dan Al Nasai)

Dari Hadits tersebut Imam Mazhab fiqh sepakat bahwa meletakkan dua tangan di atas kedua lutut pada saat tasyahhud hukumnya adalah sunnah. Namun juga para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal menggenggam jari-jari dan berisyarat dengan jari telunjuk (Alawi Abbas al Maliki, Ibanahtul Ahkam, Syarh Bulughul Maram, Indonesia: al Haramain, Juz 1, h. 435-437. Dan lihat pula Al Juzayri, Kitab al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Beirut: Darul Fikr, 1424 H. Juz 1, h. 227-228).

1. Menurut ulama mazhab Hanafi, mengangkat jari telunjuk dilakukan pada saat membaca lafadz “Laa Ilaaha”, kemudian meletakkannya kembali pada saat membaca lafadz “illallah” untuk menunjukan bahwa mengakat jari telunjuk itu menegaskan tidak ada Tuhan dan meletakkan jari telunjuk itu menetapkan ke-Esa-an Allah. Artinya, mengangkat jari artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan meletakkan jari telunjuk untuk menetapkan ke-Esa-an Allah.

2. Menurut ulama mazhab Maliki, pada saat Tasyahhud tangan kanan semua jari digenggam kecuali jari telunjuk dan ibu jari di bawahnya lepas. kemudian menggerak-gerakkan secara seimbang jari telunjuk ke kanan dan ke kiri

3. Menurut ulama mazhab Syafi’i, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah. Kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk sekali saja saat kalimat “illallah” (الا الله) diucapkan:

4.Menurut mazhab Hambali, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dengan ibu jari. kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk saat kalimat “Allah” ( الله) diucapkan ketika tasyahhud dan doa

5. Pendapat Syeikh Al-Albani. (Lihat kitab Sifat Shalat Nabi halaman 140). bahwa menggerakkan jari dilakukan sepanjang membaca lafadz Tasyahhud.
Imam al-Baihaqi menyatakan:

وَقَالَ البَيْهَقِيْ: يَحْتملُ أَنْ يَكُوْنَ مُرَادُهُ بِالتَحْرِيْكِ الإِشَارَةُ حَتَّى لاَيُعَارِضَ حَدِيْثَ ابْنِ الزُبَيْر

Kemungkinan maksud hadits yang menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat tasyahhud adalah isyarat (menunjuk), bukan mengulang-ulang gerakkannya, agar tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair yang menyatakan tidak digerakkannya jari telunjuk tersebut. Hikmah memberi isyarah dengan satu jari telunjuk ialah untuk menunjukkan ke-Esa-an Allah dan karena jari telunjuk yang menyambung ke hati sehingga lebih mendatangkan kekhusyu’an.

H M. Cholil Nafis
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

Read More..

Marketing Warfare (Tidak) Sama dengan Real Warfare


Grow with Character! (32/100) Series by Hermawan Kartajaya
Marketing Warfare (Tidak) Sama dengan Real Warfare

DARI semua buku referensi perang, hanya ada strategi dan taktik. Pada umumnya, para pemikir mengatakan bahwa strategi lebih penting daripada taktik. Tentukan strateginya dulu, baru taktik. Jangan dibalik, katanya.

Tapi, pada awal 1990-an, ketika saya mulai merumuskan Sembilan Elemen Pemasaran sebagai competitive strategy, ada sebuah buku kontroversial! Siapa lagi kalau bukan Al Ries dan Jack Trout, penulisnya. Judulnya Bottom Up Marketing.

Di buku itu dikemukakan contoh bagaimana Domino Pizza "gagal" menetapkan strategi Thirty Minutes or Free! Pizza dikirim dalam waktu 30 menit sesudah ada order via telepon atau free! Kenapa Domino sampai nekat seperti itu? Ya, karena Pizza Hut sudah terlalu kuat! Sudah dianggap top of mind Pizza Resto, juga sudah dianggap pizza paling lezat taste-nya.

Walaupun Domino bisa bikin pizza yang lebih enak, gak akan dipercaya orang. Tapi, orang harus menunggu cukup lama di Pizza Hut Resto. Karena itu, Domino Pizza memutuskan suatu positioning sebagai Pizza Home Delivery pertama di Amerika. Mendadak saja, sambutan luar biasa!

Inilah rupanya anxiety and desire orang, memimpikan Fast Pizza Home Delivery! Tapi, ketika banyak pesanan, banyak yang dapat free karena telat datangnya. Domino rugi besar, sudah free, customer kecewa! Sebuah positioning "kosong" kata mereka. Selain itu, banyak mobil Domino Pizza yang nabrak orang karena "bergegas" supaya tidak telat.

Sebuah strategi yang bagus, tapi tidak diperhitungkan taktiknya lebih dahulu. Mestinya, ada pembatasan "order area", juga harus diperhitungkan mesti berapa banyak konter pembuatan dan pengiriman. Selain itu, berapa kendaraan pengiriman yang dibutuhkan.

Kata Al Ries dan Jack Trout, semua taktik tersebut mesti diberesin dulu, baru menetapkan strategi seperti itu. Maka, mereka sebut bukunya sebagai Bottom Up Marketing. Sebuah pemikiran menarik, tapi saya menggolongkan pekerjaan membuat sistem operasional itu sebagai diferensiasi yang ada di kelompok taktik pemasaran atau DMS! Dan, saya tidak meletakkan taktik lebih penting daripada strategi atau sebaliknya, melainkan sejajar!

Dalam menentukan STP atau strategi pemasaran, Anda harus memperhatikan DMS yang "sudah" atau "akan" Anda rancang! Tapi, di samping strategi dan taktik, waktu itu para ahli mulai bicara tentang value-creation!

Di dalam the real warfare, yang ada cuma penghancuran nilai atau value-destruction. Tapi, di dalam the marketing warfare, harus ada value-creation atau penciptaan nilai untuk customer. Tanpa itu, sebuah perang pemasaran hanya akan menghasilkan lose-lose-lose situation. Artinya? Kedua pihak yang "berperang" dan pelanggan akan sama sama rugi! Atas dasar pemikiran itulah, saya merancang dimensi ketiga dalam Model Sembilan Elemen saya, yaitu value atau nilai. Artinya, apa pun strategi dan taktik yang akan dipilih, haruslah ada value yang tercipta!

Bagi orang produksi atau operasional, sebuah proses yang baik akan "menciptakan" nilai untuk produk output-nya. Yang buruk akan "menghancurkan" nilai. Bagi orang marketing, proses harus menghasilkan servis yang memuaskan para customer!

Ketika itu, saya juga sangat terinspirasi oleh sebuah One Week Workshop di Wharton School yang berjudul Reengineering Process for Customer Satisfaction. Setelah seminggu di situ, saya jadi sadar "korelasi" antara proses dan servis. Kalau keduanya dilakukan dengan baik, akan berujung pada tingginya Brand Equity!

Brand itu kayak aset kata David Aaker dalam bukunya Building Brand Equity. Punya value yang bisa diukur jadi nilai uang. Ujung-ujungnya, kalau makin banyak customer yang loyal pada sebuah brand, artinya value brand itu makin tinggi.

Saya juga sangat yakin yang membuat marketing itu beda dari ekonomi ya brand itu. Tanpa brand, sebuah produk hanya komoditas biasa dan price taker. Kalau brand-nya kuat, sebuah produk jadi branded good, walaupun bukan LV, Armani, dan sebagainya. Bisa jadi price maker!

Itulah yang semakin membulatkan saya untuk mengelompokkan brand, service, dan process jadi value. Jadilah BSP jadi dimensi value! Harus BSP bukan PSB karena buat orang marketing, walaupun "ujung", brand adalah yang paling penting.

Selain itu, ada korelasi yang sangat kuat antara P (Postioning) di strategy, D ( differentiation) di tactic, dan B (Brand) di value. Kalau dirangkai, jadi konsep PDB yang sangat terkenal itu.

Lengkaplah sudah "kelahiran" sembilan elemen yang saya ceritakan sebagai bidan dengan dibantu Sonni, Agus Giri, dan Hartono Anwar sebagai "pembantu bidan" pada 1993.

Dan ketika dimensi itu saya gambar, ada tiga bulatan dengan isi tiga elemen di masing-masing bulatan tersebut. Itu menunjukkan bahwa tiga dimensi tersebut "setingkat". Kalau Anda beruntung, masih bisa mendapatkannya di toko buku, judul langka seperti Marketing Plus 2000 atau MarkPlus on Strategy. (*)

Read More..

Menggali (Bukan Menciptakan) Elemen-Elemen Pemasaran


Grow with Character! (31/100) Series by Hermawan Kartajaya
Menggali (Bukan Menciptakan) Elemen-Elemen Pemasaran

WAKTU saya masih bersekolah di SMAK St Louis pada 1962-1965, saya punya seorang guru yang bernama Pak F.X. Mardjono. Walaupun sekarang sudah almarhum, saya masih ingat betapa semangatnya Pak Mardjono mengajarkan Civics. Itu nama pelajaran, waktu itu, untuk menjadi warga negara yang baik.

Cara mengajarnya kayak gaya Bung Karno berpidato. Tapi, bukan cuma gayanya yang berapi-api. Pak Mardjono selalu mengatakan bahwa Bung Karno adalah "penggali" Pancasila. Bukan penciptanya!

Mengapa? Ya, karena lima sila itu memang sudah ada di bangsa Indonesia.Tinggal dikumpulkan, diurut, dan dikomposisikan secara sistematik. Nah, hal itulah yang memberikan inspirasi pada saya.

Semua "orang besar" selalu bisa mengonsepkan elemen-elemen "tercecer" menjadi suatu model yang mudah dimengerti. Pancasila itu kan indahnya bukan main! Dimulai dari Tuhan di sila pertama, dilanjutkan dengan manusia di sila kedua, baru ke kebangsaan di sila ketiga. Setelah itu demokrasi di sila kempat, dan kesejahteraan di sila kelima.

Saya tahu itu karena pernah ikut pelatihan P4 dan masuk Top Ten. Nah, marketing harus juga sistematik seperti itu. Cuma urutannya berbeda.Dari strategi ke taktik! Dari "What to do" ke "How to do"! Dari winning the war ke winning the battle. Dari big picture ke grass root. Dari abstrak ke konkret.

Daftar ini masih bisa diteruskan secara panjang kalau merefer ke berbagai definisi tentang strategi dan taktik. Ketika saya mengumpulkan tiga elemen di strategi, yaitu segmentation, targeting, dan positioning atau STP tidak terlalu susah. Hal ini sudah disebutkan di banyak referensi ketika itu bahwa marketing mix yang sering disebut 4P itu "hanya" taktik, bukan strategi.

Semua referensi juga sepakat bahwa "memilah pasar" atau segmentasi, "memilih sasaran" atau targeting serta "memfokuskan pikiran orang" atau positioning adalah strategi. Tanpa STP yang jelas, marketing mix yang dibuat akan "tidak terarah"!

Marketing harus dimulai dengan STP, baru dilanjutkan dengan pembuatan produk, penetapan harga, penentuan distribusi, dan dikomunikasikan dengan "pas" sesuai dengan STP-nya! Tapi, saya melihat bahwa marketing paling sering disalahartikan dengan selling. Padahal, selling ini kan "kelanjutan" dari marketing mix.

Masih ingat cerita saya tentang Putera Sampoerna yang mau "mengubah" marketing mix menjadi 5P? P kelimanya adalah peddling atau "menjajakan"! Jadi selling harus masuk menjadi bagian dari marketing tactic, biar jelas bahwa selling itu "bagian" dari marketing. Bukan sejajar atau malah sebaliknya.Nah, waktu itu model Three Generic Strategies-nya Michael Porter baru sangat populer. Differentiation dan Cost-Leadership adalah dua strategi generik yang bisa dipilih. Selain itu, ada pilihan ketiga. Kedua strategi itu masuk dijalankan hanya fokus pada suatu segmen pasar tertentu atau beberapa segmen secara luas! Buat saya, masalah mau fokus atau tidak ini sudah "masuk" di segmentation dan targeting.

Pada segmentasi, para marketer diminta memilah-milah pasar yang heterogen menjadi beberapa segmen yang "lebih homogen". Di targeting, ada kebebasan memilih segmen yang mau disasar! Apakah mau FOKUS di satu atau paling banyak dua segmen, atau mau "menyasar" banyak pasar dengan berbagai produk.

Yang dimaksud oleh Porter dengan diferensiasi adalah "membuat perbedaan" supaya "bisa dijual dengan harga lebih mahal". Sedangkan Cost-Leadership diperlukan supaya sebuah perusahaan siap "perang harga" bila diperlukan. Sebab, perusahaan tersebut bisa membuat produk yang sama kualitasnya dengan biaya paling rendah di industrinya!

Ini tidak mudah. Di tiap industri hanya ada satu pemain yang punya biaya terendah. Kata Porter, kalau bisa punya keduanya hebat!

IBM waktu itu disebut the snow white and the seven dwarfs! Artinya, IBM yang menemukan mainframe adalah bak putri salju dan semua pesaing adalah bak tujuh orang cebol! Karena itu, IBM bisa menjalankan strategi diferensiasi dan cost leadership sekaligus! Buat saya, kedua strategi itu ya DIFFERENTIATION, karena sama-sama susah!

Untuk menjadi the real cost leader, Anda harus menguasai economies of scale yang tinggi seperti IBM. Atau punya docking system, seperti Wall Mart atau punya sistem operasi yang sangat efisien seperti Southwest Airlines! Kalau bisanya cuma bisa banting harga tanpa didukung cost-system yang baik, ya sebentar saja bangkrut!

Lihat saja pengalaman buruk berbagai Low-Price, but not no Low-Cost Airline! Dan, diferensiasi itu haruslah menjadi core tactic! Sebab, berdasarkan diferensiasi yang sudah ditentukan itulah, barulah bisa dibuat produk yang sesuai. Barulah, setelah itu ketiga P lain ditentukan untuk menunjang diferensiasi tersebut. Akhirnya, selling pun harus fokus pada diferensiasi, bukan sekadar product knowledge dan price list.

Seorang salesman yang smart akan lebih memfokuskan pada diferensiasi produknya sesuai dengan konsep 4C! Saya lebih mantap lagi untuk memasukkan diferensiasi di taktik, bukan di strategi sehabis melihat video Philip Kotler tentang ST (Segmentation and Targeting) dan PD (Positioning and Differentiation).

Itulah rahasia besar mengapa saya akhirnya memutuskan "memasang" Differensiation bersama Marketing Mix dan Selling jadi DMS di kelompok taktik. Upaya "penggalian" saya pada berbagai konsep marketing dan strategi yang tercecer sehingga jadi sebuah konsep marketing yang mudah dicerna belum selesai.

Baru STP sebagai strategi dan DMS sebagai taktik, baru enam elemen.

Besok akan saya ceritakan rahasia "penggalian" lain terhadap tiga elemen lainnya. Akhirnya, terbentuklah sembilan elemen yang legendaris! (*)
Read More..

Kamis, 18 Februari 2010

All You Need is (Clear) Positioning!


Grow with Character! (30/100) Series by Hermawan Kartajaya
All You Need is (Clear) Positioning!

SETELAH melahirkan model Empat C yang punya lima tahapan, saya berlanjut terus. Kalau Empat C adalah gambaran competitive setting, maka perlu ada competitive strategy yang in line. Itulah cikal bakal model Sembilan Elemen yang legendaris itu. Waktu itu, saya berpikir bagaimana cara ''menaruh'' semua elemen marketing dalam satu model. Baik elemen yang tradisional seperti marketing mix dan selling maupun yang lebih ''baru'' seperti segmentation dan targeting.

Bagaimana pula menggandengkan semua itu dengan konsep positioning yang ketika itu lagi in. Belum lagi branding dan service yang relatif sangat baru waktu itu. Ketika itu, buku Michael Porter yang intinya adalah Five Forces dan Three Generic Strategies.

Porter sama dengan competitiveness, sedangkan Kehnichi Ohmae identik dengan strategy. Saya harus tetap di jalur marketing!

Walaupun marketing itu memerlukan strategy untuk meningkatkan competitiveness. Kalau saya hanya mengikuti mereka, apalagi mereka kelas dunia, sedangkan saya lokal, habislah saya. Saya harus punya positioning sendiri!

Dalam hal ini, saya banyak terpengaruh Al Ries bahwa positioning itu "inti" strategi. Tanpa positioning yang jelas, saya akan lost in the jungle. Perkenalan dengan Al Ries sampai akhirnya jadi teman dekat sampai sekarang juga sangat unik untuk dikenang.

Ceritanya, Al Ries diundang teman saya, Hans Mandalas, untuk seminar di Jakarta. Sebagai "fans berat" buku-buku Al Ries, saya menyediakan diri untuk memberikan keynote speech. Saya hanya diberi waktu lima nenit pada acara pembukaan seminar di Hotel Borobudur Jakarta.

Karena waktunya pendek, saya harus bisa "memadatkan" apa yang saya mau katakan. Nah, saya menganggap bahwa saya punya tiga customer. Audience yang lima ratus orang, Pak Hans sebagai organiser, dan Al Ries sendiri sebagai orang yang ingin saya minta jadi endorser. Untuk itu, saya me-review positioning, marketing warfare, bottom-up marketing, dan lain-lainnya. Supaya saya bisa menceritakan dalam waktu singkat "benang merah" pemikiran dia di dalam berbagai bukunya.

Gunanya? Untuk audience sebagai executive summary seminar. Untuk organiser supaya jadi "nilai tambah" karena audience bisa mengerti lebih mudah apa yang akan dikatakan Al Ries. Untuk Al Ries, ini yang paling penting, supaya dia tahu "kualitas" saya!

Bayangkan, saya butuh waktu seminggu untuk merangkai kata-kata yang efektif dan efisien untuk suatu sambutan lima menit! Saya tidak boleh salah karena kesempatan tidak akan datang dua kali! Itulah yang disebut moment of truth atau make or break moment.

Pada hari H, saya datang satu jam sebelum acara dimulai untuk menemui Al Ries secara pribadi dan tukar kartu nama. Sedikit bercerita tentang MarkPlus Professional Service sebagai "pionir" marketing consulting di Indonesia.

Setelah selesai pidato, saya disalami sambil dibisikin. "It is a Great Speech ,Hermawan". Saya pikir basa-basi melulu, sampai saya menerima fax yang dikirim dari India, tempat seminar berikutnya untuk Al Ries. "Thanks a lot for a great opening speech. You are truly amazing" Al Ries, India.

Wow! Saya tidak pernah menyangka akan mendapatkan fax dari dia. Segera saja saya fax balik bahwa saya akan mengunjungi dia di New York City bulan depannya. "I will welcome you in Manhattan. Please do come."

Step by step saya semakin "dekat" dengan Al Ries.

Bulan depannya, saya benar-benar ke New York City dan tinggal di Grand Hyatt Manhattan di 42nd Street! Mahal, tapi saya "paksain" tinggal di situ untuk "menaikkan kelas". Nah, pada waktu janji ketemunya pukul 10 pagi di lobi hotel, ternyata Al tidak datang sampai 10.45! Saya kecewa, tapi saya segera "berpikir positif" bahwa inilah kesempatan membuat dia guilty feeling.

Masa dia sampai telat, padahal saya datang dari Indonesia yang 10.000 mil dari New York City. Saya segera telepon dia di kantornya, maklum belum ada handphone waktu itu. Ternyata, dia sendiri yang "angkat" telepon dan segera bilang maaf karena dia lupa!

Oh My God! Al Ries segera "rush" ke Grand Hyatt, minta maaf sekali lagi dan saya "pasti" memaafkan dia. Saya segera aja memperkenalkan Model Marketing Plus 2000 saya dan minta endorsement. Selain itu, saya segera minta untuk jadi representative dia di Indonesia. Semuanya lancar, dia setuju semua, mungkin karena guilty feeling. Pertemuan sejam di lobi Grand Hyatt yang menentukan!

Saya pulang dari New York City senyum-senyum karena sudah bisa pakai logo Al Ries di semua printed material. MarkPlus! Selain itu saya bisa menggunakan endorsement Al Ries untuk konsep saya! Itulah permulaan hubungan saya dengan Al Ries yang akhirnya jadi teman baik saya sampai sekarang.

Pelajaran kali ini? All you need is clear positioning!
Read More..

Rabu, 17 Februari 2010

Tukang Jahit, Rambo, Unilever, McDonald, dan Dell

Grow with Character! (29/100) Series by Hermawan Kartajaya
Tukang Jahit, Rambo, Unilever, McDonald, dan Dell

MODEL Empat C yang pertama saya perkenalkan pada 1993 menggambarkan perubahan situasi persaingan. Ketika itu saya melihat bahwa Pak Harto mulai membuka kesempatan untuk bersaing di berbagai industri. Situasi persaingan atau competitive setting berbagai industri berbeda-beda.

Karena itu, saya lantas membuat tahapan dari situasi persaingan itu sendiri. Dari 2C sampai ke 4C, dari stable sampai ke chaos. Dari tidak ada competitor sama sekali atau none sampai ke invisible. Artinya?

Dari suatu situasi monopoli sampai ke suatu situasi yang sangat kacau karena pesaingnya "tidak kelihatan".

Bagaimana customer? Mulai posisinya sebagai buyer sampai ke partner. Artinya, dari posisi take it or leave it sampai ke "mitra". Dan, change-nya sendiri dari none atau tidak ada pesaing sampai ke surprising atau mengejutkan.

Nah, dari situasi 2C ke 4C itu, saya lantas menggambarlkan adanya tiga competitive setting di antaranya. 2,5C kalau situasinya interupted, di mana competitor sudah ada, tapi masih mild dan ada change yang bersifat gradual. Karena itu, customer sudah membaik posisinya jadi consumer, bukan sekadar buyer.

Selanjutnya, situasi 3C apabila change sudah continuous atau mulai "deres" dan competitor sudah strong, tidak mild lagi. Pada saat inilah pelanggan benar-benar jadi customer seratus persen, bukan hanya consumer.

Situasi persaingan keempat adalah 3,5 C atau sophisticated ketika change jadi discontinuous dan competitor jadi wild atau liar! Maka customer pun makin bagus posisinya, jadi client. Dengan demikian, ada lima situasi persaingan, yaitu 2C sampai dengan 4C.

Sejalan dengan hal itu, orientasi company pun berubah-ubah, dari producer ke seller ke marketer ke specialist and service provider! Perubahan orientasi ini sebagai konsekuensi dari perubahan 3C yang pertama.

Supaya jelas, saya juga pakai ilustrasi grafis dengan empat bulatan yang ada huruf C di dalamnya. C-nya company berhadapan dengan C-nya competitor, sedang C-nya customer ada di atas.

Mengapa begitu? Ya, karena company bersaing dengan competitor untuk melayani customer. Sedangkan C-nya change saya gambarkan di bawah, tapi merupakan "driver" perubahan. Karena itu, saya lengkapi dengan gambar lingkaran yang melingkupi 3 C yang pertama.

Huruf-huruf C-nya sendiri muncul berturut-turut dari 2C ke 4C untuk menggambarkan situasi yang semakin berat. Begitu juga dengan "anak panah" yang arahnya berubah-ubah untuk memperkuat makna yang saya maksud.Model empat C ini juga menggambarkan dengan mudah bahwa sebuah company harus berubah orientasi. Dari production-oriented (2C) ke selling-oriented (2,5C) ke marketing-orinted (3C) ke market-driven (3,5C), dan customer-driven (4C). Hampir semua BUMN pada waktu itu masih production-oriented karena praktis tidak punya pesaing.

Yang penting memproduksi sesuatu, tidak peduli akan kepuasan pelanggan. Mengapa? Ya, karena nggak punya pesaing! Sampai sekarang pun, banyak perusahaan yang seperti ini walaupun punya pesaing.

Bisakah mereka hidup? Bisa, tapi harus terus meningkatkan kualitas, menekan biaya, dan mau menerima marjin yang "ditakar" pembelinya. Namanya "tukang jahit"! Situasi begini rawan, karena buyer bisa memindahkan pesanan at any time.

Saya pernah bertemu orang Indonesia yang bekerja untuk mengawasi pabrik-pabrik Adidas di Vietnam. Dia orang hebat karena mengawasi semua pabrik Adidas di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Tapi, dia menyatakan dengan jelas bahwa Adidas tidak segan-segan memindahkan pesanan pada pabrik yang bisa memberikan The Best QCD (quality, cost, and delivery).

Bagaimana selling-oriented company. Ini jenis perusahaan yang mengandalkan kepiawaian pada "penjualan", belum pada marketing. Yang penting punya "tenaga penjual" yang rajin menawarkan produk atau jasa kepada pelanggan. Masih lebih bersifat push ketimbang pull.

Diskon lebih penting daripada citra. Transaksi jangka pendek lebih penting daripada relasi jangka panjang. Bahkan, komisi dan bonus lebih penting daripada karir dan nama baik. Yang penting harus agresif dan rajin "menubruk" prospek. Makin banyak yang "ditubruk" makin baik. "Ketuk sepuluh pintu, maka Anda akan dapat dua pembeli. Ketuk seratus pintu, Anda akan mendapat dua puluh pembeli!"

Pada era sekarang, para retailer dan broker yang hanya selling oriented akan tertekan oleh biaya tinggi karena tidak "menembak dengan tepat". Mereka meniru Rambo yang ngobral peluru dan musuhnya belum tentu "kena". Masalahnya, Rambo nggak pernah mati di filmnya.

Sedangkan penjual yang "ngawur" akan mati. Ada filmnya juga, The Death of Salesman. Matinya seorang salesman karena hidupnya sangat kacau.

Pada 1993, marketing-oriented company belum banyak di Indonesia. Contoh terbaik waktu itu, ya Unilever. Pabriknya sederhana saja, distribusi diserahkan kepada orang lain, tapi brand-nya kuat!

Waktu itu, Unilever dianggap sebagai "University of Marketing" di Indonesia! Para fresh graduate bekerja di sana untuk belajar marketing.

Bahkan, Citibank pun harus "membajak" Enny Hardjanto dari Unilever untuk menjadi marketing director, ketika mau masuk ke credit card di Indonesia. Sekarang?

Sudah sangat banyak perusahaan nasional, bahkan lokal, yang marketing oriented. Bukan hanya sadar akan pentingnya brand, tapi juga segmentasi, positioning, service, dan sebagainya! Tapi, saya tidak berhenti sampai di situ!

Pada 1993 itu saya sudah "melihat" adanya tren menuju ke market-driven dan customer-driven company, beyond-traditional marketing! Mereka menjalankan semua elemen marketing, tapi mereka melangkah lebih jauh.

Bukan hanya mencari tahu need and want customer yang sudah ada, tapi mencari peluang lain karena persaingan sudah jadi 3,5C, bahkan 4C! Waktu itu belum ada contohnya yang jelas di Indonesia, karena Pak Harto masih sangat kuat! Pak Harto bisa "mengontrol" pembukaan persaingan to family and friends saja! Tapi, di luar sudah banyak, karena persaingan sangat ketat.

Market-driven company adalah sebuah perusahaan yang mencari terus apa yang "sebenarnya" dimaui pasar, termasuk harga "yang diinginkan"! McD yang ketika masih bernama lengkap McDonald terus menciptakan menu dan paket baru dengan harga terjangkau untuk "mengalahkan" KFC yang waktu itu namanya masih Kentucky Fried Chicken!

Istilah value for money jadi terkenal. Di Indonesia, di era sekarang, Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia adalah contoh konkret. Ketika itu, pasar mobil multi purpose vehicle (MPV) di bawah seratus juta rupiah "kosong" ditinggalkan Kijang. Maka dibuatlah Avanza/Xenia yang setelah bertahun-tahun masih ngantre walaupun harganya sudah di atas seratus juta rupiah!

Ketika persaingan tambah sengit, perusahaan seperti Dell mengejutkan orang dengan sistem Dell Direct-nya! Era One on One Marketing pun terbit! Tiap customer berhak mendapatkan komputer yang dia maui. Ini tidak mudah, karena harus punya sistem mass customization yang efisien.

Di Indonesia, saat ini, beberapa perusahaan terbatas melakukan one on one service. Besok akan saya ceritakan bagaimana saya terus mengembangkan dan memasarkan model Empat C ini sampai akhirnya jadi model marketing kelas dunia! (*)
Read More..

Selasa, 16 Februari 2010

Kenapa Nyamuk Tertarik pada Darah Kita?


Kenapa Nyamuk Tertarik pada Darah Kita?

KOMPAS.com - Mengapa nyamuk suka mengerubungi tubuh dan pakaian kita? Untuk menjawab pertanyaan itu, pakar kimia ekologi Walter Lear meneliti apakah manusia menghasilkan semacam bau yang mengundang nyamuk. Ia dan para koleganya menemukan zat yang mereka cari, yakni nonanal, zat yang dihasilkan manusia dan burung-burung yang mengeluarkan aroma yang mengundang nyamuk Culex.

Ia awalnya melakukan percobaan pada dirinya sendiri. "Aku mengukur kadar pada diriku sendiri," kata Leal. Rekannya menempelkan alat seperti suntikan pada kulitnya, lalu dibungkus dengan aluminium foil agar terisolasi. Setelah sejam, ujung suntikan itu dimasukkan ke suatu alat untuk mengukur kadar nonanal.

"Ternyata tubuhku menghasilkan cukup banyak (nonanal)," kata Leal, "Saya rasa tubuh saya melepaskan 20 nanogram (nonanal) per jam. Itu termasuk tinggi."

Kini Leal sadar bahwa inilah alasan kenapa dulu ketika ia di Meksiko, walaupun sudah melakukan langkah-langkah pencegahan, ia tetap diburu nyamuk.

"Banyak sekali nyamuknya, saya hampir tak percaya," ia bernostalgia, "Aku menyemprotkan Deet (anti nyamuk) di mana-mana, sampai di rambutku. Dan waktu pagi aku sadar nyamuk-nyamuk bahkan menggigit menembus kaos kakiku, padahal cukup tebal. Kalau kelewatan satu titik saja, maka pasti ditemukan nyamuk, lalu digigit. Nyamuk bahkan bisa menggigit menembus jeans, selama mereka tahu di baliknya ada pembuluh darah. Mereka juga bisa mendeteksi panas tubuh."
Read More..

Eat , Sleep, and Dream with Your Business!

Grow with Character! (28/100) Series by Hermawan Kartajaya
Eat , Sleep, and Dream with Your Business!

PADA akhir 1980-an di Indonesia memang sudah terasa semakin kencangnya "arus globalisasi". Jadi, hal itu bukan hanya karena buku-buku dunia menulis tentang hal itu. Pak Harto sendiri yang masih "sangat kuat" setelah berkuasa sejak 1967 memberikan sinyal itu. "Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, Indonesia akan mengalami globalisasi." Itu ucapan Pak Harto yang memotivasi untuk mendirikan MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di Surabaya.

Tapi, bukan cuma itu. Tiga tahun setelah pendirian, saya ulangi lagi pada Sonni, Agus Giri, dan Hartono Anwar ketika saya ajak mereka membuat Konsep Marketing Plus 2000 yang "historikal" itu. Sinyal lemah atau weak signal itu saya tangkap sebagai tanda-tanda zaman bahwa Indonesia pun sedang berubah atau Change!

Dari undangan berbicara pada saya waktu itu, juga sangat terasa bahwa berbagai perusahaan besar yang "monopoli" mulai minta topik semacam ini. Bagaimana memotivasi para karyawan untuk "mau berubah" karena para bos "merasa" bakal terjadi sesuatu di Indonesia. Inilah hebatnya para real businessman.


Ketika ada kesempatan KKN, ya diambil. Tapi, waktu sudah ada "tanda perubahan" yang masih dini, mereka tidak segan berubah. Sedangkan yang bukan pengusaha beneran, hancur ketika ada perubahan, karena "telat berubah"! Saya pun jadi semakin yakin untuk "menambahkan" Change sebagai C keempat pada Company, Customer, Competitor dari Mind of Strategist.

Inilah pelaksanaan eat-sleep-dream with your business pada kasus saya sendiri. Saya bukan sekadar membaca buku dan jurnal untuk melihat tren "intelektual". Saya juga menggunakan sensitivitas saya untuk mengerti tren "emosional" Pak Harto. Bukankah, waktu itu Soeharto sama dengan Indonesia?

Jadi, kalau Pak Harto bilang bahwa globalisasi akan datang ke Indonesia, berarti beliau sudah merasa tidak akan bisa "melindungi" kawan dan keluarganya lagi kelak. Itu "peringatan dini" juga kepada seluruh masyarakat Indonesia supaya lebih siap untuk berkompetisi!

Pas pada awal 1990-an itu ada lagu Wind of Change. Nah, para seniman yang merupakan pembawa suara "hati nurani" rakyat pun merasakan akan Change itu. Para seniman biasanya memang "lebih peka" , "lebih jujur", dan sekaligus "lebih berani" mengungkapkannya lewat karya musik, seni rupa maupun drama. Di film-film Kerajaan Tiongkok pun, sering digambarkan "keluhan" para pengamen jalanan kalau melihat rajanya sudah tidak bijak lagi. Inilah tren "spiritual" yang saya tangkap!

Saya ceritakan proses "penangkapan" tren intelektual, emosional, dan spiritual ini kepada Prof Philip Kotler di Moskow pada 1998. The Father of Modern Marketing ini mengatakan, "This is the highest level of science in social science, especially in Business and Marketing. Inilah bentuk keilmiahan tertinggi di ilmu sosial, khususnya di bisnis dan pemasaran! Ilmu sosial itu memang harus induktif bukan deduktif.

Dalam bahasa sederhana, Agung Mundi, marketing manager Yamaha Jawa Timur, punya bahasa lain! "Praktik yang diteorikan dan teori yang dipraktikan". Masalahnya, perlu penghayatan penuh dan passion yang mendalam ketika Anda mau mengambil tren "intelektual", "emosional", dan "spiritual" itu.

Buat saya, mendirikan MarkPlus dua puluh tahun yang lalu bukan sekadar melihat peluang belaka. Tapi, saya memang sudah jatuh cinta dan memasukkan marketing in my blood!

Saya baca jurnal dari para periset ilmiah, buku populer dari para pemikir, menganalisis kisah sukses dan kisah gagal dari para praktisi, mengambil makna dari para seniman. Untuk kemudian saya menghubung-hubungkannya!

Saya tidak pernah berhenti memikirkan marketing. Mandi dan jogging adalah dua aktivitas yang sering menimbulkan AHA dan WOW. Apalagi di long distance flight! Itu yang paling nikmat untuk berpikir! Tidak ada gangguan apa pun. Ngantuk bisa tidur, bosan mikir bisa nonton film, atau minta red wine untuk sekadar relaks. Saya biasa berpikir sambil bicara. Sering saya dapat ide baru ketika bicara dan menjawab pertanyaan atau memandu suatu diskusi kelas antar peserta.

Bahkan, beberapa kali saya terbangun di tengah malam karena mimpi saya bertemu AHA dan WOW! Sonni, Agus Giri, dan Hartono Anwar yang saya ajak bertemu untuk "mematangkan" konsep Marketing Plus 2000 ini punya peran penting. Apa itu? Membantu mencari referensi dari buku dan jurnal. Juga mencari contoh-contoh praktik pendukung. Tapi, mereka bertiga juga berfungsi "mendebat" saya. Semacam devil's advocate!

Saya perlu counterpart supaya tidak hanya melakukan shadow boxing. Tapi, saya melakukan itu semua setelah punya keyakinan kuat bahwa Konsep Empat C itu memang kuat. Kalau tidak ada "embrio kuat" seperti itu, diskusi akan jadi street smart discussion. Pelajarannya? Pertama, berada di bisnis apa pun, Anda harus menghayati bisnis Anda. Harus ada yang lebih besar dari "uang" yang menjadi tujuan. Uang atau profit itu anggap aja sebagai bonus atau penghargaan terhadap upaya Anda.

Kedua, jangan alergi pada jurnal dan buku. Cara murah untuk mengetahui hasil riset para ahli dan pendapat para pemikir! Tidak perlu dituruti semua, karena sering "asumsi"-nya sama sekali tidak sama dengan situasi Anda.

Tapi, dengan membaca jurnal dan buku -asal yang dibaca yang "baik dan benar"- pemikiran Anda jadi ada "frame" nya. Ada kerangkanya, jadi nggak semerawut waktu mau membuat analisis. Orang yang nggak punya "frame" akan bingung mau mulai dari mana untuk memecahkan masalah.

Ketiga, jangan berhenti di situ, tapi teruskan untuk mempelajari success and failure stories. Harvard Business School meminta mahasiswanya membaca sendiri jurnal dan buku-buku. Jarang ada kuliah tentang itu. Tapi, kalau mau lulus di situ, Anda harus membaca dan mendiskusikan sekitar 500 kasus riil!

Saya pernah ikut kursus sepuluh hari di kampusnya di Boston bersama para profesor dari Tiongkok, Hongkong, Macau, Taiwan, dan Singapura. Diajari bahwa dosen itu tidak boleh mengajar di kelas. Tugasnya hanya mengantarkan diskusi sambil meluruskan arah pembicaraan sesuai dengan frame. Bahkan, profesor dianjurkan "belajar" dari mahasiswanya yang merupakan para praktisi pilihan dengan pengalaman kerja rata-rata delapan tahun!

Di Beijing, saya pernah ikut kursus tiga hari tentang cara menulis kasus Harvard! Wah, ternyata menulis kasus itu tidak gampang. Sebab, dengan membaca kasus itu, orang sudah harus mendapat poin mengapa suatu kesuksesan dan kegagalan terjadi!

Dengan menggabungkan ketiga hal tersebut dengan "penghayatan penuh", Anda akan baru bisa eat, sleep, and dream with your business. Itu rahasia sukses sesungguhnya. Jangan hanya membaca buku "cara cepat jadi kaya!" Cepat kaya, bisa cepat miskin juga! (*)
Read More..

Senin, 15 Februari 2010

Keep it Simple Stupid!

Grow with Character! (27/100) Series by Hermawan Kertajaya
Keep it Simple Stupid!

Sejak dulu saya mengagumi Kehnichi Ohmae. Dia seorang doktor, tapi juga konsultan di McKinsey. Jadi, cara berpikirnya tidak mbulet dan complicated.

Seorang konsultan dilatih untuk berpikir practical karena klien minta sesuatu yang bisa dijalankan. Klien tidak butuh suatu penelitian yang ngawang dan tidak menghasilkan suatu rekomendasi yang konkret.

Apalagi kalau penelitian yang kemudian membutuhkan penelitian selanjutnya. Nanti waktunya habis bikin penelitian aja tanpa ada tindakan.

Itu namanya paralysis by analysis. Jadi lumpuh karena terlalu banyak analisis!

Kehnichi Ohmae memengaruhi banyak cara berpikir saya. Please simplify the complex thing, do not complicate the simple thing! Di dalam buku Mind of a Strategist yang sangat memengaruhi konsep saya disebutkan TIGA C.

Ohmae menulis bahwa strategi sebuah perusahaan haruslah didasarkan pada tiga pilihan. Pertama, Company-based Strategy. Lihat apa strength and weakness Anda terlebih dulu. Lantas, bikinlah strategi berdasar pada kekuatan, jangan kelemahan. Jangan memaksakan diri "masuk" ke suatu area yang Anda sebenarnya nggak punya kompetensi.

Kelihatan sederhana kan? Tapi sangat benar adanya. Orang banyak "silau" akan suksesnya orang lain di suatu bidang dan ikut-ikutan. Akhirnya, gagal! Ingat lho, peluang tidak pasti pas untuk semua orang.

Jangan ikut-ikutan. Contohnya gampang!

Seorang teman saya bilang, jangan ikut-ikutan masuk ke area politik kalau Anda tidak punya thick face, black heart. Kenapa? Anda akan dihabisin di situ tanpa bisa berbuat apa-apa.

Kedua, Customer-based Strategy atau buatlah strategi berdasar pada need and want customer. Ini juga kelihatan sederhana kan? Jangan menawarkan produk atau jasa yang tidak dibutuhkan dan dimaui pelanggan.

Banyak orang kepingin "unik" jadi terlalu unik, padahal keunikan itu tidak dibutuhkan pelanggan.

Yang lebih susah, biasanya need and want pelanggan itu sudah diketahui pesaing juga. Jadi, kalau menawarkan sesuatu, ya tidak ada bedanya. Makna mendalam dari hal ini adalah bagaimana cara mengetahui unspoken need and want. Artinya, pelanggan gak pernah minta, tapi sebenarnya mau!

Ketiga, Competitor-based Strategy. Maksudnya, Anda bisa membuat strategi berdasar pada strategi kompetitor. Kalau pesaing melakukan sesuatu, Anda punya pilihan. Mau mengikuti dan melebihi? Atau mau justru beda sama sekali supaya Anda menarik perhatian orang? Atau Anda justru jalan sendiri aja, seolah tidak menganggap ada pesaing? Kata orang, yang terakhir ini paling susah karena sering gagal karena strategi Anda gak ada benchmark-nya. Tapi, kalau berhasil, ya luar biasa.

Ohmae akhirnya juga mengatakan bahwa kalau bisa mempertimbangkan ketiganya, Anda akan luar biasa! Membuat strategi berdasar pada "kekuatan" sendiri untuk melayani "kemauan" pelanggan dengan memperhatikan "strategi lawan"!

Wah... Sederhana, tapi powerful kan? Strategi berdasar pada TIGA C: Company, Customer, and Competitor!

Saya amat kagum pada pemikirannya yang lugas dan bisa dijadikan umbrella bagi buku strategi yang ruwet! Karena itu pula, Kehnichi Ohmae sering digelari sebagai "Mr Strategy".

Lantaran saking kagumnya pada Ohmae, saya mengikuti pemikiran lanjutnya di buku Borderless World. Buku ini juga menjadi bestseller dunia karena dia menggambarkan "dunia tanpa batas negara" pada saat internet belum seperti sekarang. Jauh sebelum ada Facebook dan Twitter!

Kalau sekarang ada yang ngomong begitu, ya biasa aja. Tapi, Ohmae sudah melihat tanda-tanda itu sejak dulu.

Di dalam buku kedua itu, dia menggambarkan dunia yang SEDANG BERUBAH! Kata orang, ada tiga macam manusia. Manusia pertama, tidak tahu ada perubahan karena tidak melakukan apa-apa. Manusia kedua, tahu ada perubahan, tapi bingung mau melakukan sesuatu sebelum terlambat. Manusia ketiga, adalah yang ikut mendorong perubahan itu sendiri.

Buat saya, Ohmae termasuk yang ketiga karena dia ikut mendorong perubahan itu lewat buku yang ditulisnya. Di buku itu, dia menunjukkan bahwa persaingan bisnis pun tidak akan lokal lagi, tapi global.

Pesaing dan pelanggan bisa datang dari mana-mana, tanpa batas!

Dia juga menulis bahwa nanti banyak perusahaan multinasional yang bergerak tanpa menghiraukan batas-batas dunia.

Saya menyukai buku ini bukan hanya karena isinya, tapi juga judulnya: Borderless World! Dari judulnya saja, orang sudah bisa menduga isinya kira-kira apa... Saya sendiri berusaha menangkap "makna" buku ini untuk dihubungkan dengan buku pertama.

Saya bawa tidur, mimpi, dan jalan-jalan... Saya omong-omongin di seminar saya supaya saya benar-benar bisa menghayati maknanya. Sampai akhirnya terjadilah "AHA!" Di dalam otak saya! I DISCOVERED SOMETHINK BEAUTIFUL! Apa itu?

CHANGE sebagai C KEEMPAT yang penting untuk dipertimbangkan dalam membuat Strategi. Kenapa?

Saya berpikir sederhana aja, kalau orang hanya membuat strategi berdasar pada TIGA C pertama, bisa-bisa strategi itu tidak akan sustainable! Karena tidak mempertahankan Change yang akan terjadi! Change yang bukan dari elemen Customer dan Competitor sering "memaksa" Company untuk mengganti strateginya. Makanya, lebih baik Change dipertimbangkan lebih dulu.

Paling enggak supaya sudah bisa memprediksi apa-apa yang akan terjadi. Dengan demikian, strategi yang dibuat akan mempertimbangkan Customer Behavior dan Competitor Strategy yang keep on changing!

Sesudah tahap AHA, saya masuk ke tahap WOW! Tom Peters memang pernah menulis hal ini. Buat saya, AHA terjadi pada tahap DISCOVERY. WOW terjadi pada tahap INVENTION!

Segera saja saya gabungkan empat C itu di dalam model pertama saya: CHANGE-COMPETITOR-CUSTOMER-COMPANY! Nah, model FOUR-C inilah yang akhirnya membuat Prof Philip Kotler, "mbah"-nya marketing memuji saya. Karena bisa menyederhanakan teori yang ruwet-ruwet tentang Strategi.

Rahasia "menggabungkan" dua buku Kehnichi Ohmae jadi model "pertama" saya ini selalu saya ungkapkan di mana pun ada kesempatan.

Anehnya, Kenichi Ohmae dan saya adalah hanya dua orang Asia yang masuk di daftar Fifty Gurus who have shaped the Future of Marketing oleh Chartered Institute of Marketing-United Kingdom pada 2003!

Suatu penghargaan dari sebuah asosiasi profesi pemasaran yang sangat "konservatif" dan terbesar di dunia. Saya tidak pernah meng-claim bahwa model 4 C yang sekarang dipakai di mana-mana dan menjadi dasar penulisan lima buku internasional saya bersama Philip Kotler adalah hasil suatu riset ilmiah.

Hanya hasil sebuah penalaran logis, tapi bisa jadi model yang simple, umbrella, dan redefinif dari semua pemikiran yang ruwet-ruwet! Keep it Simple Stupid! (*)
Read More..

Minggu, 14 Februari 2010

Budidaya Tanaman KOPI


Budidaya Tanaman KOPI
by : Azis Rifianto

Secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Kebutuhan pokok lainnya yang tak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat dipenuhi, suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan, seperti: pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh, dan pemberantasan hama dan penyakit.
Iklim yang Cocok untuk Tanaman Kopi
Persyaratan iklim kopi Arabika :
Garis lintang 6-9o LU sampai 24o LS.
Tinggi tempat 1250 s/d 1.850 m dpl.
Curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/th.
Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) 1-3 bulan.
Suhu udara rata-rata 17-21o C.

Persyaratan iklim Kopi Robusta :
Garis lintang 20o LS sampai 20o LU.
Tinggi tempat 300 s/d 1.500 m dpl.
Curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/th.
Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) 1-3 bulan.
Suhu udara rata-rata 210-24o C.

Pengaruh angin :
Pohon tanaman kopi tidak tahan terhadap goncangan angin kencang, lebih-lebih dimusim kemarau. Karena angin itu mempertinggi penguapan air pada permukaan tanah perkebunan. Selain mempertinggi penguapan, angin dapat juga mematahkan dan merebahkan pohon pelindung yang tinggi, sehingga merusakkan tanaman di bawahnya.
4.2. Tanah
Sehubungan dengan tanah ini yang penting untuk dipelajari terutama sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah.
a. Sifat fisik tanah untuk pertanaman kopi
Sifat fisik tanah meliputi: tekstur, struktur, air dan udara di dalam tanah. Tanah untuk tanaman kopi berbeda-beda, menurut keadaan dari mana asal tanaman itu. Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, dan permeable, atau dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Tanah yang tekstur/strukturnya baik adalah tanah yang berasal dari abu gubung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah berjalan dengan baik. Tanah tidak menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan perakaran, sekurang-kurangnya kedalaman air tanah 3 meter dari permukaannya. Akar tanaman kopi membutuhkan oksigen yang tinggi, yang berarti tanah yang drainasenya kurang baik dan tanah liat berat adalah tidak cocok. Sebab kecuali tanah itu sulit ditembus akar, peredaran air dan udara pun menjadi jelek.
Demikian pula tanah pasir berat, pada umumnya kapasitas kelembaban kurang, karena kurang dapat mengikat air. Selain itu tanah pasir berat juga mengandung N atau zat lemas. Zat lemas sangat dibutuhkan oleh tanaman kopi, terutama dalam pertumbuhan vegetatif. Hal ini dapat dibuktikan pada pertumbuhan tanaman di tanah-tanah hutan belantara hasilnya sangat memuaskan, karena humus banyak mengandung berbagai macam zat yang dibutuhkan untuk petumbuhan dan pembuahan.
Sebaliknya pada tanah-tanah yang ditanami kembali (tanaman ulang = replanting) pertumbuhan dan hasilnya kurang memuaskan. Maka apabila dipandang perlu tanaman ulang ini hendaknya diganti dengan tanaman yang tidak sejenis, karena tanaman yang berlainan kebutuhan zat makanan juga berbeda.
b. Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah yang dimaksud di sini ialah meliputi kesuburan tanah dan PH. Di atas telah dikemukakan, bahwa tanaman menghendaki tanah yang dalam, gembur dan banyak mengandung humus.
Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan sifat kimia tanah, sebab satu sama lain saling berkaitan. Tanah yang subur berarti banyak mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi.
Tanaman kopi menghendaki reksi yang agak asam dengan PH 5,5 - 6,5. Tetapi hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanaman yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisisnya baik, dengan daun-daun cukup ion Ca++ untuk fisiologi zat makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada tanah yang bereaksi lebih asam, dapat dinetralisasi dengan kapur tohor, atau yang lebih tepat diberikan dalam bentuk pupuk; misalnya serbuk tulang/Ca-(PO2) + Calsium metaphospat/Ca(PO2).
Bercocok Tanam Tanaman Kopi
Dalam rangka bercocok tanam kopi, selain memperhatikan keadaan iklim, jenis dan varietas yang akan ditanam, juga harus diperhatikan pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan, seperti :
Pembibitan dan Persemaian Tanaman Kopi
Bibit yang akan ditanam dapat berasal dari :
• biji (zaaling), pembiakan secara genertaif.
• Sambungan atau stek, pembiakan secara vegetatif.
Pembiakan Bibit Tanaman Kopi dari Biji
Cara memperoleh biji kopi :
1. Dari kebun sendiri, biji diambil dari pohon yang telah diketahui mutunya. Pohon induk yang produksinya cukup tinggi, tahan terhadap nematoda, bubuk buah maupun bubuk batang, atau dengan kata lain yang tahan terhadap hama dan penyakit.
2. Balai penelitian perkebunan, bersumber dari kebun percobaan yang menghasilkan biji telah teruji keunggulannya.

Cara memilih dan memelihara biji kopi:
Buah yang dipungut adalah yang masak, kemudian dipilih yang baik, tidak cacat dan yang besarnya normal. Jika biji ini tidak memenuhi syarat harus disingkirkan. Semua buah/biji kopi yang memenuhi syarat kemudian dikerjakan sebagai berikut:
Biji dikelupas kulitnya, dinjak-injak dengan kain, tetapi kulit tanduk tidak sampai lepas.
• Lendir yang melekat dibersihkan, dengan jalan dicuci atau digosok permukaannya dengan abu dapur.
• Setelah bersih biji dikering anginkan satu atau dua hari, tidak langsung terkena sinar matahari, melainkan kering angin.
• Biji-biji yang sudah kering, selanjutnya diadakan pemilihan yang kedua kalinya. Jika biji kopi itu hampa dan bentuknya jelek, harus disortasi, tidak perlu disemai.

Cara menyimpan biji kopi:
Biji-biji kopi yang telah dipilih dalam keadaan kering dapat terus disemaikan. Untuk menungggu musim persemaian yang tepat, biji dapat disimpan untuk sementara waktu. Dan untuk menghindari terjadinya serangan hama bubuk atau untuk memetikan bubuk yang mungkin ada, maka biji-biji kopi tersebut bisa dimasukkan dalam peti dengan jalan:
• Pada dasar peti diberi lapisan kain yang diberi minyak terpentin dengan dosis 1 cc / 100 cm2. Dan di atas kain pada lapisan biji setebal 5 cm, diberi kain lagi yang diberi minyak terpentin pula, demikian seterusnya sehingga peti itu penuh.
• Bila peti itu sudah penuh, kemudian ditutup rapat-rapat dan dibiarkan selama 3 hari 3 malam agar semua hama mati karenanya.
• Kalau penyimpanan itu berlangsung agak lama, maka biji tersebut perlu dicampur dengan bubuk arang yang dibasahi dengan air, dengan perbandingan 1 kg bubuk arang : 150 cc air.
• Perbandingan antara biji dan bubuk arang yakni 3:1. Atau 3 kg biji dicampur 1 kg bubuk arang yang telah dibasahi tadi.
Lamanya penyimpanan biji kopi:
Penyimpanan biji tidak boleh terlalu lama, sebab jika terlalu lama daya tumbuhnya akan menurun atau akan habis sama sekali.
Biji-biji kopi yang baru akan tumbuh 90% - 100%, sedang yang disimpan sekitar 6 bulan daya tumbuhnya 60% - 70%. Sebaiknya penyimpanannya jangan sampai lebih dari 3 bulan, dan yang paling baik ialah bila penyimpanan itu dilakukan sekitar dua bulan. Penyimpanan dimasukkan kedalam ruangan yang gelap dan sejuk.
Penaburan biji kopi:
Bibit kopi dapat ditanam setelah umur 8-9 bulan. Maka penaburan biji kopi dipersemaian harus memperhatikan rencana penanaman.
• Kalau bibit kopi ditanam sebagai zaailing, maka baiklah bila biji itu ditaburkan pada bulan Januari-Februari. Dengan demikian kelak musim tanam tiba bibit sudah berumur 10-11 bulan.
• Kalau bibit akan ditanam sebagai sambungan, baiklah kalau biji itu ditaburkan pada bulan Agustus. Selanjutnya bibit dapat disambung pada umur satu tahun. Dan pada waktu itu masih banyak biji yang segar. Bila kelak bibit akan ditanam pada bulan November/Desember bibit sambungan tersebut sudah berumur 4 bulan.
• Banyaknya biji yang akan ditaburkan tentu saja harus disesuaikan dengan luas rencana penanaman. Biji yang ditaburkan perlu diperhitungkan 2 kali lipat dari bibit yang akan ditanam, hal ini bila ditanam sebagai zaailing. Tetapi bila bibit itu akan disambung, maka jumlah biji yang akan ditaburkan adalah dua setengah kali dari rencana penanaman. Hal ini mengingat bahwa daya tumbuh sambungan belum tentu bisa mencapai 100%.
Persemaian biji kopi :
Persyaratan tempat persemaian biji kopi, sebagai berikut:
1. Tanah sedapat mungkin dipilih yang agak datar, subur, dan banyak mengandung bunga tanah.
2. Dekat perumahan dan sumber air, agar memudahkan pengamatan dan pemeliharaan pada musim kemarau, terutama dalam melakukan penyiraman.
3. Ada pohon pelindung, agar dapat menahan terik matahari dan percikan air hujan yang lebat, sehingga tidak merusakkan bibit.
4. Terhindar dari bibit penyakit dan hama, tempat-tempat yang akan dipergunakan sebagai persemaian sebaiknya diselidiki terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya infeksi penyakit dan hama. Sehingga apabila ada bibit penyakit atau hama harus diadakan pencegahan dan pemberantasan.
5. Semprotkan larutan MiG-6PLUS ( 10ml MiG-6PLUS : 1 liter air) tipis pada permukaan lahan persemaian. Untuk lahan persemaian dengan luas 10m2.

Tingkat penyemaian biji kopi ada dua tingkat, yaitu: tingkat perkecambahan, dan dederan bibit (pemindahan dari perkecambahan).
a. Tingkat perkecambahan biji kopi
Sebelum ditanam di persemaian, semua biji dikecambahkan lebih dahulu. Pada tempat perkecambahan dibentuk bedengan-bendengan dengan ukuran lebar 1,2 m dan panjang 2,4 m. Selanjutnya pada bedengan itu dilapisi pasir setebal 5 - 10 cm, dan di atas bedengan diberi atap.
Semua biji dibenamkan pada lapisan pasir menghadap ke bawah, artinya bagian punggung di atas, dan bagian perut menghadap ke bawah. Pembenaman dilakukan sedemikian rupa sehingga bagian teratas kelihatan rata dengan lapisan pasir. Biji dibenamkan secara berderet dalam satu baris, jarak antara baris larikan yang satu dengan lainnya 5 cm. Sedangkan jarak antara biji dengan biji 2,5 cm.
Setiap 1 m bisa memuat 2.000 - 3.000 biji kopi, hal ini sangat tergantung pada besar kecilnya biji dan jenisnya. Biji yang ditaburkan bisa dengan kulit biji tanduk atau tanpa kulit tanduk. Tetapi lebih baik biji kopi tersebut dilepas kulit tanduknya, sehingga mereka akan lebih cepat tumbuh dan tidak menjadi sarang penyakit.
Setelah selesai pembenaman, biji-biji kopi tersebut diberi pasir lagi, tipis-tipis saja. Tempat perkecambahan ini harus dijaga supaya tetap lembab. Untuk menjaga kelembaban biji-biji tersebut, di atas bedengan yang tertutup pasir tadi diusahakan ditutup dengan lalang atau jerami yang dipotong-potong antara 0,5 - 1 cm, kemudian diadakan penyiraman dua atau tiga kali sehari. Setelah berumur 4 - 8 minggu, biji kopi tersebut akan berkecambah, kemudian dapat dipindahkan ke persemaian atau tempat dederan.
Proses perkecambahan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Di dataran rendah yang beriklim panas dengan suhu 820, perkecambahan itu makan waktu 3 - 4 minggu. Sedangkan di dataran tinggi yang beriklim dingin perkecambahan makan waktu 6 - 8 minggu.
Selama proses perkecambahan, cotyledon-cotyledon dan embrio kecil pada biji kopi membengkak dengan menghisap endosperma, kemudian akar kecil (radicula) dan hypocotyl tumbuh. Akhirnya hypocotyl muncul dari tanah dengan bentuk membungkuk dan berdiri tegak dengan mengangkat cotyledon-cotyledon yang masih tertutup oleh endosperma dan kulir ari serta endosperma. Pertumbuhan pada tingkat demikian sering disebut "soldatje" atau serdadu.
Dalam pertumbuhan soldatje itu untuk sementara berhenti tumbuh lebih kurang 1 bulan. Kemudian mulai tumbuh lagi, yakni cotyledon membesar sehingga endosperma dan kulit ari sobek kemudian endoscarp lepas. Selanjutnya cotyledon terangkat seolah-olah masih melekat, kemudian terpisah, tumbuh sepasang keping daun yang disebut "kepel". Semai dalam tingkat ini sudah berumur 2 - 3 bulan, selanjutnya dapat dipindahkan ke persemaiaan.

b. Dederan bibit kopi
Kecambah kopi yang dipindahkan dapat berupa serdadu (soldatje) atau kepel (kecambah yang kepingnya sudah membuka). Kecambah kopi yang dipindahkan kepersemaian harus dilakukan dengan sangat hati-hati, supaya akar tidak rusak. Pemindahan ini tidak boleh dicabut, melainkan harus disongkel dengan sebilah bambu atau solet. Sebelum bibit dipindahkan kepersemaian harus diseleksi bentuk perakarannya terlebih dahulu, karena akar yang pertumbuhannya bengkok kurang baik, tanaman menjadi kerdil.
Tanah persemaian dicangkul sedalam 30 cm atau lebih, karena bibit akan berada dipersemaian agak lama, sekurang-kurangnya 9 bulan. Agar tanah itu strukturnya baik, setelah pencangkulan itu sudah bersih dari batu-batuan dan sisa-sisa kayu, kemudian barulah diberi pupuk organik. Pupuk tersebut dapat berupa pupuk kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tanah persemaian dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 1,20 m dan panjang 10 m, dan bedengan tersebut dibuat membujur ke arah utara - selatan.
Bilamana bedengan telah siap, semai dalam bentuk kepelan/serdadu dapat dipindahkan. Kalau semua ini akan ditanam sebagai zaailing yang lebih muda, jarak tanamnya bisa dibuat 15 x 30 cm. Tetapi kalau bibit tersebut akan disambung, jarak harus diperpanjang, antara 20 x 40 cm. Artinya jarak tanam 20 cm dan jarak antar baris 40 cm.
Penanaman harus dilakukan dengan hati-hati sekali, dengan maksud supaya akar dan batang kepelan tidak rusak. Untuk keperluan tersebut tempat-tempat yang akan ditanami harus dibuat lubang terlebih dahulu dengan suatu alat tertentu, misalnya bilah bambu atau tusuk. Kemudian barulah bagian akar dan batang ditempelkan pada salah satu sisi lubang dengan tangan kiri, dan tangan kanan melakukan pemadatan tanah dengan hati‐hati sekali. Jarak antara daun kepelan dengan tanah lebih kurang 3 cm.
Berikan lahan dederan dengan larutan MiG-6PLUS (10 ml MiG-6PLUS : 1 liter air), semprotkan tipis dan merata pada permukaan lahan pendederan. Larutan tersebut cukup untuk 10m2, ulangi 2 minggu sekali.
Sedangkan untuk bibit kelapa sawit pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS selama pembibitan dalam polybag adalah : larutkan 10 ml MiG-6PLUS : 1 liter air, Kemudian berikan pada ± 20 polybag ulangi setiap 2 minggu sekali.
5.1.2. Bibit Tanaman Kopi Asal Kultur Jaringan
Bahan yang digunakan adalah potongan daun kopi muda yang masih berwarna hijau kemerahan atau hijau segar. Daun tersebut dipotong kecil-kecil berukuran kurang lebih 5 mm berbentuk segi empat atau kotak. Potongan daun tadi ditanam di dalam cawan kecil yang berisi campuran bahan-bahan khusus yang telah dibuat dan diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi potongan daun kopi tersebut.
Campuran bahan-bahan ini dinamakan “media.” Untuk membuat potongan daun mampu tumbuh dan berkembang, tentunya perlu beberapa perlakuan khusus agar dapat berhasil membentuk bibit yang sempurna. Perlakuan ini dilakukan di laboratorium, rumah kaca, dan tempat persemaian di kebun. Perlakuan yang diberikan di laboratorium meliputi jenis media, macam dan kadar zat pengatur tumbuh, kondisi penanaman yang paling sesuai, dan sebagainya.
Sebelum menjadi tanaman, potongan daun tersebut akan membentuk gumpalan-gumpalan yang berwarna putih-kekuningan dan krem, berbentuk bulat atau lonjong yang disebut sebagai "kalus". Selanjutnya kalus ini akan tumbuh dan berkembang menjadi calon atau bakal bibit yang disebut "embrio". Dalam beberapa percobaan, ada juga dari potongan daun langsung membentuk embrio. Embrio inilah yang akan tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang ukurannya kecilkecil. Selanjutnya, bibit dipindah ke dalam botol yang sesuai dengan ukuran bibit agar tumbuh dan berkembang lebih jauh menjadi tanaman yang lebih besar. Pada tahap ini bibit diberi beberapa perlakuan seiring dengan pertambahan umur. Di rumah kaca, perlakuan yang diberikan meliputi umur dan kondisi bibit, macam bahan untuk tempat pertumbuhan bibit, cahaya, kelembapan, suhu, dan sebagainya. Adapun perlakuan yang diberikan di tempat persemaian, yang paling penting adalah tingkat cahaya dan penaungan untuk mengatur kelembapan. Apabila perlakuan terakhir ini sudah berhasil, maka bibit kopi siap ditanam secara luas di kebun. Berdasarkan hasil penelitian, bibit kopi asal kultur jaringan dapat tumbuh dan berkembang normal seperti tanaman kopi dari benih ataupun cangkok. Bahkan pertumbuhan dan perkembangannya lebih pesat dan waktu berbuahnya lebih cepat dibanding tanaman dari benih maupun cangkok.
Dibanding tanaman kopi asal benih maupun cangkok, tanaman kopi asal kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: proses pembuatannya lebih praktis, karena hanya dilakukan dalam ruangan yang relatif kecil; bibit yang dihasilkan lebih seragam, baik umur, tinggi maupun kondisi fisik lainnya; proses pembuatannya berlangsung cepat, karena tidak menunggu tanaman induk sampai besar/dewasa; dapat dihasilkan dalam jumlah besar sesuai pesanan dalam waktu relatif singkat (Imron Riyadi).
Persiapan Lahan Budidaya Tanaman Kopi
Pembukaan Lahan
a. Areal Hutan Sekunder Bekas Ladang Berpindah
• Dipilih areal hutan sekunder dengan kepemilikan jelas.
• Pembongkaran pohon-pohon, tunggul beserta perakarannya.
• Pembongkaran tanaman perdu dan pembersihan gulma.
• Pembersihan lahan, kayu-kayu ditumpuk di satu tempat di pinggir kebun.
• Pencetakan kebun secara hektaran.
• Pembuatan jalan-jalan, jembatan beserta saluran drainase.
• Pembuatan teras-teras pada lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 15%.
• Mengajir dan menanam tanaman penaung sementara dan penaung tetap.
• Ajir lubang tanam, jarak tanaman kopi arabika kate (Kartika 1 & Kartika 2) 1,25 m X 2 m atau 1,5 m X 2 m. Jarak tanam kopi jagur (AB 3, USDA 762 dan S 795) adalah 2 m X 2,5 m atau m X 2,5 m.
• Pembuatan lobang tanam. Ukuran lobang tergantung tekstur tanah. Makin berat tanah ukuran lubang makin besar. Ukuran lubang yang lazim adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang dibuat 6 bulan sebelum tanam. Untuk tanaman yang kurang subur dan kadar bahan organiknya rendah, ditambahkan pupuk hijau dan pupuk kandang.
• Tutup lubang tanam, 1 - 3 bulan sebelum ditanam kopi dan dijaga agar batu‐batu, cadas dan sisa‐sisa akar tidak masuk kedalam lubang tanam.
• Selama persiapan lahan, pada areal yang kosong dapat ditanami beberapa jenis tanaman semusim, misalnya kedelai, ubi jalar, jagung, kacang-kacangan. Jenisnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar dan iklim mikro yang ada.
• Sebelum tanam, semprotkan larutan pupuk hayati MiG-6PLUS pada titik‐titik penanaman. Tahap ini diperlukan 3 liter MiG-6PLUS perhektar.
• Tanaman yang belum menghasilkan pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS dengan cara membuat lubang disekitar pangkal batang (jarak 20-30 cm), berikan 4 bulan sekali. Sekali aplikasi dibutuhkan 3 liter pupuk hayati MiG-6PLUS perhektar.
• Tanaman yang sudah menghasilkan pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS dengan cara membuat lubang disekitar pangkal batang (jarak 30 - 50 cm), berikan 3 bulan sekali. Sekali aplikasi dibutuhkan 3 liter pupuk hayati MiG-6PLUS perhektar.

b. Areal Kebun Aneka Tanaman
• Pemberian tanda tanaman-tanaman yang dipilih sebagai penaung kopi. Dipilih jenis yang bernilai ekonomis, tajuknya mudah diatur (tahan pangkas) dan lebih baik meneruskan cahaya diffuse. Jarak antar tanaman ± 10 m X 10 m tergantung pada besarnya ukuran tajuk (habitus) tanaman.
• Memotong perdu dan semua tanaman yang tidak dipilih.
• Kayu diusahakan untuk di tumpuk di pinggir kebun.
• Membersihkan gulma secara manual atau kimiawi.
• Ajir lubang tanam kopi, pembuatan lubang, isi lubang dan tutup lubang sama seperti diuraikan diatas.
c. Areal Semak Belukar
• Pada prinsipnya sama dengan persiapan lahan dari hutan sekunder.
• Sisa-sisa semak dapat ditumpuk dalam barisan-barisan di dalam kebun (model lorong = alley system). Lebar lorong yang bersih dari tumpukan semak 1 m dan jarak antar lorong 4-5 m.
• Ajir penaung di dalam lorong, jarak antar ajir 2-2,5 m.
• Tanam pohon penaung.
• Ajir lubang tanam kopi di dalam lorong, jarak 1,25 m untuk kopi kate, dan 2 m untuk kopi jagur.
• Pembuatan lubang tanam ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang dibuat 6 (enam) bulan sebelum tanam.
• Lubang diisi pupuk hijau dari hasil tebasan gulma.
• Tutup lubang tanam, 1-3 bulan sebelum tanam bibit kopi.
• Selama persiapan lahan tersebut di dalam lorong dapat diusahakan beberapa jenis tanaman semusim, jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar dan iklim mikro yang ada.

d. Pengendalian Alang-alang (Imperata cylindrica)
Menurut Balit Karet Sembawa (1996), pengendalian alang-alang dapat dilakukan secara perebahan, mekanisme, kultur teknis, kimiawi dan terpadu.
1) Perebahan :
a. Daun dan batang alang-alang yang telah direbahkan akan kering dan mati tanpa merangsang pertumbuhan tunas dan rimpang serta dapat berfungsi sebagai mulsa.
b. Perebahan dapat menggunakan papan, potongan kayu atau drum.
c. Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk usaha tani kopi dengan tahap-tahap seperti yang telah diuraikan di atas.
2) Cara Mekanis
a. Dilakukan dengan pengolahan tanah.
b. Penebasan dapat mengurangi persaingan alang-alang dengan tanaman pokok tetapi hanya bersifat sementara dan harus sering diulangi minimum sebulan sekali.
c. Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk usaha tani kopi dengan tahapan seperti yang telah diuraikan di atas.
3) Cara Kultur Teknis
a. Penggunaan tanaman penutup tanah leguminosa (PTL). Jenis-jenis PTL yang sesuai meliputi Centrosema pubescens, Pueraria javanica, P. triloba, C. mucunoides, Mucuna spp. dan Stylosanthes guyanensis.
b. Semprot alang-alang dengan herbisida dengan model lorong, lebar lorong 2 m, jarak antar lorong 4 m.
c. Apabila alang-alang sudah kering, buat dua jalur tanam sedalam 5 cm, jarak antar alur 70 cm.
d. Gunakan PTL sesuai rekomendasj untuk daerah setempat, kebutuhan benih 2 kg/ha.
e. Benih dicampur pupuk SP-36 sebanyak 24 kg/ha kemudian ditaburkan di dalam alur.
f. Tutup alur dengan tanah setebal 1 cm.
g. Alang-alang akan mati setelah tertutup oleh tajuk PTL.
h. Metode ini lebih tepat untuk areal yang sudah ada tanaman pokoknya.

e. Pengendalian Secara Terpadu (Pengolahan Tanah Minimum dan Penggunaan Herbisida)
• Semprot alang-alang yang sedang tumbuh aktif dengan herbisida sistemik.
• Rebahkan alang-alang yang sudah mati dan kering.
• Tanam tanaman semusim dengan cara tugal sebagai pre-cropping.
• Bersamaan dengan itu lahan siap ditanami tanaman penaung dan tanaman kopi dengan tahap‐tahap seperti telah diuraikan.

Penanaman Penaung Tanaman Kopi

Ditanami minimal satu tahun sebelum penanaman tanaman kopi.
Syarat-syarat Pohon Penaung

• Memiliki perakaran yang dalam.
• Memiliki percabangan yang mudah diatur.
• Ukuran daun relatif kecil tidak mudah rontok dan memberikan cahaya diffus.
• Termasuk leguminosa dan berumur panjang dan berumur panjang.
• Menghasilkan banyak bahan organik.
• Tidak menjadi inang hama-penyakit kopi.

a. Penaung Sementara Tanaman Kopi
• Jenis tanaman penaung sementara yang banyak dipakai adalah Moghania macrophylla (Flemingia congesta), Crotalaria spp, Tephrosia spp.
• Moghania cocok untuk tinggi tempat 700 m dpl ke bawah.
• Untuk daerah 1.000 m dpl ke atas sebaiknya dipakai Tephrosia atau Crotalaria.
• Untuk komplek-komplek nematoda dipakai Crotalaria.
• Naungan sementara ditanam dalam barisan dengan selang jarak 2-4 m atau mengikuti kontur.

b. Penaung Tetap Tanaman Kopi
• Pohon penaung tetap yang banyak dipakai di Indonesia adalah lamtoro (Leucaena spp), sengon (Albizia sp), dadap (Erythrina sp), Gliricidia dan cemara (Casuarina).
• Lamtoro tidak berbiji dapat diperbanyak dengan cangkokan atau okulasi, ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m, setelah besar secara berangsur-angsur dijarangkan menjadi 4 m x 5 m.
• Sengon digunakan pada daerah kering dan tinggi (1.000-1.500 m dpl), seperti banyak dijumpai di Timor-Timur. Ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m kemudian setelah besar secara berangsur-angsur dijarangkan menjadi 10 m x 10 m.
• Cemara banyak digunakan di Irian Jaya dan Timor-Timur untuk daerah tinggi di atas 1.500 m dpl.

Tumpangsari (Intercropping)
• Digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi resiko usaha tani, serta menjamin kelangsungan pendapatan.
• Dilakukan dengan pengusahaan tanaman semusim, (khususnya untuk lahan-lahan datar/landai), dan penggunaan tanaman penaung produktif.
• Jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar, nilai ekonomi dan iklim mikro yang ada.

a. Tumpangsari Tanaman Semusim Dengan Kopi
Diusahakan selama masa persiapan lahan dan selama tanaman kopi belum menghasilkan (tajuk kopi belum saling menutup) atau selama iklim mikro masih memungkinkan.


• Untuk pengusahaan yang bersifat lebih permanen pada lahan datar dapat dilakukan dengan sistem budidaya lorong (alley cropping). Pada tiap 3-5 barisan kopi disediakan lorong dengan Iebar 8 m untuk tanaman tumpangsari.
• Tanaman semusim yang banyak diusahakan antara lain adalah jenis hortikultura (kubis, kentang, wortel, tomat, dan cabe), Palawija (jagung), kacang-kacangan dan umbi-umbian.
• Tanaman jagung yang mempunyai pertumbuhan tinggi dapat juga berfungsi sebagai penaung sementara yang efektif.
• Limbah tanaman semusim dimanfaatkan untuk pupuk hijau atau mulsa tanaman kopi.
b. Pohon Penaung Produktif
• Dipilih yang memiliki kanopi tidak terlalu rimbun, daun berukuran kecil atau sempit memanjang agar dapat memberikan cahaya diffus dengan baik.
• Bukan inang hama penyakit utama kopi.
• Tidak menimbulkan pengaruh allelopati.
• Pohon penaung produktif ditanam dengan jarak ± 10 m x 10 m tergantung ukuran besarnya tajuk tanaman.
• Pohon produktif yang banyak dipakai untuk kopi antara lain Macadamia dan jeruk keprok. Untuk kopi robusta antara lain petai, jengkol dan kelapa.
• Jeruk keprok ditanam dengan jarak 6 m x 8 m atau 8 m x 8 m. Macadamia, petai dan jengkol ditanam dengan jarak 5 m x 5 m, kemudian secara berangsur-angsur dijarangkan menjadi 10 m x 10 m.

Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Kopi
Hama
• Nematoda Parasit
Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis merupakan nematoda endoparasit yang berpindah-pindah. Daur hidup P.coffeae sekitar 45 hari dan R.similis sekitar 1 bulan.
Gejala: Tanaman kopi yang terserang kelihatan kerdil, daun menguning dan gugur. Pertumbuhan cabang-cabang primer terhambat sehingga hanya menghasilkan sedikit bunga, bunga premature dan banyak yang kosong. Bagian akar akar serabut membusuk, berwarna coklat atau hitam. Pada serangan berat tanaman akhirnya mati.
Pengendalian di pembibitan: Disarankan menggunakan cara kimiawi yaitu dengan fumigasi media bibit menggunakan fumigan pra tanam, misalnya Basamid G dan Vapam L. Untuk nematisida sistemik dan kontak a.l.: Curaterr 3G, Vydate 100 AS, Rhocap 10G dan Rugby 10G.Vydate diaplikasikan dengan cara disiramkan pada bibit dengan konsentrasi 1,0% dan dengan dosis 250 ml/bibit.
Pengendalian di pertanaman: Penggunaan jenis kopi tahan nematoda parasit. Digunakan sebagai batang bawah misalnya kopi ekselsa (Coffeae exelsa), klon Bgn



121.09 dan kopi robusta klon BP 961. Cara kultur teknis: pembukaan lubang tanam, rotasi tanaman dan pembuatan parit barier.
Pengendalian hayati: Untuk menekan populasi nematoda menggunakan musuh alami berupa bakteri, jamur dan nematoda predator.
Pengendalian kimiawi: Beberapa nematisida sistemik maupun kontak yang disarankan a.l. karbofuran (Curaterr 3G–35 g / tanaman), oksamil (Vydate 100 AS 1,0% 1 – 2.5 l / tanaman) dan etoprofos (Rhocap 10G - 25 g / tanaman). Aplikasi diulang tiap tiga bulan.
• Hama Penggerek Buah Kopi
Serangga dewasa penggerek buah kopi atau bubuk buah kopi (BBK), Hypothenemus hampei (Coleoptera, Scolytidae) berwarna hitam kecoklatan, panjang yang betina sekitar 2 mm dan yang jantan 1,3 mm. Telur diletakkan dalam buah kopi yang bijinya mulai mengeras, umur stadium telur 5 – 9 hari. Lama stadium larva 10 – 26 hari, prapupa 2 hari dan stadium pupa 4 – 9 hari. Masa perkembangan dari telur sampai dewasa 25 – 35 hari. Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari dan serangga jantan maksimum 103 hari.
Gejala: Serangga BBK masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah, serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah.
Pengendalian:
Pengendalian secara kultur teknis: Memutus daur hidup BBK, meliputi tindakan : Petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik semua buak masak yang terserang bubuk 15 –30 hari menjelang panen besar.
Lelesan, yaitu pemungutan buah kopi yang jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang, selanjutnya buah juga direndam dalam air panas. Racutan / rampasan, yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada akhir panen. Semua buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan direndam air panas 5 menit. Pengaturan naungan untuk menghindari kondisi pertanaman terlalu gelap yang sesuai bagi perkembangan BBK.
Pengendalian secara biologi: Menggunakan parasitoid Cephalonomia stephanoderis dan jamur patogen (Beauveria bassiana). Aplikasi B.bassiana dianjurkan dengan dosis 2,5 kg biakan padat per hektar selama tiga kali aplikasi per musim panen. Penggunaan tanaman yang masak serentak : Varietas USDA 230731 dan USDA 230762.

Penyakit Tanaman Kopi
• Penyakit Karat Daun pada Tanaman Kopi
Penyakit karat daun yang disebabkan oleh patogen Hemileia vastatrix B. et. Br. merupakan penyakit utama pada tanaman kopi arabika.
Tanaman sakit ditandai oleh adanya bercak-bercak berwarna kuning muda pada sisi bawah daunnya, kemudian berubah menjadi kuning tua. Di bagian ini terbentuk tepung berwarna jingga cerah (oranye) dan tepung dan ini adalah uredospora jamur H. vastatrix Bercak yang sudah tua berwarna coklat tua sampai hitam, dan kering. Daun-daun yang terserang parah kemudian gugur dan tanaman menjadi gundul. Tanaman yang demikian menjadi kehabisan cadangan pati dalam akar-akar dan rantingrantingnya, akhirnya tanaman mati.



Dalam pembiakan dan penyebarannya, H vastatrix menggunakan uredospora yang mula-mula berbentuk bulat, kemudian berubah menjadi memanjang dan bentuknya mirip dengan juring buah jeruk. Uredospora yang telah masak berwarna jingga, pada sisi luarnya dibagian yang cembung mempunyai duri-duri. Penyebaran oredospora dari pohon ke pohon terjadi karena benturan bantuan percikan air menyebabkan uredospora sampai pada sisi bawah daun. Infeksi jamur terjadi lewat mulut-mulut daun yang terdapat pada sisis bawah daun. Dalam proses infeksinya uredospora mula-mula membentuk buluh kecambah, kemudian membentuk apresorium di depan mulut kulit, selanjutnya jamur mengadakan penetrasi kedalam jaringan jamur. Disamping bantuan air, beberapa agensia lain yang berpotensi membantu menyebarkan uredosspora adalah angin, spesies trips tertentu, burung dan manusia.
Pada kopi robusta, penyakit ini tidak menjadi masalah, sedangkan pada kopi arabika penyakit ini menjadi masalah utama. Cara pengendalian penyakit sementara ini dilakukan dengan dua cara, yaitu menanam jenis-jenis kopi arabika yang tahan sepertio S 333, S 288 dan S 795, dan pengendalian dengan Fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 gr/liter air.
• Penyakit Bercak Daun Cercospora
Penyebab penyakit ini adalah jamur Cercospora coffeicola B.et Cke. C.coffeicola mempunyai konidium berbentuk gada, ukurannya ada yang pendek dan ada juga yang panjang. Konidia dibentuk pad permukaan bercak, berbentuk seperti tepung berwarna abu-abu.
Gejala:
Serangan dapat terjadi pada daun maupun pada buah. Pada daun yang sakit timbul bercak, mula-mula berwarna kuning tapi bercak dikelilingi halo berwarna kuning. Pada buah yang terserang timbul bercak berwarna coklat, biasanya pada sisi yang lebih banyak menerima cahaya matahari. Pembusukan pada bagian yang berbecak dapat sampai ke biji sehingga dapat menurunkan kualitas.
Pengendalian:
Secara kultur teknis, dengan memberi naungan yang cukup, pemupukan berimbang dan pengurangan kelembaban kebun melalui pemangkasan dan pengendalian gulma. Secara kimiawi, melalui penyemprotan dengan Bavistin 50 WP 0,2%, Cupravit OB 21 0,35%, Dithane M 45 80 WP 0,2%, Delsene MX 200 0,2% formulasi.
• Penyakit Jamur Upas
Penyakit jamur upas disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor B.et Br. C.salmonicolor mempunyai basidium yang tersusun parallel pada stadium kortisium. Basidium berbentuk gada pada ujungnya terbentuk empat sterigmata yang mendukung basidiospora.
Gejala:
Cabang atau ranting yang terserang layu mendadak. Serangan dapat terjadi pada cabang yang di bawah, tengah maupun di ujung pohon, bahkan dapat terjadi pada batang. Stadium sarang laba-laba, berupa lapisan hifa tipis, berbentuk seperti jala berwarna putih perak. Stadium bongkol berupa gambaran hifa berwarna putih biasanya dibentuk



pada lentisel atau pada celah-celah. Stadium kortisium berupa lapisan kerak berwarna merah jambu, terdiri atas lapisan himenium, biasanya dibentuk pad sisi bawah cabang atau sisi cabang yang agak ternaung. Stadium nekator berupa bintil‐bintil kecil berwarna orange kemerahan merupakan sporodokhia jamur upas. Stadium nekator terdapat pad cabang yang tidak terlindung.
Pengendalian:
Batang atau cabang sakit yang ukurannya masih kecil (diameter < 1 cm) dipotong 10 cm di bawah pangkal di bagian yang sakit. Potongan-potongan batang dan cabang yang sakit dikumpulkan kemudian dibakar. Batang atau cabang sakit yang ukurannya sudah cukup besar, apabila serangannya masih awal, bagian yang sakit cukup diolesi dengan fungisida Calixin RM atau Copper Sandoz 0,4% formulasi. Apabila serangannya sudah lanjut, batang atau cabang yang sakit dipotong, sisa cabang atau batang yang dipotong dan cabang-cabang di sekitarnya diolesi dengan fungisida Calixin RM atau Copper Sandoz.

Panen Kopi

Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe).
Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya daging buah muda sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum terbentuk maksimal. Sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi.
Tanaman kopi tidak berbunga serentak dalam setahun, karena itu ada beberapa cara pemetikan:
Pemetikan selektif dilakukan terhadap buah masak.
Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak.
Secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
Secara racutan/rampasan merupakan pemetikan terhadap semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada pemanenan akhir.


Read More..